BBM dan Energi Alternatif
Ikhsan Modjo, Direktur
Eksekutif Financial Reform Institute, Ketua DPP Partai Demokrat
SUMBER
: REPUBLIKA, 30 April 2012
Pengendalian
konsumsi BBM bersubsidi merupakan satu pilihan rasional setelah opsi kenaikan
harga tidak disetujui DPR. Banyak pihak beranggapan kebijakan ini akan mengalami
kesulitan dalam implementasinya. Intinya, mereka meragukan kemampuan pemerintah
melakukan pengawasan.
Kesangsian
itu tidak sepenuhnya valid. Banyak negara, termasuk negara Malaysia, telah
menerapkan kebijakan pengendalian konsumsi BBM, dengan berbagai mekanisme yang
tersedia, seperti menggunakan smartcard.
Selain
itu, sebelumnya juga banyak yang meragukan apakah pemerintah mampu melakukan
konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) secara sukses. Namun, Pertamina dan
instansi terkait terbukti berhasil dalam melakukan kon versi ini. Sampai 2011,
Pertamina berhasil mendistribusikan lebih dari 50 juta tabung elpiji ke
masyarakat dan meningkatkan tingkat konsumsi elpiji dari hanya 1,1 juta ton ke
4,7 juta ton.
Dari
fakta ini, rencana pengenda lian BBM dan diversifikasi energi harus dipandang
positif. Dalam hal ini, pengendalian konsumsi BBM dan pengembangan energi
alternatif adalah mutlak bagi Indonesia.
Sebagai
negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki potensi sumber energi berlimpah.
Ada begitu banyak energi alternatif yang bisa dikembangkan oleh negeri ini,
mulai dari tenaga surya, energi angin, biogas, baterai, jarak, panas bumi, dan
lainnya. Semua itu memiliki potensi dalam menjamin ke tersediaan pasokan
energi.
Dalam
usaha membangun strategi energi untuk menghindari krisis energi di masa depan,
secara sederhana strategi tersebut harus dibagi menjadi strategi jangka pendek
dan strategi jangka panjang. Untuk strategi jangka pendek, pemerintah harus
fokus pada pengembangan energi fosil selain minyak bumi, yaitu gas alam dan
batu bara.
Data
Kementerian ESDM menyebutkan, jumlah cadangan gas alam Indonesia 150 triliun
kaki kubik, cukup untuk konsumsi selama 60 tahun. Pengembangan penggunaan gas
alam dan batu bara bisa dilakukan bersamaan dengan pengendalian konsumsi BBM.
Teknis
kesiapan instansi terkait untuk pengembangan ini juga sudah cukup matang. Saat
ini, pemerintah dan Pertamina berencana mendistribusikan sedikitnya 250 ribu converter kit untuk kendaraan umum dan
pribadi di Jawa dan Bali. Apabila sukses, strategi ini juga akan diterapkan di
wilayah lain.
Batu
bara juga bisa dimanfaatkan, terutama untuk listrik, industri, transportasi,
dan rumah tangga. Apabila gas bumi memberikan efisiensi empat kali lipat
dibandingkan BBM, maka batu bara dapat menghemat hingga delapan kali lipat
dibandingkan BBM.
Energi nonfosil
Langkah selanjutnya, sebagai
strategi jangka panjang, adalah memikirkan proses pengembangan energi alternatif
nonfosil yang jauh lebih murah dan bermanfaat bagi rakyat. Energi alternatif terbarukan
hanya berperan kurang lima persen dari total pasokan energi nasional. Ini
berarti potensi yang ada baru sedikit dimanfaatkan.
Salah satu kendala adalah di
bidang pendanaan. Berdasarkan Masterplan Per cepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, dibutuhkan Rp 134,6 triliun dana investasi di
sektor energi alternatif untuk 15 tahun ke depan. Dana itu akan digunakan untuk
mengembangkan berbagai macam
energi alternatif, salah satunya panas bumi, di mana Indonesia merupakan negara
dengan potensi terbesar di dunia sebanyak 29.038 megawatt.
Selain
panas bumi, sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, sekitar 80
ribu km, maka pembangkit listrik tenaga angin bisa menjadi pilihan. Walau jenis
energi ini menyimpan berbagai kendala, misalnya, kecepatan angin yang terkadang
tidak menentu di berbagai daerah, namun di banyak negara penggunaan angin lepas
pantai bisa menjadi solusi jitu.
Dewasa
ini, hanya empat persen yang bisa diproduksi atau sekitar 1.189 megawatt. Dalam
roadmap yang tersusun di Kebijakan Energi Nasional, pemerintah menargetkan
kenaikan penggunaan panas bumi menjadi setidaknya lima persen pada 2025 atau
setara dengan kapasitas PLTP sebesar 9.500 mw.
Pemerintah
sudah menyatakan keseriusannya dalam mengembangkan panas bumi. Sayangnya,
pengembangan energi alternatif itu masih terkendala oleh beberapa masalah.
Salah satunya, masih disediakannya BBM yang disubsidi secara luas.
Selain
itu, persoalan seperti kepastian regulasi, tumpang tindih lahan, dan hambatan
budaya juga masih jadi kendala. Untuk itu, langkah awal pengendalian konsumsi
BBM bersubsidi dan pengembangan alternatifnya patut untuk disukseskan.
Dengan segala potensi energi yang ada, tugas
utama pemerintah adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan energi
alternatif, memperbaiki peraturan-peraturan pendukung serta mulai mempercepat
pembangunan infrastruktur energi. Apabila ketiga hal tersebut bisa dilakukan
maka Indonesia bisa menjadi contoh bagi negaranegara lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar