Jumat, 04 Mei 2012

Dahlan Iskan


Dahlan Iskan
Karim Raslan; Kolumnis INILAH.COM
SUMBER : INILAH.COM, 03 Mei 2012


Pertama kali saya bertemu Dahlan Iskan sekitar tujuh tahun lalu, waktudia masih menjadi pentolan raksasa media Jawa Pos Group.

Dahlan yang waktu itu memakai sepatu kets membawa saya berkeliling melihat pabrik percetakannya di Gresik, lalu ke markas Jawa Pos di Graha Pena, dan saya merasa sedang berjalan berdampingan dengan Steve Jobs versi Indonesia, atau Richard Branson si pemilik Virgin Atlantic – seorang pemimpin bisnis yang sepenuhnya menghayati (kalau tidak mau dibilang terobsesi) dunianya dan pekerjaannya.

Di saat yang sama, energi Dahlan yang meluap-luap membuat pertemuan inidiwarnai antusiasme sangat tinggi , sesuatu yang sering saya temui dalam pribadi entrepreneur sukses – walaupun sebagian besar dari mereka, tidak seperti Dahlan, sering tidak punya waktu untuk beramah-tamah.

Walau begitu, karena Dahlan hingga sekarang tetap menulis, dan begituproduktif, hingga saya sebagai sesama kolumnis merasakan kedekatan khusus dengannya. Singkatnya, kami berdua adalah penulis, dan kami merasa setara – walaupun dari segi penghasilan saya ketinggalan jauh, tentu saja.

Mungkin karena itu, dan juga sikap Dahlan yang terbuka dan egaliter, sayaingat berkata begini dengan usil padanya di Surabaya: “Pak, kalau saya besar nanti, saya ingin menjadi seperti Bapak.

Namun, sekarang setelah Pak Dahlan menjadi Menteri BUMN, dan subyek dari permohonan interpelasi dari DPR, saya tahu bahwa saya tidak lagi inginmenjadi dia. Politik bukan jatah saya. Sebagai penulis, saya hanya mengobservasi, mencatat dan mengomentari. Biarlah orang lain saja yangterlibat langsung.

Dulu, hidup Pak Dahlan membuat banyak orang iri. Dia adalah sosok mediatycoon yang tidak tipikal. Dia tidak pernah tertarik diprofilkan di majalah Tatler, atau majalah kaum jet set lainnya. Dia tidak peduli dengan formalitas dan protokol. Alih-alih dia malah berjalan-jalan keliling Indonesia, mengamati, menulis, dan mengelola kepentingan bisnisnya yang luas dan tersebar di seluruh negeri.

Saya masih ingat Pak Dahlan bercerita bagaimana dia naik turun kapal ferryyang menyeberang laut di antara Sabah, Kalimantan dan Sulawesi. BagiDahlan, jelas tidak ada yang lebih menggairahkan daripada jalan terbuka danpertemuan dengan orang-orang baru di perjalanan itu.

Kebebasan dan fleksibilitasnya selama menjelajah dan menulis tentangIndonesia, China, dan bagian Asia lainnya sungguh menakjubkan. Tulisannyaselalu lugas dan langsung – penuh saran dan insight bagi pembaca biasa.

Seolah-olah tulisannya dibuat untuk memperluas dan meningkatkan persepsidan pengetahuan pembacanya akan dunia.

Karakter pengelananya yang menentang konvensi ini masih terbawa hingga masa jabatannya sebagai menteri. Salah satu yang pertama dilakukannya untuk urusan BUMN adalah mengurangi frekuensi meeting internal dan juga hubungan politiknya.

Di saat yang sama, tulisan Dahlan yang bijaksana di kolomnya tetap berjalan, kali ini tentang tantangan-tantangan yang dihadapi perusahaan milik negara di Indonesia, juga saran-saran yang dia berikan.

Saya telah belajar banyak dari membaca tulisan Dahlan beberapa tahun ini.Saya harus mengakui, saya bahkan mencoba meniru gaya tulisannya yang baik, lugas dan informatif dalam tulisan-tulisan saya. Tentu saja, karena sayabukan orang Indonesia, saya tidak bisa menandingi Dahlan dalam semangatnasionalismenya.

Walaupun ada yang mengkritik karyanya, saya melihat tulisan Dahlan sebagai keinginan yang kuat untuk mendorong negara dan rakyatnya terus menjadi lebih maju lagi.

Kekesalannya pada beberapa pihak – terutama para birokrat dan pegawai pemerintahan yang sinis dan ingin cari gampang saja – juga merupakan kekesalan orang banyak, walaupun ini suka membuatnya terlibat masalah, seperti ketika dia membuka gerbang sebuah jalan tol.

Saya menyaksikan bagaimana nama Dahlan semakin dikenal di Indonesia –sesuatu yang sering terjadi karena otonomi daerah telah membuat para pelaku bisnis dengan jangkauan nasional menjadi semakin punya pengaruh.

Tidak terlalu mengagetkan bila banyak orang – dan terutama publik yangsudah muak dengan para pemimpin yang tidak efektif – justru memberi respon positif pada Dahlan.
Mereka menyukai pendekatannya yang tidak bertele-tele dan langsung pada pemecahan masalah. Ini telah membuatnya sangat populer – dengan dukungan dari Grup Jawa Pos – sebagai pemimpin yang berani, tidak konvensional, dan mementingkan hasil.

Dengan profil Dahlan yang semakin terkenal di publik, sangat menarik untukmelihat siapa yang terbukti lebih kuat dalam estimasi publik setelahinterpelasi yang akan terjadi ini: DPR yang tidak disukai rakyat, atauseorang pria yang berani menangani isu-isu sehari-hari yang dihadapi rakyatIndonesia?

Indonesia suka sosok “korban”, dan sekarang kita melihat skenario di mana salah satu konglomerat paling kaya dan berpengaruh di Indonesia menjadilebih populer karena ulah DPR. Sangat aneh. Sangat Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar