Jumat, 11 Mei 2012

Seleksi Masuk PTN Jalur Tertulis Akankah Dihapus?


Seleksi Masuk PTN Jalur Tertulis Akankah Dihapus?
Elin Driana ;  Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Prof Dr Hamka Jakarta; Salah Seorang Koordinator Education Forum
SUMBER :  KOMPAS, 11 Mei 2012


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggulirkan rencana untuk menghapus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur ujian tertulis.

Ke depan, hanya ada dua sistem penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN). Pertama, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan yang didasarkan pada nilai rapor, ranking siswa, dan nilai UN. Kedua, seleksi mandiri yang dilaksanakan oleh masing-masing PTN.

Sebelum Kemdikbud dan PTN menetapkan sistem seleksi baru ini, perlu kajian terhadap sistem seleksi yang ada dan diinformasikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kebijakan baru akan ditopang oleh bukti-bukti kuat guna menumbuhkan tradisi ”evidence-based policy” dalam pengambilan kebijakan.

Ada tiga hal penting yang perlu dikaji sebelum mengubah sistem penerimaan. Pertama, perbedaan fungsi UN dan SNMPTN jalur ujian tertulis. Kedua, validitas prediktif. Ketiga, dampak perubahan sistem terhadap komposisi mahasiswa di PTN.

Fungsi

Ujian nasional (UN) dan SNMPTN jalur ujian tertulis memiliki fungsi berbeda. UN didesain untuk menguji kemampuan siswa mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan sehingga lebih bersifat criterion-referenced test. Hasil tes siswa tidak dibandingkan dengan siswa lain, tetapi lebih untuk melihat kemampuan setiap siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Dengan demikian, siswa bisa lulus atau tidak lulus 100 persen.

Sementara SNMPTN maupun tes seleksi perguruan tinggi lainnya didesain untuk menyeleksi siswa yang dianggap mampu mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi sehingga lebih bersifat norm-referenced test. Hasil tes siswa dibandingkan satu sama lain untuk menentukan siswa yang layak diterima sesuai kapasitas yang dimiliki PT.

Apakah UN dapat menjalankan fungsi sebagai salah satu penentu kelulusan dari SMA/SMK dan sekaligus salah satu kriteria penerimaan mahasiswa baru di PTN? Secara teoretis, hasil tes yang valid untuk menjalankan fungsi tertentu belum tentu valid untuk fungsi lainnya. Fungsi yang berbeda membuat desain soal menjadi berbeda pula. Kesimpulannya, hasil UN belum tentu dapat digunakan untuk kedua fungsi di atas secara bersamaan.

Validitas Prediktif

Salah satu aspek validitas yang dikaji dalam penggunaan indikator kuantitatif untuk seleksi mahasiswa ke perguruan tinggi adalah validitas prediktif (predictive validity), yaitu kemampuan indikator tersebut dalam memprediksi keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Apakah UN maupun seleksi mandiri oleh masing-masing PTN memiliki validitas prediktif minimal setara SNMPTN tulis? Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi (dalam rentang 0-1) antara UN dan SNMTPN tulis sangat rendah, hanya 0,2 untuk IPA dan 0,18 untuk IPS.

Sebagai perbandingan, sebagian besar penelitian tentang seleksi masuk perguruan tinggi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa nilai siswa dan ranking di sekolah memiliki validitas prediktif paling tinggi dibandingkan dengan SAT I ataupun SAT II (Linn, 2005; Perry, Brown & Sawrey; 2005). SAT I adalah aptitude test, yang digunakan untuk menguji kemampuan penalaran matematika dan verbal secara umum. SNMPTN tulis juga menggunakan tes semacam ini yang dikenal dengan tes potensi akademik (TPA). Sementara SAT II merupakan achievement test yang terkait kurikulum sekolah.

Meskipun demikian, kemampuan berbagai ukuran kuantitatif di atas masih belum memadai dalam menjelaskan keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Robert Jeffrey Sternberg (2008) menggagas indikator yang lebih komprehensif dalam seleksi calon mahasiswa melalui The Rainbow Project yang diuji coba di Tufts University.

Indikator tersebut adalah kemampuan analitis, kemampuan kreatif, dan kemampuan praktis. Hal ini sejalan dengan kecenderungan perguruan tinggi di Amerika dan Eropa saat ini untuk tidak semata-mata bertumpu pada ukuran kuantitatif, tetapi menilai calon mahasiswa secara lebih utuh.

SNMPTN jalur undangan yang digunakan sejak tahun lalu tampaknya cukup memberi harapan meskipun terdapat variasi nilai rapor antarsekolah dan kemungkinan manipulasi nilai rapor. Ranking siswa dan konsistensi ranking yang tinggi membantu mengeliminasi dampak variasi tersebut. Selain itu, panitia SNMPTN jalur undangan juga telah menentukan persentase siswa yang dapat mengikuti jalur undangan berdasarkan akreditasi sekolah. PTN pun dapat menilai kredibilitas tiap sekolah berdasarkan berbagai indikator. Prestasi akademik dan non-akademik siswa juga dapat membantu untuk menilai calon mahasiswa.

Pertanyaannya, apakah menambahkan nilai UN sebagai kriteria seleksi ke PTN dapat meningkatkan validitas prediktif oleh nilai rapor dan ranking siswa mengingat rendahnya korelasi antara nilai UN dan nilai SNMPTN jalur tertulis?

Komposisi Mahasiswa

Aspek lain yang dalam menentukan sistem seleksi mahasiswa ke PTN adalah kaitannya dengan komposisi mahasiswa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil tes, seperti SAT I, SAT II dan ACT, ujian kelulusan, dan nilai rapor siswa, berkaitan dengan status sosial ekonomi siswa (Kobrin, Camara, & Milewski, 2002; Zwick, 2005).

Dengan demikian, peluang lebih besar ada pada calon mahasiswa yang berasal dari kalangan lebih mampu secara ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan oleh adanya multiple advantageous yang dimiliki siswa berkondisi sosial ekonomi lebih baik dan multiple disadvantegous yang dimiliki siswa dengan kondisi sosial ekonomi kurang baik.

Kajian serupa perlu dilakukan oleh PTN di Tanah Air untuk memastikan bahwa sistem seleksi mahasiswa baru tidak lebih menguntungkan calon mahasiswa dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Sistem tersebut harus mampu memberikan peluang yang setara bagi calon mahasiswa dari berbagai lapisan masyarakat. Ini karena keragaman komposisi mahasiswa di perguruan tinggi akan memberikan pengalaman yang lebih kaya dan berharga bagi para mahasiswa.

Harapan untuk menjaring calon mahasiswa yang unggul selayaknya diparalelkan dengan upaya untuk menjamin akses yang setara bagi calon mahasiswa dari berbagai lapisan masyarakat. Upaya ini tampaknya tidak dapat disandarkan semata-mata pada sistem seleksi yang digunakan, tetapi juga pada upaya untuk mengurangi dampak sosial ekonomi terhadap pencapaian siswa sejak dini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar