Selasa, 01 Mei 2012

Ketidakpastian BBM


Ketidakpastian BBM
Umar Juoro, Ekonom
SUMBER : REPUBLIKA, 30 April 2012


Rencana pemerintah untuk R membatasi konsumsi BBM masih belum dapat dilaksanakan pada April ini. Pelaksanaannya ditunda hingga Mei, ketika pembatasan konsumsi BBM bersubsidi akan dilakukan. Itu pun masih diragukan apakah penggunaan stiker dapat efektif dilakukan.

Pemerintah berencana menerapkan stiker pada kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc yang tidak diperkenankan mendapatkan akses pada BBM bersubsidi. Namun, dalam pelaksanaannya, sangatlah sulit dengan mempergunakan stiker. Petugas di pompa bensin (SPBU) akan kesulitan mengawasi dan menjalankannya. Hal ini diakui sendiri oleh pemerintah. Dari berbagai pengalaman di banyak negara, memang mekanisme pembatasan seperti ini tidak pernah berhasil dilakukan dengan baik.

Sementara itu, harga minyak dunia sekalipun masih tinggi, kemungkinan tidak mencapai tingkatan yang dipersyaratkan UU APBN rata-rata di atas 20 persen dari asumsi USD 105 per barel. Dengan keadaan seperti ini, pembatasan konsumsi BBM menjadi satu-satunya alternatif. Jika tidak dilakukan pembatasan, konsumsi BBM bersubsidi akan jauh melebihi 40 juta kiloliter sebagaimana yang ditetapkan dalam APBN. Ini akan menyebabkan subsidi BBM melampaui anggaran yang ditetapkan.

Sekalipun dengan pemotongan dan realokasi dari mata anggaran lainnya subsidi BBM masih dapat dipenuhi, namun anggaran menjadi tidak rasional dengan pengeluaran untuk subsidi BBM yang tidak produktif menjadi membengkak. Bahkan, ada kemungkinan melebihi Rp 200 triliun.

Cara yang sederhana dan lebih mudah diterapkan adalah subsidi BBM hanya diperuntukkan bagi kendaraan umum dan sepeda motor. Sedangkan mobil lainnya tidak diperkenankan mempergunakan subsidi BBM. Permasalahannya tinggal ketersediaan Pertamax yang terbatas. Untuk mengatasinya, ketersediaan Pertamax harus ditingkatkan. Selain itu, upaya untuk mengonversikan BBM dengan gas juga terus dilakukan.

Dengan tingginya harga minyak, permasalahan harga dan ketersediaan BBM akan terus menjadi permasalahan utama tidak saja di Indonesia, tetapi juga di hampir semua negara. Hal ini sebanarnya telah disadari oleh penentu kebijakan, namun upaya untuk meng atasinya dapat dikatakan tidak efektif dijalankan.

Produksi minyak kemungkinan juga akan lebih rendah dari yang diasumsikan dalam APBN sebesar 930 ribu barel per hari. Praktis dengan tidak adanya eksplorasi baru yang berarti dan rendahnya investasi migas kecenderungan ini akan terus terjadi.

Jika kecenderungan negatif ini tidak dapat diubah, kita tidak dapat memanfaatkan tingginya harga minyak dan hanya mendapatkan bebannya.

Lingkungan yang lebih menarik untuk investasi migas harus diberikan. Hanya memang perusahaan asing besar yang dapat melakukan eksplorasi dan produksi migas dengan efektif. Karena itu, kebijakan juga harus menyertakan perusahaan nasional dan BUMN untuk terlibat supaya permasalahan antiasing tidak menjadi penghambat.

Dalam hal yang berkaitan dengan harga eceran BBM, dengan tingginya konsumsi BBM karena meningkatnya secara drastis jumlah kendaraan bermotor, subsidi BBM tidak dapat dipertahankan.

Jika masih tetap ingin diberikan karena pertimbangan sosial-politik, jumlah subsidi ditetapkan pada angka tertentu, sesuai dengan postur APBN, sedangkan harga eceran BBM berubah-ubah sesuai dengan harga minyak dunia. Subsidi juga dapat diberikan pada golongan miskin dan siswa berupa kupon untuk angkutan umum. Tentu saja perbaikan angkutan umum harus dilakukan. Dengan demikian, postur anggaran dapat terjaga. Hal ini baru dapat dilakukan pada APBN 2013 jika pemerintah dapat meyakinkan DPR. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar