Selasa, 01 Mei 2012

Menggugat Praksis Pendidikan : Guru Butuh Jawaban


Laporan Diskusi Kompas
Menggugat Praksis Pendidikan :
Guru Butuh Jawaban
SUMBER : KOMPAS, 01 Mei 2012


Pemerintah merasa paham betul masalah guru yang sering disorot di negeri ini. Soal kesejahteraan guru, diakui masih ada guru yang digaji sangat rendah, misalnya, di bawah Rp 100.000 per bulan. Soal kompetensi guru, kenyataannya masih banyak guru yang kualitasnya belum seperti yang diharapkan. 

Dalam tiap kesempatan, saat bicara soal guru, termasuk dalam seminar pendidikan yang digelar Kompas, ”Menggugat Praksis Pendidikan, Bagaimana?”, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dengan fasih memaparkan dua persoalan utama yang melilit sumber daya pendidik yang menjadi kunci penting untuk mewujudkan Indonesia cerdas di masa depan. Mendikbud meyakini, penyelesaian sebenarnya mudah.

”Kalau gaji guru masih rendah, ya dinaikkan. Soal kompetensi guru yang rendah? Tinggal diperbaiki apa yang menjadi kekurangan dan kelemahan pada guru-guru, kepala sekolah, dan pengawas supaya mereka kompeten,” kata Nuh.

Berbekal hasil uji kompetensi awal (UKA) yang dilaksanakan untuk menyeleksi guru yang bakal ikut sertifikasi tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yakin mulai bisa membenahi kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang masih dikeluhkan meski sertifikasi guru sudah berjalan sejak tahun 2005. Potret UKA yang memberikan gambaran kompetensi profesional dan pedagogi para guru ataupun pengawas yang memprihatinkan menjadi pegangan untuk memperbaiki performa guru di negeri ini.

Tentu saja, di tengah derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kompetensi dasar guru yang rendah sungguh ironis. Apalagi, Indonesia mau melakukan lompatan untuk menyiapkan generasi muda yang andal saat memasuki 100 tahun Indonesia Merdeka tahun 2045.

Jika persoalan guru belum bisa terselesaikan dengan baik, kita bisa harap-harap cemas menantikan generasi muda seperti apa yang dimiliki bangsa ini. Sebab, sorotan ketidakpuasan terhadap hasil pendidikan saat ini dibebankan kepada guru.

”Kenyataannya, banyak kualitas guru kita yang masih perlu dibenahi. Tak perlu ditutup-tutupi, tinggal kita serius melakukan peningkatan kualitas guru yang tidak lagi dengan pendekatan all size for all,” kata Nuh.

Kondisi guru sekarang ibarat air keruh, tidak mungkin ditumpahkan semua. Justru saat ini perlu dimasukkan air jernih yang didapat dari pola sistem pendidikan guru yang diperbaiki supaya derajat kekeruhan bisa dikurangi.

Terdeteksi

Sebenarnya potret guru yang buram sudah terdeteksi pada pemetaan tahun 2004 oleh Direktorat Tenaga Kependidikan, Kemdikbud. Seharusnya sejak saat itu, pemerintah yang mengandalkan program sertifikasi untuk peningkatan profesionalisme guru bisa mengimplementasikan terobosan yang cepat dan tepat untuk mendongkrak performa guru.

Namun, sampai kini keluhan soal kualitas guru tetap menjadi sorotan. Dalam hal praktis, seperti pembuatan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang semestinya bisa membawa kemajuan signifikan dalam praktik pendidikan di sekolah-sekolah, para guru malah hanya meng-copy paste, kurang kreatif.

Itje Chodijah, pendidik dan pelatih guru, melihat perbaikan guru yang dikerjakan pemerintah lebih sebagai proyek. Bagaimana tidak, pelatihan dan pendidikan guru diikuti puluhan hingga ratusan guru, dilaksanakan dalam waktu singkat, serta tanpa kontrol dan evaluasi yang jelas.

”Guru-guru di lapangan menghadapi banyak persoalan praktis yang jauh dari berbagai dokumen yang dikeluarkan pemerintah untuk memajukan pendidikan,” kata Itje.
Padahal, dalam gerak dunia yang cepat, dengan generasi muda yang berbeda kondisinya, pendidikan saat ini membutuhkan guru-guru mumpuni. Pendidik anak bangsa ini semestinya punya kreativitas dan daya inovasi untuk mengembangkan kemampuan anak-anak didik sesuai zamannya.

Di sisi lain, ketika guru mulai bergerak maju dengan lebih inovatif, pengawas sekolah justru jadi penghadang. Kondisi sumber daya pendidikan yang belum optimal ini tentu perlu dituntaskan.

Siapkan Masa Depan

Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, pendidikan diselenggarakan untuk membina manusia sehingga tidak bisa asal-asalan. Karena itu, perlu konsep yang merupakan citra yang dibentuk berdasarkan konstruksi berpikir tertentu yang bersifat visioner dan futuristik.

”Pendidikan ini unik. Kita mendidik anak-anak sekarang untuk mampu hidup di masa depan dan bisa membangun masa depannya sendiri,” kata Daoed.

Apakah guru-guru yang sanggup menyiapkan generasi masa depan yang dibutuhkan zamannya telah disiapkan? Dalam persoalan guru, pemerintah mengurus dari soal penyediaan, distribusi, kualifikasi, sertifikasi, pelatihan, karier dan kesejahteraan, sampai penghargaan dan perlindungan.

Dalam pandangan Paul Suparno, mantan Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pemerintah yang tidak secara jelas mendasarkan pada filosofi pendidikan membuat praksis pendidikan di lapangan dikembangkan sesuai filsafat masing-masing sekolah.
Para guru terjebak dalam ketidakjelasan untuk mencapai tujuan nasional pendidikan, mencerdaskan bangsa dengan menjadikan anak bangsa sebagai manusia Indonesia yang utuh. Praksis pendidikan, misalnya ujian nasional (UN), menegaskan, pendidikan kognitif memang jadi fokus utama.

Tak heran, para guru kehilangan semangat sebagai pendidik. Pemaknaan sebagai pendidik dipersempit menjadi guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan.

”Pendidikan kalau mau menjadikan manusia. Itu artinya menjadikan manusia yang bisa kritis terhadap segala macam nilai dan bisa mengambil keputusan yang paling baik untuk hidupnya, untuk masyarakat. Sayangnya, para guru dan sekolah kita belum banyak membantu supaya siswa kita berani berpikir kritis,” ujar Suparno.

Manusia Indonesia

Dalam pandangan Suparno, para guru perlu terus disadarkan akan siapakah manusia Indonesia itu. Gagasan para guru tentang manusia Indonesia yang baik perlu dipupuk sehingga dapat membantu generasi muda untuk mencapainya.

Di sinilah, pemerintah perlu menetapkan indikator manusia Indonesia yang harus dikembangkan semua sekolah. Sebaliknya, sekolah dapat menambah dan mengembangkan nilai dan kekhasan sesuai kondisi sekolah dan lingkungan.
”Rumusan itu perlu singkat, tetapi ada indikator yang jelas. Dengan demikian, seluruh proses pendidikan bisa mempunyai tekanan ke sana dan lalu bisa dievaluasi, apakah sekolah ini secara nasional berhasil atau tidak,” ujar Suparno.

M Abduh Zen, Direktur Eksekutif Institute of Education Reform Universitas Paramadina, mengatakan, reformasi pendidikan, termasuk guru, berhasil bila dilakukan secara total, fundamental, dan gradual. Ini didasari dengan orientasi dan filosofi pendidikan yang jelas.
Puspita Zorawar, praktisi pendidikan, menekankan supaya dalam melakukan panggilan sebagai pendidik, passion itu selalu ada. Para guru mesti bisa menyiapkan generasi abad ke-21. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar