|
Dalam kehidupan ini kita
tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak
hal kecil dengan cinta yang besar.(Bunda Teresa)
Tahun 2010 saya mengenal seorang teman bernama Arsidi, tinggal di Desa Legok Tangerang. Awal perkenalan dari pertandingan sepak bola di lapangan bonek. Kami bertanding antar-kampung yang berasal dari Sumatera Utara. Dalam pertandingan itu Arsidi menjadi wasitnya. Sejak itu kami makin sering bertemu, bahkan bermain bola bersama di Lapangan Bonek Desa Legok Kabupaten Tangerang.
Di tengah persahabatan kami dalam dunia sepak bola, dia memperkenalkan seseorang, namanya Budi Susanto. Dia adalah pendiri Sekolah Rakyat Nusantara yang sedang mencari rumah untuk tempat tinggal bersama anak-anak binaannya di Sekolah Rakyat Nusantara. Budi Susanto datang ke rumah bersama seorang anak didiknya diantar langsung oleh Arsidi.
Budi Susanto menceritakan pergumulannya memperjuangkan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Dia juga menceritakan prestasi mereka dalam perlombaan membuat film semi-dokumenter di sebuah stasiun televisi swasta terkemuka negeri ini. Kami lalu melihat sebuah film dokumenter mereka di Youtube dengan judul Anak Miskin Dilarang Sekolah. Berapa lama kemudian saya melihat hasil karya mereka, seperti iklan KTP, iklan akta kelahiran, pemilihan kepala desa legok, dan berbagai karya mereka di Youtube.
Dunia Pendidikan Kita
Pagi hari akhir bulan Mei 2013 Prof Yohanes Surya menelpon saya. Prof Surya meminta saya berkontribusi mencari lulusan menengah atas untuk mendapatkan beasiswa dari Surya University. Surya University menawarkan tiga kategori beasiswa untuk anak-anak bangsa berprestasi.
Kategori pertama adalah beasiswa Surya University. Kedua, beasiswa perusahaan. Ketiga, beasiswa mestakung. Jika mahasiswa mampu mengikuti mata pelajaran dengan baik maka mahasiswa tersebut mendapatkan beasiswa 100 persen. Mahasiswa hanya membayar Rp 12 juta rupiah pada awal perkuliahan untuk membeli komputer tablet dan jaket almamater.
Sekian lama saya mencari anak-anak berprestasi di sekolah formal. Agak sulit menemukannya di wilayah Tangerang. Mereka yang berprestasi sangat yakin masuk perguruan tinggi idaman mereka. Di tengah kesulitan itu, saya melihat anak-anak Sekolah Rakyat Nusantara pergi mengikuti ujian paket C. Paket C adalah pendidikan setara SLTA.
Melihat mereka ceria, muncul ide dalam benak saya apakah orang-orang lulusan paket C bisa mendapat beasiswa dari Surya University? Jika mengikuti logika biasa, tentu saja tidak bisa, mengingat Surya University adalah Universitas yang fasilitasnya hebat, teknologi paling mutakhir dan dosen-dosennya terdiri dari sekitar 200 doktor lulusan terbaik dari perguruan tinggi terbaik penjuru dunia. Rasanya, mustahil.
Namun, bagi saya tidak ada yang mustahil. Sebagai umat kristiani, saya meyakini Tuhan akan berkarya lewat pelayanan yang saya kerjakan, termasuk pelayanan bagi anak-anak Sekolah Rakyat Nusantara.
Walaupun secara logika tidak mungkin, saya sampaikan kegalauan hati kepada Budi Susanto, bapak pengasuh yang mengawasi mereka selama 24 jam. Jawaban Budi Susato mencengangkan saya. “Kita coba,” katanya dengan penuh meyakinkan.
Lalu, dari mana kita cari dana awal Rp 12 juta seorang? Lulusan Paket C Sekolah Rakyat Nusantara tahun ini 11 orang. Berarti kita harus memiliki dana Rp 132 juta. Untuk biaya ujian Paket C sekitar Rp 30 juta saja Pak Budi sudah pusing. Tetapi tetap saja dia meyakinkan saya kebutuhan itu dapat kita cari. Melihat keyakinan Budi Susanto, saya pun menjadi termotivasi.
Keyakinan bahwa ada jalan keluar di tengah ketulusan dan keberanian, mendorong kami mendaftarkan 11 orang anak Sekolah Rakyat Nusantara lulusan Paket C ke Surya University untuk mendapatkan beasiswa.
Ketika kami mendaftarkan langsung ke kampus Surya University di Gading Serpong Tangerang, saya menitipkan pesan ke staf Surya University agar menyampaikan ke Pak Yohanes bahwa saya mendaftarkan 11 lulusan Paket C, tetapi mereka berulang kali memenangi kompetisi pembuatan film dokumenter.
Dua minggu kemudian, staf Surya University menghubungi saya dan mengatakan 11 lulusan Paket C tidak dipungut biaya apa pun termasuk untuk membeli tablet dan jaket yang Rp 12 juta. Mendengar berita itu, rasanya bahagia sekali. Saya melihat masa depan anak-anak yang putus sekolah itu begitu cerah. Lalu, saya langsung menjumpai Budi Susanto dan anak-anak binaannya untuk mengucapkan selamat.
Sekarang, bagaimana kita memikirkan biaya hidup setelah kuliah. “Saya kira, nanti anak-anak bisa makan pisang saja selama kuliah,” candaku. Mereka tertawa lepas mendengar candaku.
Bermaksud memperjelas keputusan pihak Surya University, saya menjumpai Prof Yohanes Surya. Ternyata Prof Surya memahami betul konsep pendidikan yang holistik. Pendidikan tidak hanya prestasi akademik. Prof Surya memahami betul anak-anak di luar akademik pun berhak memperoleh pendidikan berkualitas secara akademik.
Puji syukur kepada Tuhan, keteguhan dan keberanian hati seorang Budi Susanto dan kerendahan hati Prof Yohanes Surya untuk peduli kepada anak-anak yang di didik di luar jalur formal, menentukan masa depan anak-anak dari Sekolah Rakyat Nusantara. Keteguhan hati, keberanian, dan kerendahan hati, bergabung menghasilkan masa depan cerah dan mencerdaskan anak bangsa demi masa depan bangsa yang kita cintai ini. ●
Tahun 2010 saya mengenal seorang teman bernama Arsidi, tinggal di Desa Legok Tangerang. Awal perkenalan dari pertandingan sepak bola di lapangan bonek. Kami bertanding antar-kampung yang berasal dari Sumatera Utara. Dalam pertandingan itu Arsidi menjadi wasitnya. Sejak itu kami makin sering bertemu, bahkan bermain bola bersama di Lapangan Bonek Desa Legok Kabupaten Tangerang.
Di tengah persahabatan kami dalam dunia sepak bola, dia memperkenalkan seseorang, namanya Budi Susanto. Dia adalah pendiri Sekolah Rakyat Nusantara yang sedang mencari rumah untuk tempat tinggal bersama anak-anak binaannya di Sekolah Rakyat Nusantara. Budi Susanto datang ke rumah bersama seorang anak didiknya diantar langsung oleh Arsidi.
Budi Susanto menceritakan pergumulannya memperjuangkan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Dia juga menceritakan prestasi mereka dalam perlombaan membuat film semi-dokumenter di sebuah stasiun televisi swasta terkemuka negeri ini. Kami lalu melihat sebuah film dokumenter mereka di Youtube dengan judul Anak Miskin Dilarang Sekolah. Berapa lama kemudian saya melihat hasil karya mereka, seperti iklan KTP, iklan akta kelahiran, pemilihan kepala desa legok, dan berbagai karya mereka di Youtube.
Dunia Pendidikan Kita
Pagi hari akhir bulan Mei 2013 Prof Yohanes Surya menelpon saya. Prof Surya meminta saya berkontribusi mencari lulusan menengah atas untuk mendapatkan beasiswa dari Surya University. Surya University menawarkan tiga kategori beasiswa untuk anak-anak bangsa berprestasi.
Kategori pertama adalah beasiswa Surya University. Kedua, beasiswa perusahaan. Ketiga, beasiswa mestakung. Jika mahasiswa mampu mengikuti mata pelajaran dengan baik maka mahasiswa tersebut mendapatkan beasiswa 100 persen. Mahasiswa hanya membayar Rp 12 juta rupiah pada awal perkuliahan untuk membeli komputer tablet dan jaket almamater.
Sekian lama saya mencari anak-anak berprestasi di sekolah formal. Agak sulit menemukannya di wilayah Tangerang. Mereka yang berprestasi sangat yakin masuk perguruan tinggi idaman mereka. Di tengah kesulitan itu, saya melihat anak-anak Sekolah Rakyat Nusantara pergi mengikuti ujian paket C. Paket C adalah pendidikan setara SLTA.
Melihat mereka ceria, muncul ide dalam benak saya apakah orang-orang lulusan paket C bisa mendapat beasiswa dari Surya University? Jika mengikuti logika biasa, tentu saja tidak bisa, mengingat Surya University adalah Universitas yang fasilitasnya hebat, teknologi paling mutakhir dan dosen-dosennya terdiri dari sekitar 200 doktor lulusan terbaik dari perguruan tinggi terbaik penjuru dunia. Rasanya, mustahil.
Namun, bagi saya tidak ada yang mustahil. Sebagai umat kristiani, saya meyakini Tuhan akan berkarya lewat pelayanan yang saya kerjakan, termasuk pelayanan bagi anak-anak Sekolah Rakyat Nusantara.
Walaupun secara logika tidak mungkin, saya sampaikan kegalauan hati kepada Budi Susanto, bapak pengasuh yang mengawasi mereka selama 24 jam. Jawaban Budi Susato mencengangkan saya. “Kita coba,” katanya dengan penuh meyakinkan.
Lalu, dari mana kita cari dana awal Rp 12 juta seorang? Lulusan Paket C Sekolah Rakyat Nusantara tahun ini 11 orang. Berarti kita harus memiliki dana Rp 132 juta. Untuk biaya ujian Paket C sekitar Rp 30 juta saja Pak Budi sudah pusing. Tetapi tetap saja dia meyakinkan saya kebutuhan itu dapat kita cari. Melihat keyakinan Budi Susanto, saya pun menjadi termotivasi.
Keyakinan bahwa ada jalan keluar di tengah ketulusan dan keberanian, mendorong kami mendaftarkan 11 orang anak Sekolah Rakyat Nusantara lulusan Paket C ke Surya University untuk mendapatkan beasiswa.
Ketika kami mendaftarkan langsung ke kampus Surya University di Gading Serpong Tangerang, saya menitipkan pesan ke staf Surya University agar menyampaikan ke Pak Yohanes bahwa saya mendaftarkan 11 lulusan Paket C, tetapi mereka berulang kali memenangi kompetisi pembuatan film dokumenter.
Dua minggu kemudian, staf Surya University menghubungi saya dan mengatakan 11 lulusan Paket C tidak dipungut biaya apa pun termasuk untuk membeli tablet dan jaket yang Rp 12 juta. Mendengar berita itu, rasanya bahagia sekali. Saya melihat masa depan anak-anak yang putus sekolah itu begitu cerah. Lalu, saya langsung menjumpai Budi Susanto dan anak-anak binaannya untuk mengucapkan selamat.
Sekarang, bagaimana kita memikirkan biaya hidup setelah kuliah. “Saya kira, nanti anak-anak bisa makan pisang saja selama kuliah,” candaku. Mereka tertawa lepas mendengar candaku.
Bermaksud memperjelas keputusan pihak Surya University, saya menjumpai Prof Yohanes Surya. Ternyata Prof Surya memahami betul konsep pendidikan yang holistik. Pendidikan tidak hanya prestasi akademik. Prof Surya memahami betul anak-anak di luar akademik pun berhak memperoleh pendidikan berkualitas secara akademik.
Puji syukur kepada Tuhan, keteguhan dan keberanian hati seorang Budi Susanto dan kerendahan hati Prof Yohanes Surya untuk peduli kepada anak-anak yang di didik di luar jalur formal, menentukan masa depan anak-anak dari Sekolah Rakyat Nusantara. Keteguhan hati, keberanian, dan kerendahan hati, bergabung menghasilkan masa depan cerah dan mencerdaskan anak bangsa demi masa depan bangsa yang kita cintai ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar