Pak JK, Masjid Menunggu
Duski Samad; Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam
Bonjol Padang,
Ketua Mustasyar DMI Kota Padang
SUMBER : REPUBLIKA, 05 Mei 2012
Bersedia
dan terpilihnya secara aklamasi H Muhamad Yusuf Kalla yang lebih populer dengan
panggilan JK sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia pada Muktamar DMI 2729
April 2012 di Asrama haji Pondok Gede Jakarta adalah angin segar bagi kemajuan
dunia permasjidan di Tanah Air. Mantan wakil presiden RI yang di kenal dengan
jargon “lebih cepat, lebih baik” adalah pribadi yang tidak pernah absen dalam
memberikan perhatian pada masjid.
Perhatian
dan keterlibatan Pak JK pada masjid bukan saja mendirikan masjid, memberikan
bantuan pada masjid, dan menjadi pengurus masjid, melainkan juga dapat
dikatakan bahwa masjid bagi Pak JK adalah bagian dari dirinya sendiri. Tepat
sekali jika peserta Muktamar DMI menyepakati suara bulat (aklamasi) beliau
sebagai ketua umum.
Keberadaan
DMI adalah aset umat yang hendaknya lebih mampu membaca dan mengikuti derap
kemajuan umat yang diayominya. Perubahan sosial kemasyarakatan dan kehidupan
para peng huni masjid dan umat yang berkebutuhan dengan masjid tentu tidak akan
bisa terpenuhi apabila DMI tidak diurus oleh tokoh yang memiliki pengaruh dan
kesungguhan yang sudah teruji. Sosok JK tepat untuk itu.
Dari
sisi kelembagaan masjid, peng urus masjid dan DMI adalah organisasi keumatan
yang dihargai umat. Penghargaan umat terhadap institusi masjid belum sepenuhnya
dapat dijalankan oleh pengelola lembaga ini. Penyederhanaan fungsi dan kedudukan
pengurus masjid dan DMI bisa jadi oleh karena kurang berwibawanya pengurus atau
memang pengurus masjid dan DMI itu sendiri tidak mampu memperlihatkan aktivitas
dan pengayamonannya.
Sejarah
mencatat bahwa fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai tempat
pelaksanaan ibadah dan juga sebagai pusat kebudayaan, pusat ilmu pengetahuan,
pusat informasi, pusat pengembangan ekonomi kerakyatan, pusat pengaturan
strategi perang dan damai, serta pusat pembinaan dan pengembangan sumber daya
umat secara keseluruhan. Berfungsinya masjid sebagai pusat kegiatan
kemasyarakatan bukan karena konteks sosial yang masih sederhana, melainkan
justru karena proses manajemen sosial kemasjidan yang telah berfungsi sebagai
pengikat sosial.
Kini
masjid menjadi tereduksi pada sisi ibadah mahdah dan cenderung statis, salah
satu penyebabnya, menurut beberapa pandangan yang mengemuka, adalah lemahnya
fungsi masjid karena kualitas pengurus masjid sangat lemah.
Akhirnya, produktivitas dan peranan masjid lemah. Pendapat lain ada pula yang mengatakan bahwa melemahnya fungsi masjid adalah karena masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman jamaah tentang masjid, perhatian terfokus pada pembangunan fisik dan pemenuhan kebutuhan nonfisik.
Akhirnya, produktivitas dan peranan masjid lemah. Pendapat lain ada pula yang mengatakan bahwa melemahnya fungsi masjid adalah karena masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman jamaah tentang masjid, perhatian terfokus pada pembangunan fisik dan pemenuhan kebutuhan nonfisik.
Memaksimalkan Fungsi
Untuk
kembali membangkitkan peradaban masjid, umat berharap pada DMI yang dinakhodai
oleh pribadi tangguh dan mempunyai integritas diri yang tinggi--Pak JK--untuk
mengaktualisasi fungsi dan aktivitas masjid. Aktualisasi fungsi dan kegiatan
masjid yang dibutuhkan umat pada era digital ini setidaknya ada tiga jenis
bimbingan.
Pertama,
bimbingan ibadah. Pemberian bimbingan dan layanan ibadah masjid di Indonesia
belum banyak terencana, terukur, dan memiliki prosedur tetap yang diterima oleh
umat. Tidak terlalu sulit menunjukkan masih amatirannya bimbingan dan layanan
ibadah di masjid yang dapat ditemui setiap shalat berjamaah, misalnya, masih
terbatas sekali imam, muazin, dan pelayanan ibadah yang kompeten dan
profesional dengan tugas dan kewajibannya.
Layanan
ibadah penting yang sering dilakukan parsial, seperti panitia kurban, panitia
zakat fitrah, panitia santunan anak yatim, dan panitia lainnya adalah cara
kerja yang tidak serius. Ibadah yang sudah jelas waktunya itu mestinya
dimasukkan pada bagian utama dalam kepengurusan masjid.
Kedua,
bimbingan dakwah. Tugas mulia kedua yang diemban oleh DMI dan pengurus masjid
adalah dakwah. Bimbingan dan layanan dakwah di masjid yang belum terencana dan
cendrung sporadis adalah satu penyebab kurang efektifnya peran dakwah.
Kegiatan
khotbah Jumat tanpa arahan dari pengurus masjid telah menjadikan khotbah sesuai
selera khatib dan tidak menyentuh kebutuhan umat. Akibatnya, umat datang shalat
Jumat ke masjid hanya sekadar melakukan ibadah rutin tanpa makna. Perencanaan
dakwah yang diawali dari peta dakwah, pemahaman terhadap masyarakat yang akan
didakwahi, dakwah bil hal (tindakan nyata) terhadap umat yang dirudung masalah
adalah agenda penting DMI dan pengurus masjid pada masa datang.
Ketiga,
layanan kifayah. Peran penting ketiga yang hendaknya diseriusi oleh DMI atau
pengurus masjid adalah meningkatkan layanan kifayah jamaah dan umat sekitar
masjid. Layanan kifayah adalah layanan yang wajib ditunaikan oleh lembaga DMI,
khususnya terhadap umat atau jamaah yang tinggal di sekitar masjid.
Layanan
kifayah yang dimaksudkan adalah memberikan pelayanan terhadap kebutuhan bagi
masyarakat yang diayomi masjid. Di antara layanan kifayah adalah pendidikan
keagamaan anakanak, remaja, dan orang dewasa.
Untuk
mewujudkan DMI dan masjid yang dapat memberikan konstribusi lebih pada umat
maka diperlukan komitmen. DMI, pengurus masjid, dan umat diimbau untuk
menyatakan komitmen bahwa mereka senang membuat penyertaan dan memberikan
sokongan terhadap program masjid. Begitu juga halnya komitmen kepemimpinan
masjid sebagai wahana ibadah dan pengabdian untuk umat. Lebih dari itu, DMI dan
pengurus masjid dituntut memiliki komitmen intelek yang berarti bahwa mereka
bersedia menjadi sumber kekuatan organisasi masjid. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar