Buruh dan Perubahan
Adhie M Massardi, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih
SUMBER
: SUARA KARYA, 01 Mei 2012
Buruh dan mahasiswa belakangan ini kian sering berduet di jalanan
dalam aksi unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah yang dianggap
menyengsarakan rakyat. Padahal di masa lalu, sebagian besar mahasiswa
"alergi" bersentuhan dengan kaum buruh. Sebab, buruh di masa lalu
diidentikkan dengan "kiri".
Suara buruh kini memang mulai mengisi ruang-ruang politik di
Indonesia. Kekuatan suaranya juga mulai diperhitungkan. Itulah sebabnya,
demo-demo yang dilakukan kaum buruh belakangan ini mendapat perhatian khusus,
tidak saja dari aparat keamanan, tapi juga penguasa dan para politikus.
Semua ini terjadi sejak buruh di kawasan industri Cikarang, Jawa
Barat, menggelar unjuk rasa pada akhir Januari lalu, menentang sikap Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menggugat keputusan Gubernur Jawa Barat
terkait upah minimum kabupaten (UMK).
Demo buruh yang diikuti puluhan ribu pekerja itu mengejutkan kita
karena mereka menutup jalan Tol Jakarta-Cikampek yang sangat vital bagi jalur
lalu lintas dan perekonomian nasional. Tapi, lebih mengejutkan lagi adalah
dukungan publik terhadap aksi mereka. Terbukti, nyaris tidak terdengar keluhan
dari masyarakat mengenai aksi penutupan jalan tol itu.
Makanya, aparat yang hendak membubarkan secara represif demo itu
mengurungkan niatnya. Polisi dan TNI yang dikerahkan secara diam-diam, akhirnya
membiarkan kaum buruh melampiaskan aspirasinya sampai selesai. Klimaksnya,
tuntutan mereka akhirnya dikabulkan.
Kesadaran politik kaum buruh kini memang ikut meningkat. Tuntutan
mereka dalam aksi-aksinya juga mulai menyangkut masalah sosial dan politik.
Tidak lagi urusan jam kerja, kenaikan upah, pemutusan hubungan kerja (PHK),
pesangon dan soal-soal perburuhan.
Pada 30 Maret lalu, misalnya, selain mahasiswa, kaum buruh juga
mendominasi lapangan ketika puluhan ribu massa mengepung gedung DPR yang sedang
membahas rencana kenaikan harga BBM yang diusulkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Meski unjuk rasa itu berujung dengan aksi represi polisi, duet
buruh dan mahasiswa itu berhasil menekan DPR untuk membatalkan rencana kenaikan
harga BBM yang oleh pemerintah dijadwalkan mulai 1 April.
Kini, menyambut Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei, mahasiswa kembali
berduet dengan kaum buruh. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa
untuk Perubahan, misalnya, berniat memberi "permen" kepada buruh
sebagai hadiah May Day. Kadonya berupa tuntutan agar pemerintah mencabut Permen
(Peraturan Menteri) Nakertrans No 17 Tahun 2005.
Kalau benar mahasiswa bisa memberikan kado Permen No 17/2005 itu,
pasti kaum buruh akan sangat berterima kasih. Sebab, "permen" itu
merupakan landasan bagi Dewan Pengupahan untuk menentukan nilai upah. Padahal,
rumusan perhitungan pengupahan dalam permen itu menurut kaum buruh sangat tidak
sesuai dengan kenyataan hidup yang mereka rasakan.
Maka pasca-May Day tahun ini, peta politik nasional niscaya akan
mengalami perubahan signifikan. Sebab, duet buruh dan mahasiswa akan makin kuat
dan menggigit dalam memperjuangkan nasib rakyat.
Oleh sebab itu, di tengah kesibukan partai-partai politik
menghadapi pemilu, dan pemerintah sibuk mengatur langkah yang makin
terseok-seok, sehingga alpa memperjuangkan nasib rakyat. Suara buruh (dan
mahasiswa) niscaya akan makin menggemuruh.
Tetapi, apakah kaum buruh bisa membawa perubahan di negeri ini,
masih harus diuji oleh waktu. Selamat
Hari Buruh! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar