Senin, 07 Mei 2012

Pemimpin Biasa, Persoalan Luar Biasa


Pemimpin Biasa, Persoalan Luar Biasa
Andi Rahman Alamsyah; Dosen Sosiologi FISIP UI
SUMBER :  KOMPAS, 07 Mei 2012


Kita menghadapi aneka persoalan luar biasa: korupsi, narkoba, fundamentalisme agama, kemiskinan, ancaman krisis energi, ledakan penduduk, kerusakan lingkungan hidup, infrastruktur buruk, dan kriminalitas merajalela.

Akan tetapi, sayangnya, yang kita punya cuma pemimpin tipikal pegawai, pekerja, yang lebih cocok mengatasi persoalan-persoalan sederhana, rutin, mudah diprediksi. Apa indikasi dari pemimpin biasa tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap berbagai persoalan yang tengah mendera bangsa ini?

Pemimpin jenis itu kurang berani atau lamban mengambil keputusan sebagai jalan keluar untuk setiap persoalan. Atau, ia seolah-olah mengambil keputusan, padahal sebenarnya tidak, melalui proses berliku yang mengasyikan sebagai sebuah tontonan demi menutupi keragu-raguan yang menghinggapinya.

Ia juga kerap menyerahkan kepada bawahan untuk mengambil keputusan. Sang bawahan harus siap menjadi kambing hitam andai keputusan yang diambil dianggap salah oleh rakyat.

Pemimpin biasa membiarkan persoalan mengambang tanpa keputusan. Padahal, keputusan diperlukan demi kepastian sekalipun hal itu mungkin salah atau mendapat penentangan.

Jika pemimpin luar biasa berani menanggung risiko, pemimpin biasa cenderung menghindari risiko. Ia lebih memilih jalan aman yang menyenangkan semua orang. Ia terlalu takut kehilangan banyak hal: jabatan, kekayaan, gengsi, citra.

Namun, sebetulnya—dengan tidak memiliki keberanian seperti itu—ia telah kehilangan banyak hal: momentum untuk melakukan langkah-langkah besar, yang akan membuat namanya tercatat dengan tinta emas dalam panggung sejarah. Karena takut mengambil risiko, ia biasanya muncul di ujung cerita dengan gaya bak pahlawan manakala segala sesuatu dipastikan tak berisiko atau risiko telah diambil alih bawahan.

Tindak tanduk pemimpin biasa tidak dapat menjadi sumber inspirasi positif bagi rakyat. Alih-alih menjadi sumber inspirasi, pemimpin biasa malah sering kali menyuguhi rakyat dengan kemelut demi kemelut yang membosankan. Padahal, jika seorang pemimpin dapat menjadi sumber inspirasi, separuh bebannya akan berkurang karena rakyat akan memiliki kegairahan bergerak secara bersama-sama ke arah yang lebih baik.

Catatan Kaki Sejarah

Dalam menghadapi persoalan, pemimpin biasa lebih menekankan pada hal-hal yang sifatnya prosedural dan normatif. Ia melakukan itu demi menghindari risiko karena dengan berpatokan pada keduanya, langkah yang dilakukan lebih mudah diprediksi. Padahal, adakalanya beberapa persoalan perlu dihadapi dengan cara-cara yang mengorbankan prosedur, tidak normatif, tetapi tidak mengabaikan substansi.

Jika pemimpin luar biasa gemar bicara hal-hal besar—seperti kemerdekaan, nasionalisme, pembangunan, rakyat adil makmur sejahtera—yang dapat memberi inspirasi, pemimpin biasa lebih suka bicara hal-hal kecil yang berorientasi pada dirinya sendiri.

Di tengah pengawalan ketat orang-orang terlatih bersenjata lengkap, pemimpin biasa masih sempat secara melankolik menyampaikan kepada rakyat betapa jiwanya terancam. Sementara rakyat sendiri bukan lagi dalam tahap terancam, melainkan sudah banyak yang mati sia-sia di jalanan karena prasarana dan sarana transportasi yang buruk dan kriminalitas yang merajalela.

Demi menutupi segala kelemahannya, perilaku pemimpin biasa kerap tak otentik. Daripada tampil apa adanya, ia lebih memilih memoles diri dengan beragam citra yang manipulatif. Padahal, bagi seorang pemimpin, otentisitas adalah hal yang penting karena dapat merefleksikan kejujuran sekaligus bisa menjadi sumber inspirasi bagi rakyat.

Karena yang kita punya hanya pemimpin biasa, bukan pemimpin luar biasa, tak mengherankan kalau banyak persoalan besar yang kita hadapi tak jelas ujung pangkalnya. Dalam banyak hal, kita serba kedodoran. Alih-alih tuntas, persoalan demi persoalan malah berlarut-larut, berputar-putar semakin rumit. Involusi, kata antropolog Clifford Geertz.

Sayang sekali karena kita diberkahi kondisi struktural dan kultural (sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah, peringkat investasi yang baik, sistem politik yang stabil, pasar dalam negeri yang besar, dan sebagainya) yang memungkinkan kita untuk melakukan lompatan-lompatan jauh, seperti China, Brasil, atau India. Namun, tak perlu berkecil hati karena demokrasi memberikan jalan ke luar.

Kita masih memiliki waktu untuk menimbang-nimbang siapa pemimpin berkategori luar biasa yang akan kita pilih dalam Pemilu 2014. Dan, untuk sementara waktu, biarlah si pemimpin biasa menyelesaikan tugasnya dengan tenang sebelum semua itu kita simpan sekadar catatan kaki dalam sejarah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar