Ketidakpastian BBM
Umar Juoro, Ekonom
SUMBER
: REPUBLIKA, 30 April 2012
Rencana
pemerintah untuk R membatasi konsumsi BBM masih belum dapat dilaksanakan pada
April ini. Pelaksanaannya ditunda hingga Mei, ketika pembatasan konsumsi BBM
bersubsidi akan dilakukan. Itu pun masih diragukan apakah penggunaan stiker
dapat efektif dilakukan.
Pemerintah
berencana menerapkan stiker pada kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 1.500
cc yang tidak diperkenankan mendapatkan akses pada BBM bersubsidi. Namun, dalam
pelaksanaannya, sangatlah sulit dengan mempergunakan stiker. Petugas di pompa
bensin (SPBU) akan kesulitan mengawasi dan menjalankannya. Hal ini diakui
sendiri oleh pemerintah. Dari berbagai pengalaman di banyak negara, memang mekanisme
pembatasan seperti ini tidak pernah berhasil dilakukan dengan baik.
Sementara
itu, harga minyak dunia sekalipun masih tinggi, kemungkinan tidak mencapai
tingkatan yang dipersyaratkan UU APBN rata-rata di atas 20 persen dari asumsi
USD 105 per barel. Dengan keadaan seperti ini, pembatasan konsumsi BBM menjadi
satu-satunya alternatif. Jika tidak dilakukan pembatasan, konsumsi BBM
bersubsidi akan jauh melebihi 40 juta kiloliter sebagaimana yang ditetapkan
dalam APBN. Ini akan menyebabkan subsidi BBM melampaui anggaran yang ditetapkan.
Sekalipun
dengan pemotongan dan realokasi dari mata anggaran lainnya subsidi BBM masih
dapat dipenuhi, namun anggaran menjadi tidak rasional dengan pengeluaran untuk
subsidi BBM yang tidak produktif menjadi membengkak. Bahkan, ada kemungkinan
melebihi Rp 200 triliun.
Cara
yang sederhana dan lebih mudah diterapkan adalah subsidi BBM hanya
diperuntukkan bagi kendaraan umum dan sepeda motor. Sedangkan mobil lainnya
tidak diperkenankan mempergunakan subsidi BBM. Permasalahannya tinggal
ketersediaan Pertamax yang terbatas. Untuk mengatasinya, ketersediaan Pertamax
harus ditingkatkan. Selain itu, upaya untuk mengonversikan BBM dengan gas juga
terus dilakukan.
Dengan
tingginya harga minyak, permasalahan harga dan ketersediaan BBM akan terus
menjadi permasalahan utama tidak saja di Indonesia, tetapi juga di hampir semua
negara. Hal ini sebanarnya telah disadari oleh penentu kebijakan, namun upaya
untuk meng atasinya dapat dikatakan tidak efektif dijalankan.
Produksi
minyak kemungkinan juga akan lebih rendah dari yang diasumsikan dalam APBN
sebesar 930 ribu barel per hari. Praktis dengan tidak adanya eksplorasi baru
yang berarti dan rendahnya investasi migas kecenderungan ini akan terus
terjadi.
Jika
kecenderungan negatif ini tidak dapat diubah, kita tidak dapat memanfaatkan
tingginya harga minyak dan hanya mendapatkan bebannya.
Lingkungan
yang lebih menarik untuk investasi migas harus diberikan. Hanya memang
perusahaan asing besar yang dapat melakukan eksplorasi dan produksi migas
dengan efektif. Karena itu, kebijakan juga harus menyertakan perusahaan
nasional dan BUMN untuk terlibat supaya permasalahan antiasing tidak menjadi
penghambat.
Dalam
hal yang berkaitan dengan harga eceran BBM, dengan tingginya konsumsi BBM
karena meningkatnya secara drastis jumlah kendaraan bermotor, subsidi BBM tidak
dapat dipertahankan.
Jika masih tetap ingin diberikan karena
pertimbangan sosial-politik, jumlah subsidi ditetapkan pada angka tertentu,
sesuai dengan postur APBN, sedangkan harga eceran BBM berubah-ubah sesuai
dengan harga minyak dunia. Subsidi juga dapat diberikan pada golongan miskin
dan siswa berupa kupon untuk angkutan umum. Tentu saja perbaikan angkutan umum
harus dilakukan. Dengan demikian, postur anggaran dapat terjaga. Hal ini baru
dapat dilakukan pada APBN 2013 jika pemerintah dapat meyakinkan DPR. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar