Strategi Follow the Money Follow the Suspect
Yenti Garnasih; Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 07 Mei 2012
KOMISI Pemberan tasan Korupsi (KPK) akhirnya menggunakan
Undang Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberan tasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) kepada Nazaruddin dalam kasus pembelian saham
PT Garuda Indonesia.
Langkah itu bisa dikatakan terlambat dan harus menunggu
putusan hakim untuk korupsi yang dilakukan Nazaruddin. Sebetulnya dalam konteks
adanya pencucian uang yang merupakan kejahatan lanjutan dari korupsi, ide alnya
perkara didakwa dalam satu dakwaan yang disusun secara kumulatif. Dakwaan
pertama korupsi dan dakwaan kedua pencucian uang. Namun, ternyata KPK baru
menggunakan UU TPPU setelah putusan hakim terhadap Nazaruddin yang mengatakan
Grup Permai yang dik endalikan Nazaruddin merupakan tempat penampungan fee
(komisi) dari kegiatan perantara untuk mendapatkan proyek pemerintah bagi pihak
ketiga. Hasil korupsi itulah yang diduga untuk membeli saham PT Garuda
Indonesia sehingga dengan demikian jelas bahwa aliran dana yang digunakan untuk
membeli saham tersebut sebagai perbuatan pencucian uang.
Setelah Nazaruddin, KPK juga menggunakan UU TPPU terhadap
mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati yang diduga menerima uang
hasil kejahatan korupsi yang kemudian disamarkan dengan berbagai cara sehingga
hasil korupsi tersebut seolah tampak dari kegiatan yang sah. Namun, terhadap
Angelina Sondakh belum ada kepastian apakah yang bersangkutan juga akan dikenai
UU TPPU meski sudah sering didorong agar KPK tidak ragu menggunakan UU TPPU
pada perkara korupsi yang diduga dilakukan Angelina. Seharusnya penggunaan UU
TPPU tidak saja setelah terungkapnya kejahatan awal, yaitu korupsi, tetapi
justru dengan menggunakan dugaan awal tindak pidana pencucian uang, yaitu
dengan cara menelusuri transaksi yang mencurigakan milik tersangka akan menjadi
pintu masuk untuk mengusut korupsinya. Itu termasuk untuk mengungkap orang lain
yang terlibat korupsi atau orang lain yang tidak terlibat korupsi, tetapi ikut
menikmati hasil korupsi. Sayang strategi itu belum dilakukan KPK karena
ternyata KPK masih hanya berkutat pada dugaan korupsi tanpa segera mencari
kemungkinan (besar) ada perbuatan pencucian uang, yaitu menelusuri ke mana
aliran dana hasil korupsi bermuara.
Strategi Follow the Money
Pengungkapan korupsi dengan hanya mencari bukti terkait
dengan perbuatan korupsinya sudah tidak memadai lagi. Pada umumnya itu hanya
berhenti pada dipidananya pelaku korupsi dan tidak menjangkau orang lain yang
ikut menikmati hasil korupsi. Penelusuran ke mana aliran dana hasil korupsi
sangat penting, terutama untuk merampasnya kembali dan dalam konteks tujuan
memiskinkan, strategi penggunaan UU TPPU merupakan jawabannya. Bila KPK dalam
penanganan perkara Angelina mau segera menggunakan UU TPPU, tentu strateginya
bukan lagi fokus pada korupsi saja. KPK semestinya juga menggunakan jalur
penelusuran aliran dana seperti yang sering disebutkan bahwa setelah menerima
aliran dana, Angelina membagi-bagikan uang tersebut.
Perbuatan membagi hasil korupsi tersebut merupakan pencucian
uang dan tentu saja seharusnya akan ditemukan siapa yang menerima karena mereka
juga pencuci uang juga. Pembagian uang yang diduga hasil kejahatan korupsi
adalah pencucian uang, tetapi tidak berarti untuk mengungkap pencucian uang
harus menunggu korupsinya terbukti terlebih dahulu. Misalnya saja, yang dilakukan
pada Nazaruddin. Padahal, seharusnya sejak awal sudah didakwakan bersamaan.
Dalam hal ini perlu dipahami bahwa dalam penangan perkara Angelina yang diduga
ada aliran dana yang mengalir, KPK seharusnya langsung menyangkakan juga
pencucian uangnya agar tidak saja akan bermuara pada apakah ada pencucian uang
yang dilakukan Angelina, tetapi juga siapa yang menerima meskipun mereka tidak
terlibat korupsinya. Dalam UU TPPU orang yang mengalirkan hasil kejahatan
ataupun yang mene rima hasil kejahatan sepanjang yang bersangkutan mengetahui
atau paling tidak patut menduga uang terse but berasal dari kejahatan adalah
pelaku pencucian uang.
Secara lengkap yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian
uang seperti tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 untuk Undang-Undang No 8 Tahun
2010 gambarannya sebagai berikut. Pasal 3: setiap orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama
20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Pasal 4: setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan
yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimak sud dalam Pasal 2 ayat (1)
dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama
20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Pasal 5: (1) setiap orang yang meneri ma atau menguasai
penempatan, pentrans feran, pembayaran, hi bah, sumbangan, peni tipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya tau patut
diduganya me atau patut diduganya me rupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima
tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana di atur dalam
undang undang ini.
Ketentuan antipencucian uang secara teoretis dapat digunakan
untuk menjerat para koruptor bukan dari hulunya, melainkan dari hilirnya, yaitu
dengan penelusuran ke mana aliran dana korupsi itu bermuara (follow the money as a proceed of crime/corruption).
Dengan demikian, harus dipahami bahwa koruptor yang kemudian mengalirkan uang
hasil korupsinya berarti telah melakukan dua kejahatan sekaligus (korupsi dan
pencucian uang) dan itu idealnya dalam satu dakwaan. Selain itu, orang yang
menerima hanya dijerat dengan pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 5.
Karena pencucian uang fokus pada penelusuran aliran dana hasil korupsi
(kejahatan lain), upaya pemblokiran dana atau penyitaan harus disegerakan untuk
keperluan tujuan akhir, yaitu perampasan. Tentu selain itu memenjarakan pelaku.
Keuntungan Penerapan UU TPPU
Dengan penggunaan UU TPPU, pengungkapan korupsi bisa diawali
dengan menelusuri aliran dana atau transaksi yang dilakukan tersangka. Termasuk
dalam hal itu nantinya diharapkan ditemukan adanya aliran dana pada pihak lain.
Artinya pendekatan itu merupakan strategi pengembangan penyidikan yang tentu
tidak perlu lagi bergantung pada pengakuan tersangka, tetapi mencari tersangka
lain dengan cara menemukan di mana aliran dana bermuara. Pendekatan pencucian
uang bisa memberdayakan bantuan PPATK untuk meminta data aliran dana yang
mencurigakan yang telah dianalisis PPATK.
Selain itu, dengan menggunakan pasal pencucian uang,
pembukaan rekening bisa lebih cepat dan juga lebih cepat dilakukan pengamanan
seperti penundanaan transaksi atau pemblokiran rekening. Terkait dengan adanya
dugaan bahwa ada hasil kejahatan yang dicuci, bisa diterapkan pembuktian
terbalik di pengadilan, yaitu terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya
bukan merupakan hasil kejahatan (Pasal 77) dengan cara mengajukan alat bukti
yang cukup (Pasal 78). Bila terdakwa tidak bisa membuktikan, harta kekayaannya
dirampas dan dinyatakan terbukti melakukan pencucian uang. Hal itu pernah
dilakukan terhadap perkara korupi Bahasyim.
Tidak Boleh Ragu
Dengan uraian tersebut seharusnya KPK tidak ragu lagi untuk
menerapkan sangkaan pencucian uang pada Angelina sebagaimana yang dilakukan
pada Wa Ode. Dengan menerapkan UU TPPU, akan lebih mudah dicari (dan lebih
cepat) dikembangkan siapa saja yang terlibat dalam mafia korupsi dan pencucian
uang terkait dengan kasus Angelina. Itu terutama untuk mencari bukti apakah
nama-nama yang pernah disebutkan menerima aliran dana dari Angelina seperti Mirwan
Hamid, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan I Wayan Koster benar terdapat
aliran kepada mereka, bagaimanapun nama-nama tersebut telah disebutkan dalam
kesaksian di pengadilan.
KPK juga sangat dituntut untuk lebih menguasai teknis
yuridis penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang terkait dengan pencucian
uang, dan segala strateginya, terutama memulai dari penelusuran aliran dana
hasil korupsi, yang akan bermuara pada siapa pun yang menikmati hasil korupsi
akan diseret ke pengadilan, dipenjara, dan terkena perampasan harta. Untuk
menyemangati KPK, perlu disampaikan di sini bahwa kepolisian dan kejaksaan
telah menyidik sekaligus menuntut terkait dengan korupsi plus pencucian uang,
dan mereka berhasil. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar