Selasa, 01 Mei 2012

Puteri Minus “Behavior”


Puteri Minus “Behavior”
Toto Suparto, Pengkaji Masalah Etika
SUMBER : SUARA MERDEKA, 01 Mei 2012


SERASA sebuah dongeng, seorang putri cantik dijebloskan ke dalam bui. Adalah Puteri Indonesia 2001 yang Jumat (27/4) sore digiring ke kamar tahanan berukuran 3,1 x  3,5 meter di basement gedung KPK di Jakarta. Kamar itu dilengkapi sebuah tempat tidur, sebuah meja, dan kipas angin, serta diawasi terus-menerus dengan closed circuit television (CCTV).  

Kondisi itu tentu membuat sang Puteri menderita mengingat kesehariannya bergelimang kemewahan, bahkan beberapa media menggambarkannya sebagai sosok glamour. Namun itulah realitas kehidupan. Kadang di atas, saat lain di bawah. Kini sang Puteri tengah menuju bagian bawah roda kehidupan akibat ulahnya yang menafikan sikap eling lan waspada.

Sejatinya kalau tetap eling lan waspada, minimal ia masih memiliki behavior. Sebelas tahun lalu, saat menyabet gelar Puteri Indonesia 2001 tim juri menyatakan ia memiliki 3 B; brain (kecerdasan), beauty (penampilan menarik), dan behavior (berperilaku baik). Waktu itu, 3 B merupakan parameter penilaian untuk  meloloskan layak tidaknya kandidat mengenakan mahkota Puteri Indonesia. Ketika Angelina Patricia Pingkan Sondakh dari Sulawesi Utara, dinobatkan sebagai Puteri Indonesia 2001, berarti ia memiliki 3B memuaskan.

Secara harfiah behavior berarti kelakuan atau tindak-tanduk. Namun Yayasan Puteri Indonesia, penyelenggara Pemilihan Puteri Indonesia, lebih menspesifikasi behavior pada perilaku baik, tindak-tanduk baik. Karena itu, siapa pun yang pernah menyandang gelar Puteri Indonesia, tidak bisa lepas dari asumsi berperilaku baik. Wajar jika kemudian dipertanyakan, mengapa Angie tidak menggambarkan berperilaku baik.

Pertanyaan berikut, apakah ia kehilangan behavior? Saat awal Angie disebut-sebut menerima uang terkait proyek wisma atlet SEA Games maka behaviour itu dipertanyakan.
Ketika meningkat sebagai tersangka oleh KPK pada 3 Februari 2012, behavior itu mulai luntur. Angie pun menjadi Puteri minus behavior setelah ditahan.

Korban Politik

Angie plus behavior adalah Angie yang baik. Bagaimanakah seseorang yang baik? Ternyata susah mendefinisikan kata baik. Bahkan filsuf George Edward Moore mengingatkan jangan bersusah-payah mencari definisi itu. Alasannya, kata baik bersifat primer sehingga tak bisa  dianalisis karena bukan terdiri atas bagian-bagian lagi.

Kini menjadi pertanyaan bersama, 11 tahun begitu mudah kehilangan behavior? Bisa jadi pragmatisme politik mengubah segalanya. Kenikmatan kekuasaan menyuburkan kesadaran praktis. Orang yang berkesadaran praktis tak perlu susah-payah berpikir, mengambil jarak, atau memberi makna atas tindakannya (Anthony Giddens, 1986).

Didorong kesadaran praktis itu maka serbacepat dicapai melalui kebiasaan jalan pintas, melanggar aturan, atau main terabas. Ingin cepat kaya, lantas dipilihlah jalan pintas sekaligus melanggar aturan: korupsi. Bisa disimpulkan, terlibat  korupsi adalah akumulasi dari tindakan yang tidak baik, bukan keutamaan, bukan pula terkategori behavior versi Puteri Indonesia itu. Kini sang Puteri minus behavior.  

Politik yang mengabaikan etika, sebagaimana dikemukakan Machiavelli, membangun kesadaran praktis itu. Angie masuk kubangan orang-orang berkesadaran praktis. Integritas 3 B,  terutama behavior, tergerogoti. Dua lainnya, brain dan beauty, dia jadikan modal politik. Sang Puteri menjadi korban politik, atau bisa juga mengendarai politik untuk memuaskan hasratnya. Kesadaran praktis itu mengantarkannya ke rumah tahanan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar