Rabu, 09 Mei 2012

Menutup Kesenjangan Digital untuk Percepatan Pembangunan


Menutup Kesenjangan Digital
untuk Percepatan Pembangunan
Paksi Walandouw; Peneliti LPEM UI
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 08 Mei 2012



DI balik berbagai gemerlap kemajuan di bisnis telekomunikasi dan informatika atau dikenal dengan istilah teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ada persoalan serius yang jika dibiarkan bisa menyebabkan bangsa ini masuk paradoks teknologi informasi: di satu pihak ada kelompok yang benar-benar menikmati kemewahan teknologi informasi, sementara di pihak lain masih banyak orang yang hidup dalam zaman batu.

Indikasinya kian terlihat jelas. Pelaku bisnis telekomunikasi masih lebih mengutamakan daerah perkotaan ketimbang perdesaan. Orang kota pun kian jauh meninggalkan orang desa. Pada gilirannya, sangat mungkin, kesenjangan teknologi informasi dan digital bakal mempertajam kesenjangan sosial yang sekarang ini saja sudah menganga lebar.

Memang, kita tidak dapat menyalahkan para penyedia jasa telekomunikasi, baik itu para internet service provider atau para operator seluler penyedia jaringan. Biaya pembangunan infrastruktur, sunk cost yang besar, serta kesulitan penetrasi akibat keterbatasan penggelaran jaringan yang dapat menjangkau daerah terpencil menjadi penyebab utama perbesaran gap fasilitas TIK.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2030, pemerintah telah menetapkan sektor telekomunikasi merupakan salah satu sektor paling strategis untuk mempercepat pembangunan, khususnya di daerah tertinggal (khususnya Indonesia bagian timur). Kesenjangan digital (digital divide) sangat dirasakan tidak saja dalam kaitan paradoks kota besar dan kecil, kota dan desa, tetapi juga dalam suatu kota, terutama sejak penggunaan internet secara luas dan meningkatnya arus informasi yang sangat dominan, yang didukung platform teknologi dan sistem informasi. Kesenjangan digital juga terkait dengan kesetaraan memperoleh peluang.

Pada praktiknya di Indonesia sering kali pengguna menemui keterbatasan dalam menerima informasi dan berkomunikasi disebabkan terbatasnya jaringan bagi perangkat-perangkat yang mereka gunakan.

Tren dunia sejak 1994 ialah pengembangan TIK untuk mempercepat proses-proses dan memperlancar aktivitasaktivitas yang tadinya dilakukan secara konvensional menjadi dapat dilaksanakan secara elektronis. Lebih jauh lagi, TIK berfungsi sebagai enabler dalam hampir setiap aspek kehidupan manusia meskipun penggunannya dalam derajat yang berbeda-beda.

Bagaimana di Indonesia? Penetrasi telepon seluler, memang berkembang sangat pesat, bahkan mencapai quadrual digit growth--sekitar 2.150%! Angka yang fantastis memang. Untuk kebutuhan layanan suara dan SMS, relatif sudah dapat memenuhi standar kualitas jaringan dan layanan yang dipersyaratkan oleh pemerintah. Namun, paradoks kembali menghantui. Kecepatan pertumbuhan tersebut tidak dapat diikuti kecepatan perkembangan infrastuktur yang dibutuhkan untuk layanan broadband. Pertumbuhan pengguna internet saat ini menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal ini merupakan berita baik karena menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu pengguna sudah mulai fasih dengan penggunaan internet, walaupun jaringan yang tersedia belum merata secara nasional.

Kemampuan untuk terlibat secara efektif dalam revolusi jaringan informasi akan menentukan masa depan kesejahteraan bangsa. Berbagai keadaan menunjukkan Indonesia belum mampu mendayagunakan potensi teknologi telematika secara baik. Karena itu, Indonesia terancam oleh digital divide sehingga semakin tertinggal dari negara-negara maju. Kesenjangan prasarana dan sarana telematika antara kota dan perdesaaan juga memperlebar ruang perbedaan sehingga terjadi pula digital divide di dalam negara kita sendiri. Indonesia perlu melakukan terobosan agar dapat secara efektif mempercepat pendayagunaan TIK yang potensinya sangat besar itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan bangsa sebagai landasan yang kukuh bagi pembangunan secara berkelanjutan.

Memang, perangkat teknologi yang masuk ke Indonesia sama baik dengan perangkat di Eropa ataupun Amerka. Namun, kurangnya infrastruktur membuat masyarakat seakan terus memperbarui dan membeli ‘mobil’ yang mereka gunakan, tanpa adanya ‘jalan’ yang memadai untuk dilalui.

Lantas bagaimana memperkecil kesenjangan digital itu? Pertama dan yang terutama ialah dukungan pemerintah dalam penciptaaan kebijakan publik yang meringankan beban para penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi untuk bebas merencanakan teknologi yang mereka gunakan. Kebijakan itu dikenal sebagai netral teknologi.

Di negara-negara lain di Asia seperti Jepang, Thailand, Malaysia, dan Singapura penggunaan netral teknologi berkembang seiring dengan efisiensi penggunaan sumber daya (frekuensi, akses jaringan, biaya, serta kapasitas). Itu mungkin jawaban atas kebutuhan pelanggan untuk mengakses informasi dan berkomunikasi tanpa batasan tempat, waktu, jaringan, perangkat, dan didukung sambungan tanpa jeda.

Beberapa upaya memang sudah dilakukan regulator, tecermin dengan adanya perkenalan akan netral teknologi di dalam beberapa kebijakan. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring pun pernah mengemukakan, “Pembukaan netral teknologi merupakan langkah yang diambil pemerintah dalam mempercepat adopsi teknologi di Indonesia. Hal pasti yang akan terjadi ialah secara hukum pemerintah akan merestui agar Indonesia dapat memiliki teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan geografis.“ Namun, hal itu belum secara optimal diimplementasikan. Pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memberi dukungan kemudahan penggelaran jaringan dan meminimalkan biaya-biaya perizinan yang tidak perlu.

Tidak hanya itu, baik regulator maupun operator akan menerima manfaat yang signifi kan dengan penerapan netral teknologi seperti percepatan informasi dan pembangunan, khususnya bagi daerah-daerah yang sulit dijangkau, kepastian untuk berinvestasi jangka panjang.

Singkat kata, netral teknologi dapat disimpulkan sebagai opsi yang memberikan manfaat menyeluruh bagi seluruh pemangku kepentingan di industri telekomunikasi seluler, baik masyarakat luas, konsumen, regulator, maupun operator.

Konsep netral teknologi itu merupakan konsepsi pembangunan sektor telekomunikasi strategis dan berorientasi jangka panjang harus diwujudkan melalui revolusi pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang tidak sekadar ‘kring’, tetapi berdaya selancar di dunia maya segera dilakukan di kantongkantong produktif di seluruh Indonesia.

Hanya dengan demikian-dengan memberikan kesempatan bagi teknologi untuk memimpin--kita persempit kesenjangan dan menciptakan Indonesia yang lebih maju. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar