Rabu, 23 Mei 2012

Dilarang Konser Karena Pokoknya


Dilarang Konser Karena Pokoknya
Halim Mahfudz ; Ceo Halma Strategic dan Pengajar Pascasarjana Universitas Paramadina
SUMBER :  KORAN TEMPO, 22 Mei 2012


Konser musik Lady Gaga, yang rencananya akan digelar pada 3 Juni 2012, menimbulkan perdebatan. Perdebatan berkembang sekitar alasan pihak keamanan serta organisasi para pendukung pelarangan konser dan pihak yang terheran-heran atas rencana pelarangan tersebut. Keduanya baru bersifat akan, yaitu akan mengadakan konser Lady Gaga, dan pihak lain akan tidak memberi izin. Topik perdebatan mereka adalah kepatutan secara budaya dan norma, sebuah batas subyektif dan fatamorgana. 

Perdebatan ini cukup memberikan indikasi sikap masing-masing pihak. Dalam konteks ini, sikap dan peran organisasi kemasyarakatan yang lebih besar, seperti Nahdlatul Ulama, ternyata lebih tidak jelas apakah menerima atau menolak. Saya bukan penikmat musik-musik dan video Lady Gaga dan bukan penggemarnya, tapi pelarangan ini butuh penalaran, bukan karena tekanan kelompok garis keras.

Stefani Joanne Angelina Germanotta, yang kemudian populer dengan nama panggung Lady Gaga, adalah perempuan biasa kelahiran New York, 1968. Dia sangat berbakat, kemudian menjadi penulis lagu genre pop, dance, dan electronic serta sekaligus penari, penampil, dan aktivis. Album terakhirnya yang berjudul Born This Way, yang diluncurkan pada Februari 2011, menegaskan sikap dan pandangan hidup dia tentang kebebasan. 

Tema-tema yang dia ungkapkan sekitar seks, agama, duit, narkoba, identitas, pembebasan, dan individualisme. Salah satu baris lirik dalam Born This Way menyatakan, "I am beautiful in my way. Cause God makes no mistakes." Tak peduli kau seorang "black, white, chola, Lebanese, atau orient, I was born to be brave". Dalam konteks kebebasan, dia mengungkapkan, tak peduli kau seorang gay atau lesbian, "I was born this way."

Beberapa ketidakbiasaan Lady Gaga ketika tampil dan dalam klip videonya telah membangun persepsi publik yang campuran antara menerima dan menolak. Anak muda yang menginginkan pembebasan menggemari penampilannya dalam berbagai kontroversi. Salah satu konser kontroversialnya adalah ketika dia tampil dengan korset terbuka dari bahan kulit, kemudian diserang pemain lain dan "dikunyah" tenggorokannya, sehingga darah mengalir ke dadanya. Pada akhirnya, Lady Gaga tergeletak di tengah kubangan darah buatan. Padahal, di daerah Bradford, Inggris, pada 2009, baru saja terjadi pembunuhan dengan korban 12 warga biasa oleh seorang sopir taksi. Kelompok-kelompok cinta keluarga memprotes pertunjukan tersebut, bahkan banyak penggemarnya yang keberatan dengan pertunjukan tersebut. Mereka mengecam pertunjukan itu karena dianggap tidak punya empati dan tidak peka terhadap keluarga serta situasi yang baru saja terjadi.

Masalah kita

Persepsi campuran atas tema-tema konser dan video Lady Gaga ini juga berkembang di Indonesia. Tidak cukup meyakinkan berapa banyak penggemar Lady Gaga di Indonesia. Ini bisa dilihat dari kurang larisnya penjualan tiket masuk dibanding artis lain, seperti Katy Perry, David Foster, ataupun Andrea Bocelli. Karena itu, tidak cukup meyakinkan juga bahwa banyak orang Indonesia yang bakal menikmati konser Lady Gaga. Yang menarik, untuk memberi kesan kepada Indonesia, dia konon bersedia menyesuaikan diri dalam kostum dan penampilan dengan budaya Indonesia ketika konser nanti, termasuk memilih batik ala Lady Gaga.

Meski begitu, ketika perdebatan muncul apakah izin akan diberikan atau tidak, masyarakat terheran-heran dengan rencana untuk tidak memberi izin konser. Keheranan mereka bukan karena mereka sebagai penggemar Lady Gaga, tapi lebih karena pelarangan tersebut pertama kali disampaikan oleh kelompok garis keras melalui ancaman-ancaman. Keheranan ini bahkan meningkat menjadi ledekan karena pihak keamanan, bahkan menteri, pun ikut memberi andil suara untuk tidak memberikan izin kepada penyelenggara konser dengan alasan yang tidak masuk akal.

Beberapa negara, seperti Filipina, juga didesak masyarakatnya agar tidak memberi izin konser Lady Gaga. Anak-anak muda Filipina keberatan dengan konser Lady Gaga karena berbagai kontroversi yang pernah terjadi sebelumnya. Di Indonesia, ketika aparat keamanan memberi alasan tidak memberi izin konser karena bisa "merusak budaya bangsa", rasa heran masyarakat makin memuncak lantaran alasan yang tidak masuk akal ini. Ketika kepolisian memberikan alasan tersebut, di media massa, berita rencana penolakan pemberian izin konser bersanding dengan berita korupsi, mulai kasus Angie, rekening gendut, hingga kasus korupsi biaya perjalanan dinas di berbagai institusi pemerintah. Penipuan dan manipulasi biaya perjalanan dinas di berbagai kementerian serta lemahnya peran dan fungsi inspektorat sebagai aparat internal yang tidak manjur membuat publik muak dengan jargon tentang "melindungi budaya bangsa". Dan itu disampaikan justru ketika pihak kepolisian sendiri tampak kehilangan peran dalam pemberantasan korupsi.

Permintaan pelarangan konser yang diiringi dengan ancaman kelompok garis keras ini perlu dicermati dengan kepala dingin. Pertama, sebagai bangsa, kita tak punya standar yang dipatuhi semua pihak secara konsisten. Kita tak punya kesepakatan bersama untuk menentukan kerumunan seperti apa yang bisa merusak budaya bangsa. Kita juga tak punya patokan mana yang lebih merusak antara sebuah konser yang menampilkan artis yang bersimbah darah, seperti konser Lady Gaga di Inggris, dan serbuan kelompok atas yang lain yang bersimbah darah sungguhan karena kebencian serta nafsu ingin menghabisi secara nyata, yang lebih merusak budaya dan moral bangsa ini. Tanpa darah pun, kita tak punya patokan mana yang lebih kejam, melarang orang beribadah, bahkan menghancurkan rumah ibadah, dan menuduh seseorang yang berbeda kepercayaan sebagai "orang lain" yang harus diperangi, atau ketidakbiasaan orang asing yang hanya datang sekali dan kemudian pergi.

Kedua, negara berpenduduk keempat terbesar di dunia ini harus menunjukkan ketegaran dan melepaskan diri dari tekanan siapa pun. Pelarangan konser ini bisa jadi pertanda makin hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara, karena pemerintah gagal melindungi rakyat dari teror sesama warga bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar