Mampukah Memimpin Jakarta?
Tamrin Amal Tomagola; Sosiolog
SUMBER : KOMPAS, 08
Mei 2012
Reputasi pribadi dari enam pasang kontestan
yang mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta tampaknya akan lebih
memengaruhi para pemilih daripada reputasi partai politik pengusungnya.
Para pemilih DKI Jakarta yang melek informasi
dan melek politik tampaknya juga akan mengesampingkan asal-usul kandidat, baik
latar belakang daerah-geografis, keturunan, agama, maupun aspek kependudukan
lain.
Menjelang Juli 2012, reputasi pribadi setiap
kandidat ini akan terus disorot publik. Rekam jejak mereka yang merefleksikan
potensi dan kemampuan manajerial setiap pasangan akan terus diperiksa untuk
melihat apakah mereka cukup menyakinkan untuk mengurus, mengelola, dan memimpin
ibu kota negara ini.
Seperti halnya dalam ring gulat, begitu nama
mereka tersaji di media, publik Jakarta yang melek berita dan melek politik
langsung bisa mengenali mana pegulat politik yang sohor sebagai ”the bad guys” ataupun ”the good guys”. Penilaian dan pemilahan
itu berdasarkan kriteria patokan perilaku baku (code of conducts) moralitas publik (public morality) yang dituntut
dari seorang pejabat publik.
Reputasi Partai
Walaupun publik Jakarta yang melek politik
mengetahui dengan gamblang rekam jejak dari sasana-sasana gulat politik,
parpol-parpol pengusung kandidat, pencermatan publik tampaknya akan terfokus
pada rekam jejak integritas, kualitas moralitas, dan prestasi kepemimpinan
pribadi. Reputasi partai politik pengusung akan diabaikan berdasarkan paling
kurang tiga pertimbangan. Pertama, tidak ada satu pun parpol yang bersih dari
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kedua, baik kriteria penyandingan maupun
pendukungan dari para parpol pengusung lebih karena kebutuhan
pragmatis-transaksional ketimbang kesesuaian dan komitmen ideologi politik atau
penguatan promosi kader parpol.
Ketiga, proses manuver
kesepakatan-kesepakatan politik jelang Pilkada DKI lebih merupakan ajang
penjajakan dan pengujian pilihan-pilihan aliansi blok politik yang dapat
diandalkan dalam Pemilu 2014. Hal ini terutama berlaku bagi Partai Demokrat
yang kian terpuruk diterpa badai korupsi bertubi-tubi. Hasil Pilkada DKI akan
menjadi barometer kepercayaan publik yang tersisa terhadap Partai Demokrat,
terutama menghadapi 2014.
Reputasi Pribadi
Reputasi pribadi memang modal utama setiap
kandidat DKI 1 saat ini. Terlebih bagi pasangan yang maju lewat jalur
independen. Biasanya, publik akan membandingkan tiga hal: (1) perbandingan antar-waktu;
(2) perbandingan antar-kandidat; dan (3) perbandingan antara para kandidat dan
gubernur-gubernur DKI sebelumnya.
Pada perbandingan antar-waktu setiap kandidat
akan disoroti rekam jejak perilaku moralitas publik dan integritasnya sebagai
pejabat publik pada masa lampau. Rekaman jejak itu kemudian dibandingkan dengan
moralitas dan integritas masing-masing saat ini dan janji keduanya pada masa
depan jika terpilih.
Untuk sementara, saat ini tiga pasangan yang
terdiri dari dua pasangan dari jalur independen serta satu pasangan yang
diusung PDI-P dan Gerindra tampaknya masuk kategori ”the good guys”. Tiga pasangan yang tersisa cenderung dimasukkan
kategori pertama, ”the bad guys”. Hal
ini jelas terbaca dari antusiasme publik yang sumringah lewat berbagai media
sosial dan media massa atas kemunculan ”the
good guys”.
Pada perbandingan prestasi, apa yang mereka
capai akan dibandingkan dengan kiprah mereka sekarang dan rencana program masa
depan. Berdasarkan kriteria ini hanya ada dua pasang kandidat, yang masing-masing
diusung oleh PDI-P bersama Gerindra serta satu lagi diusung Golkar, PPP, dan
Partai Damai Sejahtera (PDS), yang tercatat sudah membukukan prestasi
pemerintahan membanggakan. Empat pasang kandidat lainnya: petahana yang diusung
Partai Demokrat, pasangan yang terburu-buru disandingkan oleh PKS bersama PAN
setelah batal mendapat pinangan Partai Demokrat, ditambah dua pasangan
independen, termasuk kategori nirprestasi ini.
Pada perbandingan setiap kandidat DKI 1
dengan gubernur-gubernur DKI Jakarta sebelumnya, prestasi Ali Sadikin nyaris
memenuhi seluruh cakrawala wacana perbandingan kualitas kepemimpinan. Ali
Sadikin adalah tolok ukur terhadap semua gubernur DKI Jakarta sesudahnya. Jika
kriteria ini diterapkan, nyaris tidak satu pun dari keenam pasangan yang ada
bisa mendekati, apalagi menyamai kualitas kepemimpinan Ali Sadikin.
Ali Sadikin
Walaupun Ali Sadikin memerintah pada era
otoritarian, beberapa kualitas kepemimpinannya masih relevan dan dibutuhkan
pada masa transisi pasca-otoritarian saat ini. Ada lima keutamaan kepemimpinan
Ali Sadikin yang patut diteladani. Pertama, banyak dan panjang akal (resourceful), pantang menyerah, tangkas
berpikir, serta bertindak mencari terobosan pencarian dana untuk membiayai
penyediaan berbagai fasilitas publik. Keutamaan kepemimpinan jenis ini sangat
dibutuhkan sekarang untuk menangani tiga monster sengkarut Jakarta: banjir,
macet, dan kriminalitas.
Kedua, bernurani, punya kepekaan rasa
keadilan, khususnya saat berhadapan dengan kepentingan rakyat kecil. Inilah
pemicu Ali Sadikin membentuk Lembaga Bantuan Hukum walau kemudian lembaga ini
banyak menggugat kebijakan publiknya. Ia juga membangun Taman Ismail Marzuki
dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Meski tampil keras, Ali Sadikin berani
minta maaf begitu menyadari dia salah, termasuk kepada bawahannya.
Ketiga, Ali Sadikin percaya dan mau mendengar
para ahli yang menjadi staf inti pemerintahannya. Ir Ciputra, dr Sumarno, dan
Haryono Suyono adalah beberapa konseptor di balik Ali Sadikin.
Keempat, setelah tekun mendengarkan pendapat
ahli, Ali Sadikin langsung bertindak dengan keberanian luar biasa, mengambil
semua risiko yang sudah sepantasnya ditanggung seorang pemimpin. Kualitas
kepemimpinan jenis ini jelas diperlukan oleh pasangan gubernur mendatang dalam
menghadapi komunitas bisnis, politisi, dan para tokoh agama/masyarakat yang
berpengaruh.
Kelima, Ali Sadikin rajin turun sendiri ke
lapangan, memantau langsung. Jika menemukan kesalahan, ia langsung mengoreksi.
Dia relatif mudah dijangkau dan sering terlihat akrab berbincang dengan warga
kota.
Para pasangan calon gubernur DKI Jakarta
sebaiknya memang menakar diri dengan bercermin pada teladan kualitas
kepemimpinan Ali Sadikin. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar