Rabu, 16 Mei 2012

Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja


Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja
Achmad Deni Daruri ;  President Director Center for Banking Crisis
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 15 Mei 2012


PEMOGOKAN buruh yang akhir-akhir ini marak sebetulnya dapat direduksi secara moneter. Fleksibilitas pasar tenaga kerja di era e-commerce sangat bergantung kepada salah satunya infrastruktur perekonomian termasuk infrastruktur sistem pembayaran. Tidak hanya itu, sistem pembayaran yang semakin canggih juga menuntut fleksibilitas pasar tenaga kerja. Siebert (1997) mengatakan market clearing dalam pasar tenaga kerja di era globalisasi semakin cepat.

Ia mengatakan, “The clearing functions of the market by weakening the demand for labor, making it less attractive to hire a worker by explicitly pushing up the wage costs or by introducing a negative shadow price for labor; by distorting the labor supply; and by impairing the equilibrating function of the market mechanism (for instance, by infl uencing bargaining behavior).” Jadi, keterkaitan antara pasar tenaga kerja dan sistem pembayaran bukanlah semata-mata pada konsep transfer payment dan cara membayar tenaga kerja. Sudah tentu cara membayar tenaga kerja melalui perbankan akan jauh lebih efektif, aman, dan efisien.

Adapun World Economic Forum (2011) mengatakan, “Salah satu kelemahan mendasar dari perekonomian Indonesia adalah infrastruktur (urutan ke-82).” Lebih lanjut WEF mengatakan, “Despite notable improvements, its roads and railroads remain are in poor condition, and the capacity of seaports remains limited. Energy infrastructure is of major concern, as well. The uptake of information and communication technologies also remains limited among businesses, as well as within the population at large.” Jadi, permasalahan pasar tenaga kerja di Indonesia bukanlah fungsi produksi Leontief, juga bukan karena kemiringan negatif dari Isoquant. Namun, itu karena ketidakefektifan teknologi dalam melakukan shifting pada Isoquant.

Faktor lainnya yang menghambat fleksibilitas di pasar tenaga kerja ialah diskriminasi. Kenneth Arrow mengatakan, “The valuation in the market place of personal characteristics of the worker that are unrelated to worker productivity.” Sistem pembayaran tidak akan mampu mengatasi permasalahan diskriminasi dalam pasar tenaga kerja. Meski demikian, efisiensi pasar akibat diskriminasi akan mampu diperkecil dengan semakin efi siennya pasar tenaga kerja.

Dengan pergeseran aktivitas perekonomian dari sektor pertanian dan industri ke sektor jasa, peran jasa keuangan dalam menampung tenaga kerja juga akan semakin besar. Jika dilakukan turunan parsial dari seluruh sektor perekonomian terhadap perubahan dari sistem pembayaran, pengaruh sistem pembayaran terhadap nilai tambah dan penciptaan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian dipastikan tidak hanya positif, tetapi juga terus memperlihatkan kecenderungan kontribusi yang semakin besar.

Hal lain yang harus dilakukan untuk menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja da lam sistem perekonomian berbasis sistem pembayaran ialah dengan memperbaiki tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia. Dengan semakin baiknya tingkat pendidikan di Indonesia, efek pengganda dari perbaikan infrastruktur sistem pembayaran akan berdampak semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat. 

Dalam Households Economics, pengaruh variabel kontekstual dalam memengaruhi kepuasan pekerja sangatlah penting. Peraih hadiah Nobel Ekonomi dari Universitas Chicago Gary Becker mengatakan, “So I had this little idea. I saw a way of taking the prejudices of workers and employers and customers and all groups, even governments, and sort of putting that through an economic analysis with competition and the goals of employers, opportunities for black and white employees to choose among different firms. So it becomes a complicated problem, using all the tools of economics.“ Itu memperlihatkan pentingnya pengaruh variabel kontekstual terhadap kualitas sumber daya manusia.

Salah satu variabel penting tersebut ialah sistem pemba yaran. Becker menyebutnya dalam konteks kompetisi. Kompetisi akan semakin contestable jika pasar sistem pembayaran juga bersifat efisien. Peran otoritas moneter untuk menjamin pasar pembayaran yang efisien akan semakin penting di masa yang akan datang. Konsekuensinya, seperti dikatakan Chung, yaitu apa pun yang terjadi pekerja dituntut semakin adaptif. Chung (2008) mengatakan, “Capable of quickly and effectively mastering new productive needs and skills and about facilitating the combination of work and private responsibilities.”

Pasar tenaga kerja harus lebih cepat dalam mengantisipasi perubahan kondisi perekonomian, termasuk yang disebabkan perubahan sistem pembayaran yang semakin canggih. Pembayaran dalam pasar tenaga kerja tidak sekadar balas jasa terhadap faktor produksi. Pasar tenaga kerja juga dituntut untuk memiliki management information system yang up to date. Dasar dari sistem informasi tersebut ialah kerangka circular flow dari dimensi pergerakan uang itu sendiri.

Dengan demikian, sistem ini merupakan permintaan turunan dari sistem pembayaran itu sendiri. Dengan adanya sistem informasi yang lebih sempurna dalam pasar tenaga kerja, kebutuhan akan tenaga kerja bakal semakin mudah dideteksi. Sistem pembayaran yang baik akan membantu terjadinya transaksi dalam perekonomian yang semakin meningkat. Itu pada gilirannya akan meningkatkan permintaan agregat. Kenaikan permintaan agregat juga akan meningkatkan permintaan akan tenaga kerja.

Dengan hubungan seperti itu, keterkaitan antara pasar tenaga kerja dan sistem pembayaran tidak hanya ada, tetapi juga sangat kuat. Penguatan infrastruktur sistem pembayaran pun akan membantu efisiensi kliring di pasar tenaga kerja yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan buruh. China terbukti sukses mengembangkan sistem pembayaran yang menyebabkan permintaan akan tenaga kerja melebihi penawarannya sehingga dengan sendirinya upah buruh ikut meningkat! Seperti sabda Nabi Muhammad, “Belajarlah hingga ke negeri China.“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar