Minggu, 13 Mei 2012

Koneksi Iran-Suriah


Koneksi Iran-Suriah
Smith Alhadar ;  Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
SUMBER :  KOMPAS, 12 Mei 2012



Kendati rezim Bashar al-Assad masih membombardir kota-kota di Suriah dengan senjata berat untuk membungkam kaum oposisi yang menuntutnya mundur dari kursi kepresidenan, Iran tetap mendukung rezim yang telah menewaskan lebih dari 10.000 jiwa sejak pemberontakan rakyat pada Maret tahun lalu itu.
Usaha Liga Arab, Uni Eropa, Turki, dan AS menciptakan perdamaian di Suriah dengan cara menjatuhkan berbagai sanksi atas rezim yang berkuasa sejauh ini tidak berhasil.

November tahun lalu, Liga Arab dan Suriah menyepakati beberapa butir perjanjian untuk menghentikan tragedi kemanusiaan di Suriah. Butir-butir itu, di antaranya, rezim Suriah harus menarik mundur militernya dari seluruh desa dan kota Suriah, membolehkan wartawan asing memasuki negeri itu, membuka jalan bagi masuknya bantuan asing untuk rakyat sipil Suriah, dan mengadakan dialog dengan kelompok oposisi. Karena rezim Bashar al-Assad mengingkarinya, Liga Arab menambah sanksi dengan menangguhkan keanggotaan Suriah di Liga Arab dan menghentikan bantuan dan transaksi ekonomi terhadap Damaskus.

Turki dan Barat mendukung langkah Liga Arab. Malah Turki, tetangga Suriah di utara, juga menghentikan bantuan ekonomi dan hubungan dagang kedua negara. Barat pun melakukan hal serupa. Melihat Suriah bergeming dengan semua sanksi itu, Liga Arab dan Barat menunjuk mantan Sekjen PBB Kofi Annan jadi juru damai bagi persoalan Suriah dengan berpegang pada butir-butir kesepakatan antara rezim Suriah dan Liga Arab itu. Annan telah bertemu Bashar al-Assad dan telah mendapat janji dari Bashar akan tunduk pada tuntutan Liga Arab dan Barat.

Namun, janji tinggal janji. Satu per satu pertahanan kelompok oposisi bersenjata Suriah (FSA) dan oposisi sipil tetap dibombardir oleh mesin militer raksasa pasukan pemerintah. Pertahanan kubu oposisi di kota Hama, Deraa, dan wilayah pedesaan dekat Damaskus tak luput dari amukan pasukan loyalis rezim Bashar.

Pasukan pemerintah juga masih sering menggempur distrik al-Khalidiyah dan al-Bayada. Sikap keras kepala rezim Suriah ini tak terlepas dari dukungan Rusia dan China serta Iran.

Diplomasi Rusia-China

Digulirkannya resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB, 4 April lalu, tentang penyebaran 300 personel pemantau PBB di Suriah sesungguhnya merupakan kemenangan diplomasi Rusia di forum DK PBB. Barat terpaksa bersedia berkompromi demi mencegah veto Rusia di DK PBB. Barat, misalnya, mencabut tuntutannya agar pasukan pemerintah dan senjata beratnya ditarik dahulu dari perkotaan sebelum penyebaran tim monitor PBB.

Resolusi itu hanya menegaskan, penyebaran segera 300 personel tim monitor PBB di Suriah, tanpa embel-embel pasukan pemerintah, harus ditarik dahulu. Redaksi resolusi itu sesuai kehendak Rusia, sekutu lama dan sumber persenjataan Suriah. Hal itu membuat pasukan pemerintah tetap mengancam semua kota di Suriah: setiap saat bisa menggempur kota mana saja karena mereka tak diminta mundur.

Barat juga mencabut tuntutan agar rezim Bashar al-Assad dijatuhi sanksi ekonomi berat jika tidak menghormati misi damai Kofi Annan. Sebagai penggantinya, resolusi tersebut menegaskan DK PBB akan melakukan tindakan lain yang relevan jika misi damai utusan khusus PBB, Liga Arab, Kofi Annan, gagal. Selain itu, resolusi DK PBB juga memberi waktu cukup panjang kepada tim monitornya, yakni selama 90 hari, dalam menjalankan tugasnya di Suriah.

Dengan demikian, rezim Bashar al-Assad layak bergembira dengan turunnya resolusi DK PBB itu. Ia bisa memperpanjang usia rezimnya minimal tiga bulan mendatang. Selain selamat dari sanksi ekonomi, pasukannya pun masih bisa bertengger di mulut-mulut perkotaan dan pedesaan yang setiap saat bisa mereka gempur.

Pertanyaannya, mengapa Rusia, China, dan khususnya Iran, tetap mendukung Bashar al-Assad, diktator yang ambisius dan kejam itu?

Rusia dan China jelas ingin pengaruhnya tetap ada di Timur Tengah untuk mengimbangi Barat yang mendominasi kawasan bergolak itu. Jadi, bukan hanya alasan ekonomi bahwa Suriah adalah negara pengimpor senjata Rusia dan China.

Faktor Iran

Alasan Iran agak berbeda. Selain menanamkan pengaruhnya di Suriah, Iran juga ingin mempertahankan pengaruhnya di Irak, Lebanon, dan Palestina. Bila rezim Bashar jatuh, digantikan oleh negara demokratis yang didominasi oleh mayoritas penduduk Sunni, pijakan Iran di Timur Tengah akan melemah. Sebab, Iran diperintah oleh kelompok Syiah, yang sudah bermusuhan dengan kelompok Sunni secara turun-temurun.

Irak, yang kini dipimpin oleh kelompok Syiah yang berkiblat ke Iran, mungkin akan mengalami ketidakstabilan akibat kemungkinan dukungan pemerintah Sunni terhadap kelompok Sunni Irak yang kini terpinggirkan setelah rezim Saddam Hussein jatuh. Rezim Saddam Hussein adalah kelompok Sunni yang memerintah mayoritas penduduk Syiah Irak.

Hal lain, bila rezim Bashar al-Assad jatuh dan otomatis Suriah akan diperintah oleh kelompok Sunni, Iran kehilangan akses ke Hizbullah di Lebanon, yang juga beraliran Syiah Itsna Asyariah sebagaimana Iran. Selama ini, Hizbullah digunakan Iran dengan melatih dan memasok senjata kepada mereka dalam rangka menghadapi Israel. Pada 2006, Hizbullah, yang menggunakan senjata Iran, ”menang” dalam perangnya melawan Israel.

Iran juga akan kehilangan pengaruh terhadap Hamas. Selama ini, Iran menanamkan pengaruhnya pada Hamas yang menolak eksistensi Israel melalui para tokohnya yang bermarkas di Suriah. Terkait dengan ancaman Israel yang berencana menyerang situs-situs nuklir Iran yang dianggap sedang melakukan proses pengayaan uranium untuk membuat senjata atom, posisi Irak, Suriah, Hizbullah, dan Hamas sangat penting. Sebab, kalau Israel jadi menyerang, yang akan menimbulkan perang dengan Iran, Teheran bisa menggunakan Irak, Hizbullah, Suriah, dan Hamas untuk membantunya.

Upaya Liga Arab untuk menjatuhkan rezim Bashar al-Assad juga tak terlepas dari niat mereka memutus tangan Iran di kawasan mereka. Jadi, bukan karena rezim Suriah membantai rakyat sipilnya. Buktinya, Liga Arab tak menghukum Bahrain yang juga membunuh para demonstran di negara itu yang mayoritas bermazhab Syiah seperti Iran. Bahkan, Liga Arab juga diam ketika Arab Saudi mengirim tentara ke Bahrain untuk ikut menembaki demonstran guna menyelamatkan monarki mungil tersebut.

Jadi, upaya menyelesaikan masalah Suriah yang kompleks tidak hanya dengan membujuk Rusia dan China agar sepaham dengan Liga Arab-Barat, tetapi juga harus melibatkan Iran. ●

1 komentar:

  1. untuk membujuk harus melibatkan iran, klo israel membajak suriah harus melibatkan negara apa?

    BalasHapus