Melacak Akar Masalah Perburuhan
Rahmat Pramulya, Dosen dan Peneliti di Universitas Teuku Umar, Meulaboh,
Aceh Barat
SUMBER
: SUARA KARYA, 01 Mei 2012
Jika ditelusuri, problem ketenagakerjaan atau perburuhan hampir
ditemukan di semua negara, baik di negara maju maupun berkembang. Perancis yang
nota bene negara maju juga tak luput dari deraan krisis ketenagakerjaan.
Umumnya negara maju berkutat pada problem ketenagakerjaan yang berkaitan dengan
mahalnya gaji tenaga kerja, bertambahnya pengangguran karena mekanisasi
(robotisasi), tenaga kerja ilegal serta tuntutan penyempurnaan status ekonomi,
sosial bahkan politis.
Sementara di negara berkembang seperti Indonesia umumnya problem
ketenagakerjaan berkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka
pengangguran, rendahnya kemampuan SDM tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah
hingga jaminan sosial yang nyaris tidak ada. Belum lagi, perlakuan yang
merugikan pekerja, seperti penganiayaan, tindak asusila, penghinaan, sampai
pelecehan seksual.
Selama Orde Baru hingga saat ini, kondisi buruh memang sangat
memprihatinkan. Dengan alasan mengejar angka pertumbuhan pembangunan, buruh
telah mengalami dehumanisasi secara sistematis. Mekanisme Hubungan Industrial
yang diterapkan selama ini juga mengalami kegagalan. Hubungan Industrial yang
menekankan kemitraan berasaskan kekeluargaan, cenderung ditujukan untuk
mengikat kesetiaan buruh. Bahkan, justru telah mengebiri hak kaum buruh, dan
lebih memenangkan kepentingan pengusaha. Walhasil, berbagai problem terkait
hak-hak kaum buruh tidak terselesaikan dengan baik. Bagi buruh sendiri,
melakukan unjuk rasa atau pemogokan massal menjadi pilihan yang sering
dilakukan untuk menarik perhatian terhadap realitas kehidupannya yang sarat
kesulitan.
Persoalan buruh merupakan problem multidimensional. Berbagai
masalah ketenagakerjaan tersebut muncul dan diakibatkan juga oleh berbagai
persoalan yang mendasar di bidang politik-pemerintahan, sosial-ekonomi,
kemasyarakatan, pendidikan dan sebagainya. Persoalan tingginya tingkat
pengangguran, ketersediaan lapangan kerja, tingkat upah dan kesejahteraan
buruh, dan tunjangan sosial, semua itu tidak terlepas dari kondisi
politik-pemerintahan dan sosial-ekonomi bangsa.
Mencermati secara lebih mendalam berbagai persoalan
ketenagakerjaan yang ada, sebenarnya kita bisa melihat bahwa masalah tersebut
berpangkal pada persoalan pokok, yakni upaya pemenuhan kebutuhan serta
peningkatan kesejahteraan hidup. Inilah akar penyebab utama sekaligus faktor
pendorong terjadinya permasalahan ketenagakerjaan. Terjadinya kelangkaan
lapangan kerja menyebabkan sebagian anggota masyarakat menganggur dan ini
berdampak pada ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian juga
persoalan gaji rendah yang berdampak pada minimnya pemenuhan kebutuhan. Bahkan
persoalan pekerja kontrak dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan berpenagruh
dan sangat terkait erat dengan persoalan pemenuhan kebutuhan pokok.
Rasa Keadilan
Dengan demikian agar persoalan ketenagakerjaan dapat diselesaikan
dengan tuntas, maka persoalan pemenuhan kebutuhan masyarakat seharusnya menjadi
fokus perhatian. Selain itu, penyelesaian berbagai masalah ketenagakerjaan
perlu dilakukan dengan tetap mencari solusi yang paling menguntungkan bagi
kedua belah pihak, tidak ada yang dirugikan, baik buruh maupun pengusaha.
Karenanya, langkah penting yang perlu diambil adalah melakukan
kategorisasi, dengan memisahkan permasalahan ketenagakerjaan yang terkait erat
dengan pemenuhan kebutuhan dan masalah yang langsung berhubungan dengan kontrak
kerja pengusaha dengan pekerja. Kategori pertama terkait dengan persoalan
ketersediaan lapangan kerja, pengangguran, lemahnya SDM, tuntutan kenaikan upah
serta tuntutan tunjangan sosial. Sedangkan kategori kedua menyangkut persoalan
kontrak kerja antara pengusaha dan buruh mencakup persoalan PHK serta berbagai
penyelesaian sengketa perburuhan lainnya.
Persoalan yang sangat erat hubungannya dengan fungsi dan tanggung
jawab negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya harus diselesaikan
melalui kebijakan dan implementasi negara dan tidak menyerahkan penyelesaiannya
kepada pengusaha dan buruh. Sedangkan masalah kontrak kerja, dapat diselesaikan
sendiri oleh pengusaha dan buruh. Pemerintah dalam hal ini hanya berfungsi
sebagai pengawas sekaligus penengah jika terjadi persoalan yang tidak dapat
diselesaikan oleh pengusaha dan buruh. Sehingga, menghadapi problem
ketenagakerjaan saat ini, rasanya tak cukup jika pemerintah hanya melakukan
revisi perundang-undangan, melainkan mesti mengacu kepada akar persoalan
ketenagakerjaan itu sendiri.
Mestinya pemerintah melakukan berbagai langkah yang mampu
memberikan nilai dan rasa keadilan, tidak saja bagi para pengusaha tapi juga
bagi para buruh. Adanya pendapat bahwa persoalan ketenagakerjaan bukan
semata-mata masalah buruh dan pengusaha, melainkan masalah bangsa adalah benar
adanya. Maka, sudah semestinya pemerintah berupaya memberikan penyelesaian yang
adil bagi semuanya.
Bahwa pemerintah harus memperhatikan kepentingan para pengusaha
agar roda perekonomian negeri ini dapat terus bergerak itu benar. Namun,
cara-cara ini mestinya tidak harus dengan mengorbankan para buruh. Sekedar
contoh, pemerintah sebenarnya bisa menempuh berbagai upaya untuk menghilangkan
berbagai faktor yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi bagi perusahaan.
Misalnya, izin-izin dipermudah dan pungutan-pungutan liar harus dibabat.
Karena, sudah menjadi rahasia umum, pungutan-pungutan itu sangat besar.
Penciptaan iklim bisnis yang kondusif akan membantu menyehatkan perusahaan
sehingga perusahaan pun dapat berbuat adil kepada para pekerjanya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar