Senin, 07 Mei 2012

Strategi Follow the Money Follow the Suspect


Strategi Follow the Money Follow the Suspect
Yenti Garnasih; Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 07 Mei 2012


KOMISI Pemberan tasan Korupsi (KPK) akhirnya menggunakan Undang Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberan tasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) kepada Nazaruddin dalam kasus pembelian saham PT Garuda Indonesia. 
Langkah itu bisa dikatakan terlambat dan harus menunggu putusan hakim untuk korupsi yang dilakukan Nazaruddin. Sebetulnya dalam konteks adanya pencucian uang yang merupakan kejahatan lanjutan dari korupsi, ide alnya perkara didakwa dalam satu dakwaan yang disusun secara kumulatif. Dakwaan pertama korupsi dan dakwaan kedua pencucian uang. Namun, ternyata KPK baru menggunakan UU TPPU setelah putusan hakim terhadap Nazaruddin yang mengatakan Grup Permai yang dik endalikan Nazaruddin merupakan tempat penampungan fee (komisi) dari kegiatan perantara untuk mendapatkan proyek pemerintah bagi pihak ketiga. Hasil korupsi itulah yang diduga untuk membeli saham PT Garuda Indonesia sehingga dengan demikian jelas bahwa aliran dana yang digunakan untuk membeli saham tersebut sebagai perbuatan pencucian uang.

Setelah Nazaruddin, KPK juga menggunakan UU TPPU terhadap mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati yang diduga menerima uang hasil kejahatan korupsi yang kemudian disamarkan dengan berbagai cara sehingga hasil korupsi tersebut seolah tampak dari kegiatan yang sah. Namun, terhadap Angelina Sondakh belum ada kepastian apakah yang bersangkutan juga akan dikenai UU TPPU meski sudah sering didorong agar KPK tidak ragu menggunakan UU TPPU pada perkara korupsi yang diduga dilakukan Angelina. Seharusnya penggunaan UU TPPU tidak saja setelah terungkapnya kejahatan awal, yaitu korupsi, tetapi justru dengan menggunakan dugaan awal tindak pidana pencucian uang, yaitu dengan cara menelusuri transaksi yang mencurigakan milik tersangka akan menjadi pintu masuk untuk mengusut korupsinya. Itu termasuk untuk mengungkap orang lain yang terlibat korupsi atau orang lain yang tidak terlibat korupsi, tetapi ikut menikmati hasil korupsi. Sayang strategi itu belum dilakukan KPK karena ternyata KPK masih hanya berkutat pada dugaan korupsi tanpa segera mencari kemungkinan (besar) ada perbuatan pencucian uang, yaitu menelusuri ke mana aliran dana hasil korupsi bermuara.

Strategi Follow the Money

Pengungkapan korupsi dengan hanya mencari bukti terkait dengan perbuatan korupsinya sudah tidak memadai lagi. Pada umumnya itu hanya berhenti pada dipidananya pelaku korupsi dan tidak menjangkau orang lain yang ikut menikmati hasil korupsi. Penelusuran ke mana aliran dana hasil korupsi sangat penting, terutama untuk merampasnya kembali dan dalam konteks tujuan memiskinkan, strategi penggunaan UU TPPU merupakan jawabannya. Bila KPK dalam penanganan perkara Angelina mau segera menggunakan UU TPPU, tentu strateginya bukan lagi fokus pada korupsi saja. KPK semestinya juga menggunakan jalur penelusuran aliran dana seperti yang sering disebutkan bahwa setelah menerima aliran dana, Angelina membagi-bagikan uang tersebut.

Perbuatan membagi hasil korupsi tersebut merupakan pencucian uang dan tentu saja seharusnya akan ditemukan siapa yang menerima karena mereka juga pencuci uang juga. Pembagian uang yang diduga hasil kejahatan korupsi adalah pencucian uang, tetapi tidak berarti untuk mengungkap pencucian uang harus menunggu korupsinya terbukti terlebih dahulu. Misalnya saja, yang dilakukan pada Nazaruddin. Padahal, seharusnya sejak awal sudah didakwakan bersamaan.
 
Dalam hal ini perlu dipahami bahwa dalam penangan perkara Angelina yang diduga ada aliran dana yang mengalir, KPK seharusnya langsung menyangkakan juga pencucian uangnya agar tidak saja akan bermuara pada apakah ada pencucian uang yang dilakukan Angelina, tetapi juga siapa yang menerima meskipun mereka tidak terlibat korupsinya. Dalam UU TPPU orang yang mengalirkan hasil kejahatan ataupun yang mene rima hasil kejahatan sepanjang yang bersangkutan mengetahui atau paling tidak patut menduga uang terse but berasal dari kejahatan adalah pelaku pencucian uang.

Secara lengkap yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang seperti tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 untuk Undang-Undang No 8 Tahun 2010 gambarannya sebagai berikut. Pasal 3: setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pasal 4: setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimak sud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Pasal 5: (1) setiap orang yang meneri ma atau menguasai penempatan, pentrans feran, pembayaran, hi bah, sumbangan, peni tipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya tau patut diduganya me atau patut diduganya me rupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.  (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana di atur dalam undang undang ini.

Ketentuan antipencucian uang secara teoretis dapat digunakan untuk menjerat para koruptor bukan dari hulunya, melainkan dari hilirnya, yaitu dengan penelusuran ke mana aliran dana korupsi itu bermuara (follow the money as a proceed of crime/corruption). Dengan demikian, harus dipahami bahwa koruptor yang kemudian mengalirkan uang hasil korupsinya berarti telah melakukan dua kejahatan sekaligus (korupsi dan pencucian uang) dan itu idealnya dalam satu dakwaan. Selain itu, orang yang menerima hanya dijerat dengan pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 5. Karena pencucian uang fokus pada penelusuran aliran dana hasil korupsi (kejahatan lain), upaya pemblokiran dana atau penyitaan harus disegerakan untuk keperluan tujuan akhir, yaitu perampasan. Tentu selain itu memenjarakan pelaku.

Keuntungan Penerapan UU TPPU

Dengan penggunaan UU TPPU, pengungkapan korupsi bisa diawali dengan menelusuri aliran dana atau transaksi yang dilakukan tersangka. Termasuk dalam hal itu nantinya diharapkan ditemukan adanya aliran dana pada pihak lain. Artinya pendekatan itu merupakan strategi pengembangan penyidikan yang tentu tidak perlu lagi bergantung pada pengakuan tersangka, tetapi mencari tersangka lain dengan cara menemukan di mana aliran dana bermuara. Pendekatan pencucian uang bisa memberdayakan bantuan PPATK untuk meminta data aliran dana yang mencurigakan yang telah dianalisis PPATK.

Selain itu, dengan menggunakan pasal pencucian uang, pembukaan rekening bisa lebih cepat dan juga lebih cepat dilakukan pengamanan seperti penundanaan transaksi atau pemblokiran rekening. Terkait dengan adanya dugaan bahwa ada hasil kejahatan yang dicuci, bisa diterapkan pembuktian terbalik di pengadilan, yaitu terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya bukan merupakan hasil kejahatan (Pasal 77) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup (Pasal 78). Bila terdakwa tidak bisa membuktikan, harta kekayaannya dirampas dan dinyatakan terbukti melakukan pencucian uang. Hal itu pernah dilakukan terhadap perkara korupi Bahasyim.

Tidak Boleh Ragu

Dengan uraian tersebut seharusnya KPK tidak ragu lagi untuk menerapkan sangkaan pencucian uang pada Angelina sebagaimana yang dilakukan pada Wa Ode. Dengan menerapkan UU TPPU, akan lebih mudah dicari (dan lebih cepat) dikembangkan siapa saja yang terlibat dalam mafia korupsi dan pencucian uang terkait dengan kasus Angelina. Itu terutama untuk mencari bukti apakah nama-nama yang pernah disebutkan menerima aliran dana dari Angelina seperti Mirwan Hamid, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan I Wayan Koster benar terdapat aliran kepada mereka, bagaimanapun nama-nama tersebut telah disebutkan dalam kesaksian di pengadilan.

KPK juga sangat dituntut untuk lebih menguasai teknis yuridis penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang terkait dengan pencucian uang, dan segala strateginya, terutama memulai dari penelusuran aliran dana hasil korupsi, yang akan bermuara pada siapa pun yang menikmati hasil korupsi akan diseret ke pengadilan, dipenjara, dan terkena perampasan harta. Untuk menyemangati KPK, perlu disampaikan di sini bahwa kepolisian dan kejaksaan telah menyidik sekaligus menuntut terkait dengan korupsi plus pencucian uang, dan mereka berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar