Koneksi
Iran-Suriah
Smith Alhadar ; Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
SUMBER : KOMPAS, 12
Mei 2012
Kendati rezim Bashar al-Assad masih
membombardir kota-kota di Suriah dengan senjata berat untuk membungkam kaum
oposisi yang menuntutnya mundur dari kursi kepresidenan, Iran tetap mendukung
rezim yang telah menewaskan lebih dari 10.000 jiwa sejak pemberontakan rakyat
pada Maret tahun lalu itu.
Usaha Liga Arab, Uni Eropa, Turki, dan AS
menciptakan perdamaian di Suriah dengan cara menjatuhkan berbagai sanksi atas
rezim yang berkuasa sejauh ini tidak berhasil.
November tahun lalu, Liga Arab dan Suriah
menyepakati beberapa butir perjanjian untuk menghentikan tragedi kemanusiaan di
Suriah. Butir-butir itu, di antaranya, rezim Suriah harus menarik mundur
militernya dari seluruh desa dan kota Suriah, membolehkan wartawan asing
memasuki negeri itu, membuka jalan bagi masuknya bantuan asing untuk rakyat
sipil Suriah, dan mengadakan dialog dengan kelompok oposisi. Karena rezim
Bashar al-Assad mengingkarinya, Liga Arab menambah sanksi dengan menangguhkan
keanggotaan Suriah di Liga Arab dan menghentikan bantuan dan transaksi ekonomi
terhadap Damaskus.
Turki dan Barat mendukung langkah Liga Arab.
Malah Turki, tetangga Suriah di utara, juga menghentikan bantuan ekonomi dan
hubungan dagang kedua negara. Barat pun melakukan hal serupa. Melihat Suriah
bergeming dengan semua sanksi itu, Liga Arab dan Barat menunjuk mantan Sekjen
PBB Kofi Annan jadi juru damai bagi persoalan Suriah dengan berpegang pada
butir-butir kesepakatan antara rezim Suriah dan Liga Arab itu. Annan telah
bertemu Bashar al-Assad dan telah mendapat janji dari Bashar akan tunduk pada
tuntutan Liga Arab dan Barat.
Namun, janji tinggal janji. Satu per satu
pertahanan kelompok oposisi bersenjata Suriah (FSA) dan oposisi sipil tetap
dibombardir oleh mesin militer raksasa pasukan pemerintah. Pertahanan kubu
oposisi di kota Hama, Deraa, dan wilayah pedesaan dekat Damaskus tak luput dari
amukan pasukan loyalis rezim Bashar.
Pasukan pemerintah juga masih sering
menggempur distrik al-Khalidiyah dan al-Bayada. Sikap keras kepala rezim Suriah
ini tak terlepas dari dukungan Rusia dan China serta Iran.
Diplomasi
Rusia-China
Digulirkannya resolusi Dewan Keamanan (DK)
PBB, 4 April lalu, tentang penyebaran 300 personel pemantau PBB di Suriah
sesungguhnya merupakan kemenangan diplomasi Rusia di forum DK PBB. Barat
terpaksa bersedia berkompromi demi mencegah veto Rusia di DK PBB. Barat,
misalnya, mencabut tuntutannya agar pasukan pemerintah dan senjata beratnya
ditarik dahulu dari perkotaan sebelum penyebaran tim monitor PBB.
Resolusi itu hanya menegaskan, penyebaran
segera 300 personel tim monitor PBB di Suriah, tanpa embel-embel pasukan
pemerintah, harus ditarik dahulu. Redaksi resolusi itu sesuai kehendak Rusia,
sekutu lama dan sumber persenjataan Suriah. Hal itu membuat pasukan pemerintah
tetap mengancam semua kota di Suriah: setiap saat bisa menggempur kota mana
saja karena mereka tak diminta mundur.
Barat juga mencabut tuntutan agar rezim
Bashar al-Assad dijatuhi sanksi ekonomi berat jika tidak menghormati misi damai
Kofi Annan. Sebagai penggantinya, resolusi tersebut menegaskan DK PBB akan
melakukan tindakan lain yang relevan jika misi damai utusan khusus PBB, Liga
Arab, Kofi Annan, gagal. Selain itu, resolusi DK PBB juga memberi waktu cukup
panjang kepada tim monitornya, yakni selama 90 hari, dalam menjalankan tugasnya
di Suriah.
Dengan demikian, rezim Bashar al-Assad layak
bergembira dengan turunnya resolusi DK PBB itu. Ia bisa memperpanjang usia
rezimnya minimal tiga bulan mendatang. Selain selamat dari sanksi ekonomi,
pasukannya pun masih bisa bertengger di mulut-mulut perkotaan dan pedesaan yang
setiap saat bisa mereka gempur.
Pertanyaannya, mengapa Rusia, China, dan
khususnya Iran, tetap mendukung Bashar al-Assad, diktator yang ambisius dan
kejam itu?
Rusia dan China jelas ingin pengaruhnya tetap
ada di Timur Tengah untuk mengimbangi Barat yang mendominasi kawasan bergolak
itu. Jadi, bukan hanya alasan ekonomi bahwa Suriah adalah negara pengimpor
senjata Rusia dan China.
Faktor
Iran
Alasan Iran agak berbeda. Selain menanamkan
pengaruhnya di Suriah, Iran juga ingin mempertahankan pengaruhnya di Irak,
Lebanon, dan Palestina. Bila rezim Bashar jatuh, digantikan oleh negara
demokratis yang didominasi oleh mayoritas penduduk Sunni, pijakan Iran di Timur
Tengah akan melemah. Sebab, Iran diperintah oleh kelompok Syiah, yang sudah
bermusuhan dengan kelompok Sunni secara turun-temurun.
Irak, yang kini dipimpin oleh kelompok Syiah
yang berkiblat ke Iran, mungkin akan mengalami ketidakstabilan akibat
kemungkinan dukungan pemerintah Sunni terhadap kelompok Sunni Irak yang kini
terpinggirkan setelah rezim Saddam Hussein jatuh. Rezim Saddam Hussein adalah
kelompok Sunni yang memerintah mayoritas penduduk Syiah Irak.
Hal lain, bila rezim Bashar al-Assad jatuh
dan otomatis Suriah akan diperintah oleh kelompok Sunni, Iran kehilangan akses
ke Hizbullah di Lebanon, yang juga beraliran Syiah Itsna Asyariah sebagaimana
Iran. Selama ini, Hizbullah digunakan Iran dengan melatih dan memasok senjata
kepada mereka dalam rangka menghadapi Israel. Pada 2006, Hizbullah, yang
menggunakan senjata Iran, ”menang” dalam perangnya melawan Israel.
Iran juga akan kehilangan pengaruh terhadap
Hamas. Selama ini, Iran menanamkan pengaruhnya pada Hamas yang menolak
eksistensi Israel melalui para tokohnya yang bermarkas di Suriah. Terkait
dengan ancaman Israel yang berencana menyerang situs-situs nuklir Iran yang
dianggap sedang melakukan proses pengayaan uranium untuk membuat senjata atom,
posisi Irak, Suriah, Hizbullah, dan Hamas sangat penting. Sebab, kalau Israel
jadi menyerang, yang akan menimbulkan perang dengan Iran, Teheran
bisa menggunakan Irak, Hizbullah, Suriah, dan Hamas untuk membantunya.
Upaya Liga Arab untuk menjatuhkan rezim
Bashar al-Assad juga tak terlepas dari niat mereka memutus tangan Iran di
kawasan mereka. Jadi, bukan karena rezim Suriah membantai rakyat sipilnya.
Buktinya, Liga Arab tak menghukum Bahrain yang juga membunuh para demonstran di
negara itu yang mayoritas bermazhab Syiah seperti Iran. Bahkan, Liga Arab juga
diam ketika Arab Saudi mengirim tentara ke Bahrain untuk ikut menembaki
demonstran guna menyelamatkan monarki mungil tersebut.
Jadi, upaya menyelesaikan masalah Suriah yang
kompleks tidak hanya dengan membujuk Rusia dan China agar sepaham dengan Liga
Arab-Barat, tetapi juga harus melibatkan Iran. ●
untuk membujuk harus melibatkan iran, klo israel membajak suriah harus melibatkan negara apa?
BalasHapus