Dilarang
Konser Karena Pokoknya
Halim
Mahfudz ; Ceo
Halma Strategic dan Pengajar Pascasarjana Universitas Paramadina
SUMBER
: KORAN
TEMPO, 22 Mei 2012
Konser musik Lady Gaga, yang rencananya akan
digelar pada 3 Juni 2012, menimbulkan perdebatan. Perdebatan berkembang sekitar
alasan pihak keamanan serta organisasi para pendukung pelarangan konser dan
pihak yang terheran-heran atas rencana pelarangan tersebut. Keduanya baru
bersifat akan, yaitu akan mengadakan konser Lady Gaga, dan pihak lain akan tidak
memberi izin. Topik perdebatan mereka adalah kepatutan secara budaya dan norma,
sebuah batas subyektif dan fatamorgana.
Perdebatan ini cukup memberikan
indikasi sikap masing-masing pihak. Dalam konteks ini, sikap dan peran
organisasi kemasyarakatan yang lebih besar, seperti Nahdlatul Ulama, ternyata
lebih tidak jelas apakah menerima atau menolak. Saya bukan penikmat musik-musik
dan video Lady Gaga dan bukan penggemarnya, tapi pelarangan ini butuh
penalaran, bukan karena tekanan kelompok garis keras.
Stefani Joanne Angelina Germanotta, yang
kemudian populer dengan nama panggung Lady Gaga, adalah perempuan biasa
kelahiran New York, 1968. Dia sangat berbakat, kemudian menjadi penulis lagu
genre pop, dance, dan electronic serta sekaligus penari,
penampil, dan aktivis. Album terakhirnya yang berjudul Born This Way,
yang diluncurkan pada Februari 2011, menegaskan sikap dan pandangan hidup dia
tentang kebebasan.
Tema-tema yang dia ungkapkan sekitar seks, agama, duit,
narkoba, identitas, pembebasan, dan individualisme. Salah satu baris lirik
dalam Born This Way menyatakan, "I am beautiful in my way. Cause
God makes no mistakes." Tak peduli kau seorang "black, white,
chola, Lebanese, atau orient, I was born to be brave". Dalam
konteks kebebasan, dia mengungkapkan, tak peduli kau seorang gay atau lesbian, "I was born
this way."
Beberapa ketidakbiasaan Lady Gaga ketika
tampil dan dalam klip videonya telah membangun persepsi publik yang campuran
antara menerima dan menolak. Anak muda yang menginginkan pembebasan menggemari
penampilannya dalam berbagai kontroversi. Salah satu konser kontroversialnya
adalah ketika dia tampil dengan korset terbuka dari bahan kulit, kemudian
diserang pemain lain dan "dikunyah" tenggorokannya, sehingga darah
mengalir ke dadanya. Pada akhirnya, Lady Gaga tergeletak di tengah kubangan
darah buatan. Padahal, di daerah Bradford, Inggris, pada 2009, baru saja
terjadi pembunuhan dengan korban 12 warga biasa oleh seorang sopir taksi.
Kelompok-kelompok cinta keluarga memprotes pertunjukan tersebut, bahkan banyak
penggemarnya yang keberatan dengan pertunjukan tersebut. Mereka mengecam
pertunjukan itu karena dianggap tidak punya empati dan tidak peka terhadap
keluarga serta situasi yang baru saja terjadi.
Masalah kita
Persepsi campuran atas tema-tema konser dan
video Lady Gaga ini juga berkembang di Indonesia. Tidak cukup meyakinkan berapa
banyak penggemar Lady Gaga di Indonesia. Ini bisa dilihat dari kurang larisnya
penjualan tiket masuk dibanding artis lain, seperti Katy Perry, David Foster, ataupun
Andrea Bocelli. Karena itu, tidak cukup meyakinkan juga bahwa banyak orang
Indonesia yang bakal menikmati konser Lady Gaga. Yang menarik, untuk memberi
kesan kepada Indonesia, dia konon bersedia menyesuaikan diri dalam kostum dan
penampilan dengan budaya Indonesia ketika konser nanti, termasuk memilih batik
ala Lady Gaga.
Meski begitu, ketika perdebatan muncul apakah
izin akan diberikan atau tidak, masyarakat terheran-heran dengan rencana untuk
tidak memberi izin konser. Keheranan mereka bukan karena mereka sebagai
penggemar Lady Gaga, tapi lebih karena pelarangan tersebut pertama kali
disampaikan oleh kelompok garis keras melalui ancaman-ancaman. Keheranan ini
bahkan meningkat menjadi ledekan karena pihak keamanan, bahkan menteri, pun
ikut memberi andil suara untuk tidak memberikan izin kepada penyelenggara
konser dengan alasan yang tidak masuk akal.
Beberapa negara, seperti Filipina, juga
didesak masyarakatnya agar tidak memberi izin konser Lady Gaga. Anak-anak muda
Filipina keberatan dengan konser Lady Gaga karena berbagai kontroversi yang
pernah terjadi sebelumnya. Di Indonesia, ketika aparat keamanan memberi alasan
tidak memberi izin konser karena bisa "merusak budaya bangsa", rasa
heran masyarakat makin memuncak lantaran alasan yang tidak masuk akal ini.
Ketika kepolisian memberikan alasan tersebut, di media massa, berita rencana
penolakan pemberian izin konser bersanding dengan berita korupsi, mulai kasus
Angie, rekening gendut, hingga kasus korupsi biaya perjalanan dinas di berbagai
institusi pemerintah. Penipuan dan manipulasi biaya perjalanan dinas di
berbagai kementerian serta lemahnya peran dan fungsi inspektorat sebagai aparat
internal yang tidak manjur membuat publik muak dengan jargon tentang
"melindungi budaya bangsa". Dan itu disampaikan justru ketika pihak
kepolisian sendiri tampak kehilangan peran dalam pemberantasan korupsi.
Permintaan pelarangan konser yang diiringi
dengan ancaman kelompok garis keras ini perlu dicermati dengan kepala dingin.
Pertama, sebagai bangsa, kita tak punya standar yang dipatuhi semua pihak
secara konsisten. Kita tak punya kesepakatan bersama untuk menentukan kerumunan
seperti apa yang bisa merusak budaya bangsa. Kita juga tak punya patokan mana
yang lebih merusak antara sebuah konser yang menampilkan artis yang bersimbah
darah, seperti konser Lady Gaga di Inggris, dan serbuan kelompok atas yang lain
yang bersimbah darah sungguhan karena kebencian serta nafsu ingin menghabisi
secara nyata, yang lebih merusak budaya dan moral bangsa ini. Tanpa darah pun,
kita tak punya patokan mana yang lebih kejam, melarang orang beribadah, bahkan
menghancurkan rumah ibadah, dan menuduh seseorang yang berbeda kepercayaan
sebagai "orang lain" yang harus diperangi, atau ketidakbiasaan orang
asing yang hanya datang sekali dan kemudian pergi.
Kedua, negara berpenduduk keempat terbesar di
dunia ini harus menunjukkan ketegaran dan melepaskan diri dari tekanan siapa
pun. Pelarangan konser ini bisa jadi pertanda makin hilangnya kepercayaan
rakyat kepada negara, karena pemerintah gagal melindungi rakyat dari teror
sesama warga bangsa. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar