Marilah Merawat
Indonesia
Purwaningsih ; Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
SUMBER : JAWA POS,
12 Mei 2012
SAYA
mendapat ide istilah ''Merawat Indonesia" dari mahasiswa saya pagi
kemarin, ketika mereka datang ke ruang kerja saya. Mereka memberikan bunga
mawar dan brosur kecil bertulisan ''Merawat Indonesia" dengan mengucapkan
Selamat Hari Perawat Dunia. Memang 12 Mei hari ini adalah Hari Perawat
Internasional.
Saya kagum terhadap ide kreatif mahasiswa saya tersebut. Bukan hanya mengagumi kreativitas mereka, saya juga merenungkan makna tulisan ''Merawat Indonesia" itu. Sudah 24 tahun saya menjadi seorang perawat yang terus bekerja dan berupaya agar layanan asuhan keperawatan yang kami berikan sesuai dengan harapan masyarakat.
Bentuk usaha yang kami lakukan tidak cukup hanya dengan memberikan kuliah kepada mahasiswa dan memberikan pelatihan kepada para perawat. Tetapi, sudah saatnya kami juga harus mengukur kualitas layanan yang sudah kami berikan kepada masyarakat.
Pada saat ini, sumber daya perawat di Indonesia sudah mulai dilirik negara lain karena prestasi para perawat kita di beberapa negara. Misalnya, pada saat terjadi tsunami di Jepang, seorang perawat Indonesia (Rita Retnaningtyas) mendapatkan penghargaan dari pemerintah Jepang. Dia dinilai berdedikasi tinggi dalam memberikan pertolongan kepada para korban tsunami di Miyagi.
Pada saat saya diundang pemerintah Jepang untuk berdiskusi terkait dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya perawat di Indonesia, mereka kagum terhadap kegigihan para perawat Indonesia. Untuk lulus ujian sertifikasi Register Nurse sesuai dengan standar organisasi perawat di Jepang, ada perawat Indonesia yang bisa mendapatkanya hanya dengan satu kali ujian dan persiapannya pun hanya satu tahun.
Mereka membandingkan dengan perawat negara lain yang bekerja di Jepang, yang rata-rata baru bisa lulus ujian sertifikasi setelah melakukan minimal tiga kali ujian dan biasanya membutuhkan waktu persiapan lebih dari dua tahun. Meskipun di antara 500 perawat Indonesia yang mengikuti ujian sertifikasi tersebut, yang lulus hanya 15 orang perawat.
Kemudian, di beberapa negara Timur Tengah, lulusan kami juga hanya dengan satu kali ujian sertifikasi Register Nurse sudah dapat dinyatakan lulus dan hanya dengan persiapan empat bulan.
Dari prestasi itu saya semakin bersemangat untuk menyemanganti diri sendiri maupun teman-teman perawat untuk memperbaiki kualitas layanan keperawatan di Indonesia. Saya kira para perawat Indonesia dapat bangkit dan mengejar standar kualitas internasional meski harus penuh dengan ''semangat 45" dan langkah konkret.
Saya sangat optimistis kami para perawat dapat melakukan itu. Sebab, institusi kami, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, sudah dapat meyakinkan institusi bidang keperawatan untuk menjalin kerja sama dengan fakultas kami, terutama dalam hal pertukaran mahasiswa, dosen, dan perawat di rumah sakit.
Upaya Meyakinkan
Pada awalnya, kami mendapat kesulitan untuk meyakinkan mereka dalam melakukan kerja sama dengan kami karena alasan ''keamanan dan kesetaraan". Pertanyaan pertama yang selalu saya dapatkan adalah ''apakah tempatmu aman dari serangan teroris?" Pertanyaan kedua adalah "nilai akreditasi institusimu apa (terakreditasi A, B, C, atau tidak terakreditasi) dan siapa yang mengakreditasi?"
Tetapi, dengan semangat meyakinkan dan terus berusaha meningkatkan kualitas, fakultas kami saat ini sudah dapat melakukan kerja sama dengan lima negara (12 institusi atau organisasi internasional) dan kami mendapatkan dukungan terhadap peningkatan sumber daya dan proses pembelajaran.
Masalah yang dihadapi perawat dalam meningkatkan kualitas adalah terkait dengan standar kualitas pendidikan karena jumlah pendidikan keperawatan kurang terkontrol. Di Jawa Timur, jumlah pendidikan keperawatan kurang lebih 100 institusi dan di seluruh Indonesia kurang lebih 900 pendidikan keperawatan.
Dengan jumlah yang banyak tersebut, pemerintah -dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan- akan sulit melakukan pemantauan terkait dengan kualitas dan pembinaan yang intensif dalam hal pengembangan kualitas.
Di antara sekian banyak pendidikan keperawatan, masih sedikit yang dapat disebut berkualitas. Kualitas pendidikan itu sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan dalam memberikan layanan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Saya mempunyai pemikiran dan sudah mencoba merealisasikan bentuk pemikiran tersebut dengan mengirim para perawat untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, mereka terpapar oleh penerapan kualitas layanan yang sudah terstandar internasional.
Pada saat mereka kembali ke Indonesia, ''budaya kualitas" tetap melekat erat dalam diri perawat tersebut sehingga layanan di Indonesia benar-benar dapat ditingkatkan sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam pengiriman perawat ke luar negeri itu harus ada persiapan yang matang, misalnya, harus mengetahui kompetensi yang distandarkan negara tersebut. Para calon perawat yang ingin bekerja di luar negeri pun kami beri pelatihan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan tentu bukan hanya keterampilan klinik, tetapi juga pelatihan bahasa dan budaya. Saya juga berpikir bahwa aktivitas ini tidak hanya bermanfaat bagi bidang keperawatan, tetapi juga bermanfaat bagi pemerintah Indonesia, yaitu terkait dengan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Dengan mengirim tenaga profesional ke luar negeri, devisa negara juga akan meningkat jika dibandingkan dengan mengirim tenaga nonprofesional. Ini juga dapat membantu meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Sebab, kita akan terlepas dari julukan negara pengekspor pembantu rumah tangga.
Dengan demikian, saya sudah menemukan makna ''Merawat Indonesia", bahwa sudah waktunya para perawat di Indonesia atau institusi yang terkait dengan bidang keperawatan meningkatkan kualitas sehingga harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan berkualitas pun dapat terwujud. ●
Saya kagum terhadap ide kreatif mahasiswa saya tersebut. Bukan hanya mengagumi kreativitas mereka, saya juga merenungkan makna tulisan ''Merawat Indonesia" itu. Sudah 24 tahun saya menjadi seorang perawat yang terus bekerja dan berupaya agar layanan asuhan keperawatan yang kami berikan sesuai dengan harapan masyarakat.
Bentuk usaha yang kami lakukan tidak cukup hanya dengan memberikan kuliah kepada mahasiswa dan memberikan pelatihan kepada para perawat. Tetapi, sudah saatnya kami juga harus mengukur kualitas layanan yang sudah kami berikan kepada masyarakat.
Pada saat ini, sumber daya perawat di Indonesia sudah mulai dilirik negara lain karena prestasi para perawat kita di beberapa negara. Misalnya, pada saat terjadi tsunami di Jepang, seorang perawat Indonesia (Rita Retnaningtyas) mendapatkan penghargaan dari pemerintah Jepang. Dia dinilai berdedikasi tinggi dalam memberikan pertolongan kepada para korban tsunami di Miyagi.
Pada saat saya diundang pemerintah Jepang untuk berdiskusi terkait dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya perawat di Indonesia, mereka kagum terhadap kegigihan para perawat Indonesia. Untuk lulus ujian sertifikasi Register Nurse sesuai dengan standar organisasi perawat di Jepang, ada perawat Indonesia yang bisa mendapatkanya hanya dengan satu kali ujian dan persiapannya pun hanya satu tahun.
Mereka membandingkan dengan perawat negara lain yang bekerja di Jepang, yang rata-rata baru bisa lulus ujian sertifikasi setelah melakukan minimal tiga kali ujian dan biasanya membutuhkan waktu persiapan lebih dari dua tahun. Meskipun di antara 500 perawat Indonesia yang mengikuti ujian sertifikasi tersebut, yang lulus hanya 15 orang perawat.
Kemudian, di beberapa negara Timur Tengah, lulusan kami juga hanya dengan satu kali ujian sertifikasi Register Nurse sudah dapat dinyatakan lulus dan hanya dengan persiapan empat bulan.
Dari prestasi itu saya semakin bersemangat untuk menyemanganti diri sendiri maupun teman-teman perawat untuk memperbaiki kualitas layanan keperawatan di Indonesia. Saya kira para perawat Indonesia dapat bangkit dan mengejar standar kualitas internasional meski harus penuh dengan ''semangat 45" dan langkah konkret.
Saya sangat optimistis kami para perawat dapat melakukan itu. Sebab, institusi kami, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, sudah dapat meyakinkan institusi bidang keperawatan untuk menjalin kerja sama dengan fakultas kami, terutama dalam hal pertukaran mahasiswa, dosen, dan perawat di rumah sakit.
Upaya Meyakinkan
Pada awalnya, kami mendapat kesulitan untuk meyakinkan mereka dalam melakukan kerja sama dengan kami karena alasan ''keamanan dan kesetaraan". Pertanyaan pertama yang selalu saya dapatkan adalah ''apakah tempatmu aman dari serangan teroris?" Pertanyaan kedua adalah "nilai akreditasi institusimu apa (terakreditasi A, B, C, atau tidak terakreditasi) dan siapa yang mengakreditasi?"
Tetapi, dengan semangat meyakinkan dan terus berusaha meningkatkan kualitas, fakultas kami saat ini sudah dapat melakukan kerja sama dengan lima negara (12 institusi atau organisasi internasional) dan kami mendapatkan dukungan terhadap peningkatan sumber daya dan proses pembelajaran.
Masalah yang dihadapi perawat dalam meningkatkan kualitas adalah terkait dengan standar kualitas pendidikan karena jumlah pendidikan keperawatan kurang terkontrol. Di Jawa Timur, jumlah pendidikan keperawatan kurang lebih 100 institusi dan di seluruh Indonesia kurang lebih 900 pendidikan keperawatan.
Dengan jumlah yang banyak tersebut, pemerintah -dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan- akan sulit melakukan pemantauan terkait dengan kualitas dan pembinaan yang intensif dalam hal pengembangan kualitas.
Di antara sekian banyak pendidikan keperawatan, masih sedikit yang dapat disebut berkualitas. Kualitas pendidikan itu sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan dalam memberikan layanan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Saya mempunyai pemikiran dan sudah mencoba merealisasikan bentuk pemikiran tersebut dengan mengirim para perawat untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, mereka terpapar oleh penerapan kualitas layanan yang sudah terstandar internasional.
Pada saat mereka kembali ke Indonesia, ''budaya kualitas" tetap melekat erat dalam diri perawat tersebut sehingga layanan di Indonesia benar-benar dapat ditingkatkan sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam pengiriman perawat ke luar negeri itu harus ada persiapan yang matang, misalnya, harus mengetahui kompetensi yang distandarkan negara tersebut. Para calon perawat yang ingin bekerja di luar negeri pun kami beri pelatihan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan tentu bukan hanya keterampilan klinik, tetapi juga pelatihan bahasa dan budaya. Saya juga berpikir bahwa aktivitas ini tidak hanya bermanfaat bagi bidang keperawatan, tetapi juga bermanfaat bagi pemerintah Indonesia, yaitu terkait dengan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Dengan mengirim tenaga profesional ke luar negeri, devisa negara juga akan meningkat jika dibandingkan dengan mengirim tenaga nonprofesional. Ini juga dapat membantu meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Sebab, kita akan terlepas dari julukan negara pengekspor pembantu rumah tangga.
Dengan demikian, saya sudah menemukan makna ''Merawat Indonesia", bahwa sudah waktunya para perawat di Indonesia atau institusi yang terkait dengan bidang keperawatan meningkatkan kualitas sehingga harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan berkualitas pun dapat terwujud. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar