Seleksi Masuk
PTN Jalur Tertulis Akankah Dihapus?
Elin Driana ; Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Prof Dr Hamka Jakarta;
Salah Seorang Koordinator Education Forum
SUMBER : KOMPAS, 11
Mei 2012
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggulirkan
rencana untuk menghapus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur
ujian tertulis.
Ke depan, hanya ada dua sistem penerimaan
mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN). Pertama, Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan yang didasarkan pada
nilai rapor, ranking siswa, dan nilai UN. Kedua, seleksi mandiri yang
dilaksanakan oleh masing-masing PTN.
Sebelum Kemdikbud dan PTN menetapkan sistem
seleksi baru ini, perlu kajian terhadap sistem seleksi yang ada dan
diinformasikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kebijakan baru akan ditopang
oleh bukti-bukti kuat guna menumbuhkan tradisi ”evidence-based policy” dalam
pengambilan kebijakan.
Ada tiga hal penting yang perlu dikaji
sebelum mengubah sistem penerimaan. Pertama, perbedaan fungsi UN dan SNMPTN
jalur ujian tertulis. Kedua, validitas prediktif. Ketiga, dampak perubahan
sistem terhadap komposisi mahasiswa di PTN.
Fungsi
Ujian nasional (UN) dan SNMPTN jalur ujian
tertulis memiliki fungsi berbeda. UN didesain untuk menguji kemampuan siswa
mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan sehingga lebih bersifat
criterion-referenced test. Hasil tes siswa tidak dibandingkan dengan siswa
lain, tetapi lebih untuk melihat kemampuan setiap siswa memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan. Dengan demikian, siswa bisa lulus atau tidak lulus 100 persen.
Sementara SNMPTN maupun tes seleksi perguruan
tinggi lainnya didesain untuk menyeleksi siswa yang dianggap mampu mengikuti
perkuliahan di perguruan tinggi sehingga lebih bersifat norm-referenced test.
Hasil tes siswa dibandingkan satu sama lain untuk menentukan siswa yang layak
diterima sesuai kapasitas yang dimiliki PT.
Apakah UN dapat menjalankan fungsi sebagai
salah satu penentu kelulusan dari SMA/SMK dan sekaligus salah satu kriteria
penerimaan mahasiswa baru di PTN? Secara teoretis, hasil tes yang valid untuk
menjalankan fungsi tertentu belum tentu valid untuk fungsi lainnya. Fungsi yang
berbeda membuat desain soal menjadi berbeda pula. Kesimpulannya, hasil UN belum
tentu dapat digunakan untuk kedua fungsi di atas secara bersamaan.
Validitas Prediktif
Salah satu aspek validitas yang dikaji dalam
penggunaan indikator kuantitatif untuk seleksi mahasiswa ke perguruan tinggi
adalah validitas prediktif (predictive validity),
yaitu kemampuan indikator tersebut dalam memprediksi keberhasilan mahasiswa di
perguruan tinggi. Apakah UN maupun seleksi mandiri oleh masing-masing PTN
memiliki validitas prediktif minimal setara SNMPTN tulis? Hasil penelitian
menunjukkan bahwa korelasi (dalam rentang 0-1) antara UN dan SNMTPN tulis
sangat rendah, hanya 0,2 untuk IPA dan 0,18 untuk IPS.
Sebagai perbandingan, sebagian besar
penelitian tentang seleksi masuk perguruan tinggi di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa nilai siswa dan ranking di sekolah memiliki validitas
prediktif paling tinggi dibandingkan dengan SAT I ataupun SAT II (Linn, 2005;
Perry, Brown & Sawrey; 2005). SAT I adalah aptitude test, yang digunakan
untuk menguji kemampuan penalaran matematika dan verbal secara umum. SNMPTN
tulis juga menggunakan tes semacam ini yang dikenal dengan tes potensi akademik
(TPA). Sementara SAT II merupakan achievement test yang terkait kurikulum
sekolah.
Meskipun demikian, kemampuan berbagai ukuran
kuantitatif di atas masih belum memadai dalam menjelaskan keberhasilan
mahasiswa di perguruan tinggi. Robert Jeffrey Sternberg (2008) menggagas
indikator yang lebih komprehensif dalam seleksi calon mahasiswa melalui The Rainbow Project yang diuji coba di Tufts University.
Indikator tersebut adalah kemampuan analitis,
kemampuan kreatif, dan kemampuan praktis. Hal ini sejalan dengan kecenderungan
perguruan tinggi di Amerika dan Eropa saat ini untuk tidak semata-mata bertumpu
pada ukuran kuantitatif, tetapi menilai calon mahasiswa secara lebih utuh.
SNMPTN jalur undangan yang digunakan sejak
tahun lalu tampaknya cukup memberi harapan meskipun terdapat variasi nilai
rapor antarsekolah dan kemungkinan manipulasi nilai rapor. Ranking siswa dan
konsistensi ranking yang tinggi membantu mengeliminasi dampak variasi tersebut.
Selain itu, panitia SNMPTN jalur undangan juga telah menentukan persentase
siswa yang dapat mengikuti jalur undangan berdasarkan akreditasi sekolah. PTN
pun dapat menilai kredibilitas tiap sekolah berdasarkan berbagai indikator.
Prestasi akademik dan non-akademik siswa juga dapat membantu untuk menilai
calon mahasiswa.
Pertanyaannya, apakah menambahkan nilai UN
sebagai kriteria seleksi ke PTN dapat meningkatkan validitas prediktif oleh
nilai rapor dan ranking siswa mengingat rendahnya korelasi antara nilai UN dan
nilai SNMPTN jalur tertulis?
Komposisi Mahasiswa
Aspek lain yang dalam menentukan sistem
seleksi mahasiswa ke PTN adalah kaitannya dengan komposisi mahasiswa. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa hasil tes, seperti SAT I, SAT II dan ACT, ujian
kelulusan, dan nilai rapor siswa, berkaitan dengan status sosial ekonomi siswa
(Kobrin, Camara, & Milewski, 2002; Zwick, 2005).
Dengan demikian, peluang lebih besar ada pada
calon mahasiswa yang berasal dari kalangan lebih mampu secara ekonomi. Hal ini
dapat dijelaskan oleh adanya multiple advantageous yang dimiliki siswa
berkondisi sosial ekonomi lebih baik dan multiple disadvantegous yang dimiliki
siswa dengan kondisi sosial ekonomi kurang baik.
Kajian serupa perlu dilakukan oleh PTN di
Tanah Air untuk memastikan bahwa sistem seleksi mahasiswa baru tidak lebih
menguntungkan calon mahasiswa dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik.
Sistem tersebut harus mampu memberikan peluang yang setara bagi calon mahasiswa
dari berbagai lapisan masyarakat. Ini karena keragaman komposisi mahasiswa di
perguruan tinggi akan memberikan pengalaman yang lebih kaya dan berharga bagi
para mahasiswa.
Harapan untuk menjaring calon mahasiswa yang
unggul selayaknya diparalelkan dengan upaya untuk menjamin akses yang setara
bagi calon mahasiswa dari berbagai lapisan masyarakat. Upaya ini tampaknya
tidak dapat disandarkan semata-mata pada sistem seleksi yang digunakan, tetapi
juga pada upaya untuk mengurangi dampak sosial ekonomi terhadap pencapaian
siswa sejak dini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar