Selasa, 01 Mei 2012

Pemberdayaan Pulau Terdepan sebagai Bagian Integral Pertahanan


Pemberdayaan Pulau Terdepan
sebagai Bagian Integral Pertahanan
Rosihan Arsyad, Anggota International SLOC Group, Pemimpin Umum Sinar Harapan
SUMBER : SINAR HARAPAN, 30 April 2012


Sebagai konsekuensi negara yang merupakan wilayah samudra luas ditaburi oleh 13.500 pulau dengan wilayah sepanjang 3.000 mil laut dari Merauke sampai Sabang serta terletak pada persilangan dua benua dan dua samudera, Indonesia memiliki perbatasan laut, darat, dan udara dengan negara tetangga.

Wilayah Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini (PNG), Australia, dan Timor Leste. Terdapat 92 pulau terdepan dan 12 di antaranya rawan konflik, yaitu: Rondo, Sekatung, Berhala, Nipa, Marore, Miangas, Marampit, Fani, Fanildo, Brass, Batek, dan Pulau Dana.

Permasalahan Wilayah Perbatasan

Wilayah perbatasan darat, laut, dan udara serta pulau terdepan memiliki karakteristik permasalahan masing-masing. Namun permasalahan utama adalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan terganggunya kedaulatan negara di wilayah perbatasan yang ditandai oleh banyaknya pelanggaran wilayah dan intrusi di darat, laut, dan udara.

Masyarakat daerah perbatasan relatif miskin karena mereka hidup hanya mengandalkan hasil alam secara terbatas, terutama di pulau-pulau terdepan yang umumnya kecil, pulau karang rendah atau karang berbukit, terisolasi serta terbatas sumber daya alam dan sangat kurangnya sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, pertumbuhan penduduk negatif disebabkan tingginya urbanisasi dan biaya hidup tinggi karena sangat tergantung dengan wilayah lain serta transportasi yang sulit dan mahal. Peluang kerja juga terbatas karena jumlah penduduk yang relatif kecil dengan persebaran tidak merata menyulitkan pembangunan, pemerintahan, pengawasan, serta pembinaan masyarakat oleh pemerintah.

Sarana, prasarana, dan infrastruktur penunjang kehidupan yang sangat kurang menyebabkan keterbatasan informasi dan komunikasi. Wawasan kebangsaan dan rasa cinta Tanah Air cenderung melemah sehingga wilayah perbatasan dan pulau terdepan mudah diinfiltrasi oleh negara tetangga karena secara sosial ekonomi mereka bergantung kepada negara tetangga.

Dari aspek pertahanan keamanan lainnya, masih terdapat garis batas wilayah yang belum jelas dengan negara tetangga, bahkan disengketakan sehingga dikhawatirkan dapat memicu konflik perbatasan.

Bahkan, sebagian besar batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) belum ditetapkan sehingga menyulitkan penegakan hukum dan berpotensi menjadi sumber pertentangan antarnegara. Batas Laut Teritorial dan Batas Landas Kontinen juga belum semuanya disepakati dengan negara tetangga sehingga dapat menjadi potensi konflik di perbatasan.

Pulau-pulau terdepan yang tak berpenghuni juga sangat rawan terhadap abrasi dan perusakan pihak luar yang akan berdampak serius terhadap keutuhan NKRI. Tak hanya itu, banyak terjadi kriminalitas di laut yang dapat berdampak pada gangguan terhadap kedaulatan NKRI. Daerah perbatasan juga berpeluang menjadi tempat persembunyian dan basis kelompok GPK, penyelundupan, dan kriminal lainnya, termasuk terorisme.

Pemberdayaan Pulau Terdepan

Pengelolaan sumber daya alam dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia selama ini lebih terkonsentrasi di Pulau Besar, terutama di Jawa. Banyak kawasan di perbatasan yang telantar karena diabaikannya pembangunan ekonomi serta penyediaan sarana prasarana ekonomi dan pertahanan keaamanan.

Tak heran kalau kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI terusik karena tapal batas yang digeser oleh pihak tetangga, intrusi pihak asing baik di darat, laut, maupun udara, serta terjadinya berbagai bentuk kriminalitas lintas batas. Para elite seperti kurang paham atau mungkin buta tuli terhadap kenyataan bahwa wilayah perbatasan dan pulau terdepan sebenarnya menyediakan keunggulan bahkan peluang untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan.

Bangsa Indonesia sangat berpotensi menjadi negara besar dan makmur melalui transformasi menjadi negara maritim yang jaya karena memiliki faktor dominan persyaratan untuk menjadi negara maritim, yaitu posisi geografi, wilayah laut yang luas, dan kaya SDA kelautan. Sejarah masa lalu menunjukkan Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit yang menguasai perdagangan Asia dan pengaruh yang besar atas wilayah yang lebih besar dari wilayah Indonesia saat ini.

Alfred Thayer Mahan (dalam The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783), mengatakan ada enam faktor yang menjadikan sebuah bangsa diperhitungkan di laut:
1. Posisi geografi,
2. Wilayah yang berupa kelautan dan kekayaan sumber daya alamnya,
3. Wilayah yang luas,
4. Jumlah penduduk,
5. Karakter masyarakat,
6. Karakter pemerintah, termasuk berbagai institusi nasional.

Selanjutnya, Mahan mengatakan :”It may be pointed out, in the first place, that if a nation be so situated that it is neither forced to defend itself by land nor induced to seek extension of its territory by way of the land, it has, by the very unity of its aim directed upon the sea, an advantage as compared with a people one of whose boundaries is continental”.

Kalimat ini mengandung pengertian bahwa pulau terdepan dan wilayah perbatasan Indonesia yang sebagian besar merupakan laut adalah keunggulan, bukan kerawanan, seandainya dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Wilayah perbatasan memiliki arti yang sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara.

Oleh karena itu, demi kelangsungan dan kejayaan serta kedaulatan bangsa Indonesia di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan, negara tidak boleh hanya menyerahkan pembangunan wilayah perbatasan kepada masyarakat yang tinggal di perbatasan. Namun negara harus secepatnya turun tangan secara nyata, bukan hanya berwacana dengan membentuk institusi baru, padahal sudah banyak tumpang tindih kewenangan dalam pembangunan pulau terdepan.

Negara perlu segera mengadakan affirmative action sebagai berikut:
Pertama, memperkuat landasan hukum dengan menetapkan undang-undang batas wilayah antara Indonesia dengan negara tetangga. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara harus dioperasionalisasikan dengan menetapkan peraturan pelaksanaannya, termasuk mencantumkan secara jelas koordinat batas dengan negara tetangga.
 
Kedua, membuat perencanaan yang komprehensif dengan memperhatikan aspek kesejahteraan dan keamanan serta meningkatkan koordinasi, informasi, sinkronisasi, dan sinergi pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan antar-instansi dan sektor terkait serta antara pemerintah pusat dan daerah melalui pendekatan yang bersifat holistik integral.

Ketiga, mengintensifkan upaya pemberdayaan dan pembangunan masyarakat di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan secara serasi dan terpadu dengan memperhatikan kearifan lokal serta potensi dan karakteristik wilayah perbatasan. Indonesia tidak boleh lagi kehilangan sebuah pulau pun, termasuk kedaulatan atas laut dan hak berdaulat di laut sebagai konsekuensi hukum atas kehilangan kedaulatan wilayah tersebut.

Kebijakan yang harus dilakukan mencakup pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan dengan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai beranda depan wilayah negara, yakni pintu gerbang utama negara. Wilayah perbatasan adalah beranda terdepan yang harus secara agresif dan progresif dikembangkan. Sesuai potensi dan kondisi serta posisi strategis masing-masing, ada pulau terdepan yang dijadikan sentra pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ada pula yang dijadikan titik kuat (strong point) untuk pijakan bagi pengendalian laut, proyeksi kekuatan militer, pengawasan keamanan, dan keselamatan di laut maupun untuk memelihara kerja sama internasional khususnya di bidang maritim.

Diperlukan political will dan komitmen semua pihak untuk membangun wilayah perbatasan darat maupun laut yang semuanya masuk dalam kategori daerah tertinggal. Negara harus segera berupaya sungguh-sungguh untuk memberdayakan mereka dengan menciptakan peluang kerja dan usaha dengan dukungan permodalan, ilmu pengetahuan, pelatihan, teknologi, dan mekanisasi.

Negara harus menjadikan pulau terdepan dan wilayah perbatasan sebagai sabuk pengaman penjaga keutuhan, kemerdekaan, dan kedaulatan NKRI, sekaligus sebagai sumber kemakmuran serta kejayaan bangsa Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar