Pemimpin Biasa, Persoalan Luar Biasa
Andi Rahman Alamsyah; Dosen
Sosiologi FISIP UI
SUMBER : KOMPAS, 07
Mei 2012
Kita
menghadapi aneka persoalan luar biasa: korupsi, narkoba, fundamentalisme agama,
kemiskinan, ancaman krisis energi, ledakan penduduk, kerusakan lingkungan
hidup, infrastruktur buruk, dan kriminalitas merajalela.
Akan
tetapi, sayangnya, yang kita punya cuma pemimpin tipikal pegawai, pekerja, yang
lebih cocok mengatasi persoalan-persoalan sederhana, rutin, mudah diprediksi.
Apa indikasi dari pemimpin biasa tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap
berbagai persoalan yang tengah mendera bangsa ini?
Pemimpin
jenis itu kurang berani atau lamban mengambil keputusan sebagai jalan keluar
untuk setiap persoalan. Atau, ia seolah-olah mengambil keputusan, padahal
sebenarnya tidak, melalui proses berliku yang mengasyikan sebagai sebuah
tontonan demi menutupi keragu-raguan yang menghinggapinya.
Ia
juga kerap menyerahkan kepada bawahan untuk mengambil keputusan. Sang bawahan
harus siap menjadi kambing hitam andai keputusan yang diambil dianggap salah
oleh rakyat.
Pemimpin
biasa membiarkan persoalan mengambang tanpa keputusan. Padahal, keputusan
diperlukan demi kepastian sekalipun hal itu mungkin salah atau mendapat
penentangan.
Jika
pemimpin luar biasa berani menanggung risiko, pemimpin biasa cenderung
menghindari risiko. Ia lebih memilih jalan aman yang menyenangkan semua orang.
Ia terlalu takut kehilangan banyak hal: jabatan, kekayaan, gengsi, citra.
Namun,
sebetulnya—dengan tidak memiliki keberanian seperti itu—ia telah kehilangan
banyak hal: momentum untuk melakukan langkah-langkah besar, yang akan membuat
namanya tercatat dengan tinta emas dalam panggung sejarah. Karena takut
mengambil risiko, ia biasanya muncul di ujung cerita dengan gaya bak pahlawan
manakala segala sesuatu dipastikan tak berisiko atau risiko telah diambil alih
bawahan.
Tindak
tanduk pemimpin biasa tidak dapat menjadi sumber inspirasi positif bagi rakyat.
Alih-alih menjadi sumber inspirasi, pemimpin biasa malah sering kali menyuguhi
rakyat dengan kemelut demi kemelut yang membosankan. Padahal, jika seorang
pemimpin dapat menjadi sumber inspirasi, separuh bebannya akan berkurang karena
rakyat akan memiliki kegairahan bergerak secara bersama-sama ke arah yang lebih
baik.
Catatan Kaki Sejarah
Dalam
menghadapi persoalan, pemimpin biasa lebih menekankan pada hal-hal yang
sifatnya prosedural dan normatif. Ia melakukan itu demi menghindari risiko
karena dengan berpatokan pada keduanya, langkah yang dilakukan lebih mudah
diprediksi. Padahal, adakalanya beberapa persoalan perlu dihadapi dengan
cara-cara yang mengorbankan prosedur, tidak normatif, tetapi tidak mengabaikan
substansi.
Jika
pemimpin luar biasa gemar bicara hal-hal besar—seperti kemerdekaan,
nasionalisme, pembangunan, rakyat adil makmur sejahtera—yang dapat memberi
inspirasi, pemimpin biasa lebih suka bicara hal-hal kecil yang berorientasi
pada dirinya sendiri.
Di
tengah pengawalan ketat orang-orang terlatih bersenjata lengkap, pemimpin biasa
masih sempat secara melankolik menyampaikan kepada rakyat betapa jiwanya
terancam. Sementara rakyat sendiri bukan lagi dalam tahap terancam, melainkan
sudah banyak yang mati sia-sia di jalanan karena prasarana dan sarana
transportasi yang buruk dan kriminalitas yang merajalela.
Demi
menutupi segala kelemahannya, perilaku pemimpin biasa kerap tak otentik.
Daripada tampil apa adanya, ia lebih memilih memoles diri dengan beragam citra
yang manipulatif. Padahal, bagi seorang pemimpin, otentisitas adalah hal yang
penting karena dapat merefleksikan kejujuran sekaligus bisa menjadi sumber
inspirasi bagi rakyat.
Karena
yang kita punya hanya pemimpin biasa, bukan pemimpin luar biasa, tak
mengherankan kalau banyak persoalan besar yang kita hadapi tak jelas ujung
pangkalnya. Dalam banyak hal, kita serba kedodoran. Alih-alih tuntas, persoalan
demi persoalan malah berlarut-larut, berputar-putar semakin rumit. Involusi,
kata antropolog Clifford Geertz.
Sayang
sekali karena kita diberkahi kondisi struktural dan kultural (sumber daya alam
dan tenaga kerja yang melimpah, peringkat investasi yang baik, sistem politik
yang stabil, pasar dalam negeri yang besar, dan sebagainya) yang memungkinkan
kita untuk melakukan lompatan-lompatan jauh, seperti China, Brasil, atau India.
Namun, tak perlu berkecil hati karena demokrasi memberikan jalan ke luar.
Kita
masih memiliki waktu untuk menimbang-nimbang siapa pemimpin berkategori luar
biasa yang akan kita pilih dalam Pemilu 2014. Dan, untuk sementara waktu,
biarlah si pemimpin biasa menyelesaikan tugasnya dengan tenang sebelum semua
itu kita simpan sekadar catatan kaki dalam sejarah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar