Fleksibilitas
Pasar Tenaga Kerja
Achmad Deni Daruri ; President Director Center for Banking Crisis
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 15 Mei 2012
PEMOGOKAN
buruh yang akhir-akhir ini marak sebetulnya dapat direduksi secara moneter.
Fleksibilitas pasar tenaga kerja di era e-commerce
sangat bergantung kepada salah satunya infrastruktur perekonomian termasuk
infrastruktur sistem pembayaran. Tidak hanya itu, sistem pembayaran yang semakin
canggih juga menuntut fleksibilitas pasar tenaga kerja. Siebert (1997)
mengatakan market clearing dalam
pasar tenaga kerja di era globalisasi semakin cepat.
Ia
mengatakan, “The clearing functions of
the market by weakening the demand for labor, making it less attractive to hire
a worker by explicitly pushing up the wage costs or by introducing a negative
shadow price for labor; by distorting the labor supply; and by impairing the
equilibrating function of the market mechanism (for instance, by infl uencing
bargaining behavior).” Jadi, keterkaitan antara pasar tenaga kerja dan
sistem pembayaran bukanlah semata-mata pada konsep transfer payment dan cara
membayar tenaga kerja. Sudah tentu cara membayar tenaga kerja melalui perbankan
akan jauh lebih efektif, aman, dan efisien.
Adapun
World Economic Forum (2011)
mengatakan, “Salah satu kelemahan
mendasar dari perekonomian Indonesia adalah infrastruktur (urutan ke-82).”
Lebih lanjut WEF mengatakan, “Despite
notable improvements, its roads and railroads remain are in poor condition, and
the capacity of seaports remains limited. Energy infrastructure is of major concern,
as well. The uptake of information and communication technologies also remains
limited among businesses, as well as within the population at large.” Jadi,
permasalahan pasar tenaga kerja di Indonesia bukanlah fungsi produksi Leontief,
juga bukan karena kemiringan negatif dari Isoquant.
Namun, itu karena ketidakefektifan teknologi dalam melakukan shifting pada Isoquant.
Faktor
lainnya yang menghambat fleksibilitas di pasar tenaga kerja ialah diskriminasi.
Kenneth Arrow mengatakan, “The valuation in
the market place of personal characteristics of the worker that are unrelated
to worker productivity.” Sistem pembayaran tidak akan mampu mengatasi
permasalahan diskriminasi dalam pasar tenaga kerja. Meski demikian, efisiensi
pasar akibat diskriminasi akan mampu diperkecil dengan semakin efi siennya pasar
tenaga kerja.
Dengan
pergeseran aktivitas perekonomian dari sektor pertanian dan industri ke sektor
jasa, peran jasa keuangan dalam menampung tenaga kerja juga akan semakin besar.
Jika dilakukan turunan parsial dari seluruh sektor perekonomian terhadap
perubahan dari sistem pembayaran, pengaruh sistem pembayaran terhadap nilai
tambah dan penciptaan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian dipastikan
tidak hanya positif, tetapi juga terus memperlihatkan kecenderungan kontribusi
yang semakin besar.
Hal
lain yang harus dilakukan untuk menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja da
lam sistem perekonomian berbasis sistem pembayaran ialah dengan memperbaiki
tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia. Dengan semakin baiknya tingkat
pendidikan di Indonesia, efek pengganda dari perbaikan infrastruktur sistem
pembayaran akan berdampak semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam Households Economics, pengaruh variabel
kontekstual dalam memengaruhi kepuasan pekerja sangatlah penting. Peraih hadiah
Nobel Ekonomi dari Universitas Chicago Gary Becker mengatakan, “So I had this little idea. I saw a way of
taking the prejudices of workers and employers and customers and all groups,
even governments, and sort of putting that through an economic analysis with
competition and the goals of employers, opportunities for black and white
employees to choose among different firms. So it becomes a complicated problem,
using all the tools of economics.“ Itu memperlihatkan pentingnya pengaruh
variabel kontekstual terhadap kualitas sumber daya manusia.
Salah
satu variabel penting tersebut ialah sistem pemba yaran. Becker menyebutnya
dalam konteks kompetisi. Kompetisi akan semakin contestable jika pasar sistem
pembayaran juga bersifat efisien. Peran otoritas moneter untuk menjamin pasar
pembayaran yang efisien akan semakin penting di masa yang akan datang.
Konsekuensinya, seperti dikatakan Chung, yaitu apa pun yang terjadi pekerja
dituntut semakin adaptif. Chung (2008) mengatakan, “Capable of quickly and effectively mastering new productive needs and
skills and about facilitating the combination of work and private
responsibilities.”
Pasar
tenaga kerja harus lebih cepat dalam mengantisipasi perubahan kondisi
perekonomian, termasuk yang disebabkan perubahan sistem pembayaran yang semakin
canggih. Pembayaran dalam pasar tenaga kerja tidak sekadar balas jasa terhadap
faktor produksi. Pasar tenaga kerja juga dituntut untuk memiliki management information system yang up to date. Dasar dari sistem informasi
tersebut ialah kerangka circular flow dari dimensi pergerakan uang itu sendiri.
Dengan
demikian, sistem ini merupakan permintaan turunan dari sistem pembayaran itu
sendiri. Dengan adanya sistem informasi yang lebih sempurna dalam pasar tenaga
kerja, kebutuhan akan tenaga kerja bakal semakin mudah dideteksi. Sistem
pembayaran yang baik akan membantu terjadinya transaksi dalam perekonomian yang
semakin meningkat. Itu pada gilirannya akan meningkatkan permintaan agregat. Kenaikan
permintaan agregat juga akan meningkatkan permintaan akan tenaga kerja.
Dengan
hubungan seperti itu, keterkaitan antara pasar tenaga kerja dan sistem
pembayaran tidak hanya ada, tetapi juga sangat kuat. Penguatan infrastruktur
sistem pembayaran pun akan membantu efisiensi kliring di pasar tenaga kerja
yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan buruh. China terbukti sukses
mengembangkan sistem pembayaran yang menyebabkan permintaan akan tenaga kerja
melebihi penawarannya sehingga dengan sendirinya upah buruh ikut meningkat!
Seperti sabda Nabi Muhammad, “Belajarlah
hingga ke negeri China.“ ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar