Kamis, 24 Mei 2012

Keteladanan Pemimpin


Keteladanan Pemimpin
Din Syamsuddin ; Ketua Umum PP Muhammadiyah
SUMBER :  SUARA KARYA, 24 Mei 2012


Pemimpin nasional maupun daerah datang silih berganti. Proses itu tidak bisa terelakkan. Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah pemimpin yang muncul itu--baik di tingkat nasional maupun lokal (kabupaten dan kota)--pantas menjadi pemimpin yang bisa diteladani seluruh rakyat di negeri ini?

Itulah masalah besar yang sebenarnya sedang kita hadapi. Sungguh sayang, saat ini keteladanan nasional seperti tergadai pada hal-hal yang bersifat materi. Ini tentu sangat memprihatinkan, tidak saja dalam kekinian, tetapi juga ke depannya. Jika mencari keteladanan merupakan sesuatu yang sulit, bagaimana bangsa ini ke depan? Apalagi, generasi kita kini hidup dalam tekanan materialistis.

Dahulu pemimpin itu menjadi teladan bagi orang banyak. Pemimpin itu berkata jujur dan berperilaku baik dan menjadi contoh bagi rakyat. Tapi, saat ini pemimpin itu terbalut dalam bungkus citra sehingga tidak menampilkan watak kesejatian seorang pemimpin.

Dari segi keteladanan, di banyak lini ada sesuatu yang hilang, terutama bagi rakyat dan generasi muda. Suatu bangsa sangat membutuhkan keteladanan yang akan menjadi spirit bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itulah, kita berharap semua pihak, terutama yang mendapat amanat untuk menjadi pemimpin, harus bisa menyadari kondisi bangsa dan kepemimpinan kita yang berada dalam suatu kerangkeng citra.

Banyak pandangan justru melihat keteladanan itu sudah roboh di tingkat pemimpin. Karena itu, perlu dipertimbangkan kembali pola rekrutmen politik, bagaimana kepemimpinan di jabatan-jabatan politik. Itu memang terserah pada parpol-parpol lewat sistem pemilu.

Suksesi kepemimpinan pada setiap level, mulai dari presiden, gubernur, hingga pemimpin di tingkat kabupaten dan kota bahkan desa, sebenarnya tidak bisa ditelan mentah-mentah sebagaimana ajaran-ajaran demokrasi yang sangat liberal, tanpa memasukkan nilai-nilai moral. Ada kekhawatiran, jika tidak segera diperbaiki pola ini, pemimpin yang akan tampil adalah pemimpin yang tidak mementingkan kapasitas moral maupun integritas. Kemenangan yang diraihnya untuk bisa menjadi seorang pemimpin dilakukan dengan cara membeli.

Ini tentu sebuah malapetaka bagi bangsa ke depan. Dan, hal-hal seperti itulah yang menggejala sekarang. Namun, kita sangat berharap pada parpol agar tetap berpijak pada moralitas karena menyangkut perubahan struktur, khususnya pada tataran undang-undang (UU). Tetapi sayang, parpol kita tersandera oleh kepentingan-kepentingan. Di sinilah kita berharap tampilnya negarawan, jangan hanya politikus. Sekarang yang banyak adalah politikus. Mereka itu yang sering tampil mengisi ruang-ruang media, di DPR maupun luar DPR. Tidak muncul seorang negarawan.

Harus diakui bahwa kita sudah kehilangan kepemimpinan. Kepemimpinan yang ada jauh dari nilai-nilai kenegarawanan. Kejujurannya terlalu diabdikan untuk kepentingan politik itu sendiri. Bukan politik untuk rakyat dan kesejahteraan, tapi politik kekuasaan. Politik yang hanya mengutamakan bagaimana merebut kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan.

Kalau kondisi seperti ini tidak ada perubahan, sulit bagi bangsa ini untuk bisa maju di masa-masa mendatang. Jadi, sejak sekarang bersekutulah orang-orang baik, dengan watak kenegarawanan untuk bekerja sama melawan semua keburukan itu. Kalau tidak, hukum alam akan berlaku. Pada saatnya ada pergantian kepemimpinan secara revolusioner, yang harganya sangat mahal. Kita tentu tidak berharap hal demikian itu terjadi. Kita justru sangat mendambakan munculnya pemimpin teladan, negarawan, dan amanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar