Drama Politik China :
Ayam dan Anjing Naik ke Surga
Rene L Patti Radjawane; Wartawan Kompas
SUMBER
: KOMPAS,
09 Mei 2012
Dalam bukunya, Mein Kampf,
Adolf Hitler menulis, ”Die meisten
Menschen werden leichter Opfer einer grossen Lüge als eiener kleinen”.
Kebanyakan orang lebih mudah untuk percaya kebohongan besar daripada kebohongan
kecil. Dan buku Hitler menjadi inspirasi kebangkitan kekaisaran ketiga Jerman
Raya.
Jalan suksesi generasi kelima kepemimpinan
Partai Komunis China (PKC) adalah drama babak pertama sebelum Kongres Ke-17 PKC
berlangsung pada musim gugur mendatang. Drama ini dimulai dengan kasus Bo
Xilai, Sekretaris PKC kota Chongqing, yang mencuat ke permukaan dan melibatkan
Kepala Polisi Chongqing Wang Lijun, awal tahun ini.
Drama lainnya melibatkan aktivis buta Chen
Guangcheng yang dikenai tahanan rumah sebelum melarikan diri ke Kedubes AS di
Beijing. Chen menjadi pengacara yang membela kaum lemah dan tidak mampu di
pedesaan China di Provinsi Shandong, tidak jauh dari tempat kelahiran Konfusius.
Chen menjadi pengacara otodidak dan berani
melawan kekuasaan komunisme, awalnya dipuja oleh para pejabat komunis sebagai
pembela penyandang cacat. Chen kemudian menjadi momok ketika mulai muncul di
pengadilan membela orang-orang yang dipaksa untuk melakukan aborsi dan
sterilisasi oleh pejabat komunis lokal untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.
Ada faktor menarik dari kedua drama yang
tidak terkait satu sama lain ini, yaitu faktor suaka politik yang sama-sama
ditujukan kepada Pemerintah AS. Wang Lijun secara tiba-tiba muncul di Konsulat
AS di Chengdu, sekitar 300 kilometer dari Chongqing. Chen Guangcheng dua pekan
lalu muncul di Kedubes AS di Beijing.
Yang menarik, kedua orang ini akhirnya keluar
dari wilayah AS di China tanpa kelanjutan yang memuaskan. Chen konon diizinkan
pergi ke AS untuk melanjutkan studinya di bidang hukum, ilmu yang tidak boleh
diambil oleh orang buta di China. Persoalan suaka ini menjadi sesuatu yang baru
dalam lingkup politik PKC dan kekuasaan Beijing.
Dari berbagai drama politik China, ada
bermacam faktor yang muncul memberikan gambaran yang jelas apa sebenarnya yang
terjadi di dalam daratan China. Ada faktor kekuasaan, faktor korupsi dan
nepotisme, ada faktor penindasan orang-orang miskin dan tidak mampu menghadapi
modernisasi dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat.
Banyak faktor di China sesuai dengan besarnya
penduduk Negara Tengah tersebut. Daniel A Bell dalam bukunya, China’s New Confucianism: Politics and
Everyday Life in A Changing Society (Princeton,
2008), menulis China di bawah kekuasaan PKC menghadapi ketidakpuasan
legitimasi sistem politik, mulai dari legitimasi kinerja, meritokrasi, dan
ideologi karena komunisme modern di China berubah menjadi nasionalisme ketika
PKC dianggap mewakili terhapusnya ”abad penghinaan” kolonialisme asing di China
mulai dari abad ke-18 sampai berdirinya RRC tahun 1949.
Kita sendiri mencoba memahami drama politik
China praKongres Ke-17 PKC sebagai dilema negara besar yang berjuang menjadi
adidaya. Persoalan Bo Xilai adalah masalah lama tentang korupsi, kolusi, dan
nepotisme persoalan karatan yang dihadapi berbagai dinasti China. Faktor Neil
Heywood yang berkebangsaan Inggris adalah bumbu drama tentang intrik politik
China.
Tidak ada pejabat China, baik dari jalur
partai, sipil, maupun militer, yang tidak memiliki kaitannya dengan para
penguasa sebelumnya. Berbagai posisi penting dan strategis di lembaga
pemerintahan dan BUMN pasti mempunyai persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme
ini, dan terkait hubungan keluarga satu sama lain.
Chen Guangcheng menangkap persoalan ini dari
bawah, lapisan masyarakat China yang tertindas dan muak dengan kekuasaan
komunisme yang hanya menguntungkan kelompok elite saja. Fenomena ini dalam
peribahasa China disebut ”Ketika seorang pejabat dipromosikan, ayam
dan anjingnya ikut naik ke surga”. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar