Tindak Lanjut
Penahanan Angelina Sondakh
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas
45, Makassar
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 11 Mei 2012
TERNYATA
Angelina Sondakh (Angie) ditahan juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sejak Jumat (27/4), setelah hampir tiga bulan publik dibuat gelisah tentang
kelanjutan prosesnya. Sejak Angie diumumkan menjadi tersangka dalam kasus
dugaan suap Wisma Atlet pada 3 Februari 2012, banyak spekulasi miring ditujukan
kepada KPK. Rentang waktu yang lama Angie tidak diperiksa tak pelak menimbulkan
spekulasi bahwa dugaan korupsi Wisma Atlet tidak akan menyentuh nama-nama elite
politik dan kekuasaan yang pernah disebut Nazaruddin. Jamak diketahui, korupsi
kelas kakap selalu dilakukan bersama-sama. Karena itu, butuh keberanian dan
profesionalitas yang tinggi untuk mengungkapnya.
Angie
ditahan bukan hanya karena terkait dengan kasus Wisma Atlet. Ia juga diduga
terlibat dalam kasus korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud). Langkah KPK setidaknya menepis sebagian tudingan miring
sekaligus menunjukkan lembaga tersebut masih punya taring. Kasus Wisma Atlet
tidak akan berhenti pada Nazaruddin.
Malah,
indikasi nyanyian Nazaruddin yang selama ini dinilai mimpi di siang bolong
mulai terkuak laksana membuka kotak pandora yang biasnya merambah ke mana-mana.
Tanpa bermaksud mengabaikan asas praduga tak bersalah, kita berharap agar peran
sederet nama elite politik dan pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat
yang juga diduga terlibat bisa ditelusuri. KPK harus membuktikan tidak
terpengaruh tekanan politik dan tidak menjadikan Nazaruddin dan Angie sebagai
tumbal.
Dalam
kasus pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, aroma korupsi
pun sudah mulai diendus KPK. Sejumlah pemberitaan media massa menyebut Wakil
Ketua KPK Bambang Widjojanto (Suara Karya, 1/5) telah mengantongi bukti
pengakuan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono,
yang menyebutkan Anas-lah yang memerintahkan dirinya untuk mengurus sertifikat
tanah terkait dengan proyek Hambalang.
Fakta
tersebut ditemukan dalam berita acara pemeriksaan Nazaruddin yang mengungkapkan
bahwa Ignatius yang mengurus sertifikat tanah untuk proyek Hambalang di Badan
Pertanahan Nasional. Malah, Nazaruddin juga menyebutkan ada uang yang mengalir
dari PT Adhi Karya kepada Anas, yang kemudian digunakan untuk pemenangan
pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung. Apakah
alat bukti ini bisa dipadukan dengan alat bukti lain? Publik menanti keseriusan
dan keberanian KPK.
Justice collaborator
Publik
berharap KPK lebih agresif menggunakan kewenangan besarnya untuk membongkar
dugaan persekongkolan kasus Wisma Atlet dan proyek Hambalang. KPK harus
bergerak cepat, sistematis, dan terukur sesuai dengan ketentuan yang berlaku
agar semuanya menjadi terang benderang.
Bongkar
semuanya, jangan ada dusta atau ditutupi untuk menyelamatkan orang tertentu.
Negeri ini butuh pemimpin yang bersih, jujur, punya integritas, dan berhati
nurani untuk dipilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Membongkar dugaan
korupsi yang dilakukan bersama-sama amatlah penting. Bukan sekadar untuk
mengembalikan uang negara atau memenjarakan orang, itu sekaligus bisa
membersihkan partai politik dari perilaku korupsi dalam menghadapi Pemilu 2014.
Wacana
yang berkembang belakangan ini ialah tawaran agar Angie mau menjadi justice collaborator (kerja sama
membongkar kasus hukum). Angie diminta menunjukkan siapa saja yang menikmati
suap dari kasus Wisma Atlet dan Kemendikbud, apa modusnya, dan ke mana saja
dana itu mengalir. Apalagi Angie pernah menjadi ikon Partai Demokrat melalui
semboyan ‘katakan tidak pada korupsi’. Saatnya membuktikan itu semua untuk
lebih memperkuat informasi yang telah dimiliki KPK, meskipun agak terlambat.
Namun,
peran Angie sebagai justice collaborator harus dilakukan secara sadar, yang
berarti Angie harus terlebih dahulu mengakui keterlibatannya. Bukan hanya
karena imingiming keringanan tuntutan pidana, apalagi karena tekanan.
Tanpa
itu, dipastikan timbul hal yang kontraproduktif dalam pemeriksaan sidang
pengadilan, sebab tatanan hukum pidana Indonesia belum mengatur secara tegas
bagaimana peran seseorang yang mau bekerja sama untuk mengungkap siapa saja
yang terlibat.
Jika
Angie secara sadar bekerja sama dengan penyidik, selain bisa meringankan
dirinya, itu sekaligus mengembalikan muruah partai politik sebagai tempat
pengaderan calon pemimpin bangsa. Kooperatif dan secara suka rela mau
mengungkapkan misteri `bos besar' dan `ketua besar' ialah kunci bagi Angie jika
betul mau bekerja sama dengan KPK. Jangan terbuai oleh janji keringanan
tuntutan dari penuntut umum KPK yang belum tentu juga diapresiasi majelis
hakim. Jangan jadi pahlawan dengan cara memfitnah dan mengorbankan orang lain. Akan
lebih baik jika penyidik KPK mencari sendiri alat bukti yang cukup sebagai
dasar untuk menjatuhkan putusan.
Vonis Progresif
Korupsi
yang diyakini sebagai kejahatan luar biasa seharusnya diperangi secara
progresif. Rasa keadilan rakyat yang dirampas para koruptor bisa sedikit terobati
sekiranya vonis hakim mampu berdimensi penyadaran dan membuat gentar calon
koruptor yang antre di berbagai institusi. Tanpa bermaksud menilai negatif
putusan hakim, aspek progresivitas yang diharapkan menjadi salah satu bentuk
perang total terhadap perilaku korupsi patut dicatat. Harapan ini bukan tanpa
alasan, sebab begitu banyak kepala daerah, politisi, dan birokrat yang terjerat
korupsi.
Timbulnya
sikap skeptis pada putusan hakim disebabkan realitas selalu menunjukkan ada
celah untuk disiasati, yang tentu saja merusak citra peradilan kita. Saat
berbagai serangan balik dilancarkan untuk memandulkan peradilan, itu justru
tidak dilawan dengan cara yang elegan untuk membangun atmosfer bahwa hakim
memiliki kebebasan dan tidak akan mempan diintervensi. Akibatnya orang tidak
takut melakukan korupsi lantaran hukum selalu memberi toleransi dan ada peluang
untuk ‘selamat’ dari jerat hukum.
Vonis
hakim yang ringan tidak memberi bobot progresivitas. Itu malah menimbulkan
prasangka buruk bahwa penegak hukum belum secara total menyikapi korupsi
sebagai kejahatan luar biasa. KPK harus lebih giat mengasah taringnya agar
tidak ada yang lolos dari kasus Wisma Atlet dan proyek Hambalang. Akan pahit
rasanya jika pada akhirnya hanya menyentuh pelaku kelas teri, sedangkan politik
dibiarkan terus untuk menghegemoni penegakan hukum.
Untuk
mengungkap ke mana saja aliran dana dari kedua proyek itu, KPK berencana
menggunakan pasal-pasal pencucian uang selain undang-undang korupsi. Pola ini
akan memudahkan KPK, apalagi pengenaan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang
sudah diterapkan kepada tersangka Wa Ode Nurhayati. KPK akan melacak bukti
adanya dugaan Angie menyamarkan uang hasil korupsi melalui berbagai transaksi,
siapa saja pelaku aktif dan pelaku pasif dalam upaya membersihkan uang hasil
korupsi dari kedua proyek itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar