HIV,
Remaja, dan Media Sosial
Amrizal Muchtar, DOKTER, PRAKTISI KESEHATAN
Sumber
: KORAN TEMPO, 1 Desember 2011
Revolusi komunikasi telah terjadi dalam sekitar lima tahun
terakhir. Revolusi ini ditandai
dengan munculnya media-media sosial di Internet, seperti
Facebook,Twitter, blog, dan
Youtube, yang mengubah secara besar-besaran jalur komunikasi
dunia. Dengan media-media sosial ini, manusia dengan mudah berbagi informasi
yang bisa memberi dampak positif dan dampak negatif. Untuk kasus HIV sendiri,
media sosial diindikasikan telah mendukung penyebaran HIV lebih cepat.
HIV adalah suatu virus penyebab AIDS (acquired immune deficiency
syndrome). Menurut Wikipedia, AIDS adalah sekumpulan gejala atau infeksi
yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (human
immunodeficiency virus). HIV bekerja dengan melemahkan daya tahan tubuh
manusia.
Orang yang terkena virus ini akan kehilangan daya tahan tubuh,
sehingga akan terserang banyak penyakit. Bahkan penyakit flu, yang pada orang
normal mudah sembuh sendiri dengan istirahat, akan berkepanjangan dan menjadi
semakin parah.
Banyak sekali penyakit yang bisa menerpa penderita AIDS.
Penyakit-penyakit tersebut terjadi akibat infeksi bakteri, virus, jamur, dan
parasit yang dengan mudahnya menjangkiti mereka karena tidak ada reaksi
perlawanan dari dalam tubuh. Beberapa penyakit tersebut adalah pneumonia
pneumocystis,TBC, esofagitis, diare kronis, toksoplasmosis, meningitis,
demensia, kelenjar getah bening, sindroma kaposi, dan masih banyak lagi.
Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Kementerian Kesehatan, M. Subuh, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat,
25 November 2011, jumlah pengidap HIV di Indonesia mencapai 2,4 persen dari
total populasi atau sebesar 186 ribu orang. Jumlahnya bahkan mungkin lebih
besar dari itu dan bisa mencapai lebih dari
200 ribu orang. Sungguh angka yang luar biasa besar untuk suatu penyakit
yang mematikan. Kita bisa membayangkan bahwa di sekitar kita mungkin sudah lalu
lalang
penderita HIV tanpa kita sadari. Kita bisa saja tertular kalau
tidak berhati-hati dalam bergaul.
Jumlah besar ini setiap saat semakin meningkat mengingat tidak adanya
kontrol dalam penyebarannya. Jumlah pemakai narkoba suntik makin lama makin
bertambah. prostitusi juga semakin meningkat. Maraknya penggunaan media sosial malah
meningkatkan praktek prostitusi secara online.
Booming media sosial di Indonesia telah
terjadi dalam lima tahun terakhir. Saat ini Facebook menempati posisi tertinggi
untuk pemakaian jaringan sosial, menyusul
Twitter. Di Indonesia, pemakaian Facebook dan Twitter telah
mencapai 47 juta pengguna dari total penduduk Indonesia sebesar 245 juta. Data
ini menempatkan
Indonesia di peringkat dua dunia dan peringkat satu Asia dalam hal
pemakaian media sosial. Media sosial memang bisa membawa dampak positif bagi
masyarakat. Mudahnya komunikasi menjadikan mudahnya seseorang mendapatkan
banyak teman baru dan bercengkerama dengan kawan-kawan lama. Ini tentu saja
bisa mendatangkan rezeki bagi banyak kalangan.
Tapi media sosial ternyata ibarat “pedang bermata dua”. Di sisi
tajam yang satu, media sosial membawa dampak positif.Tapi di sisi yang lain,
media sosial juga mengundang hal-hal negatif yang sudah terbukti sering terjadi.
Salah satu contohnya adalah penyebaran HIV dengan perantaraan media online ini.
Biasanya kasusnya melibatkan remaja-remaja yang tentu saja masih labil.
Suburnya prostitusi online ini tentu saja membawa dampak besar terhadap
penyebaran HIV.
Remaja yang terlibat biasanya masih sangat awam ihwal adanya HIV
yang mengancam kehidupan mereka. Remaja tersebut biasanya cuma memikirkan
bagaimana mereka bisa mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Mereka tidak
berpikir atau bahkan tidak tahu bahwa sudah banyak sekali penderita HIV di
sekitar mereka. Bahkan orang yang “memakai” jasa mereka mungkin saja sudah
terkena virus ini.
Mengapa banyak sekali remaja yang terlibat kasus prostitusi online?
Ada beberapa penyebabnya.Yang pertama adalah berkembangnya pola pikir
materialisme, di mana baik-buruknya manusia dinilai dari banyaknya harta yang
dia miliki. Ini diperparah oleh gencarnya media-media televisi maupun media online
yang menularkan gaya hidup hedonistik. Lama-kelamaan, tertanamlah dalam
benak remaja bahwa kebahagiaan
hanya bisa diraih dengan uang.
Yang kedua, kegagalan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai etika,
moral, serta agama kepada remaja. Remaja adalah sosok yang masih labil. Belum
banyak pengetahuan tentang mana yang benar dan mana yang salah. Mereka masih
membutuhkan bimbingan dari keluarga untuk menjalani hidup.Tanpa bimbingan yang
benar, remaja bisa saja terperosok mengikuti ajakan teman-temannya
yang tidak benar. Hanya demi uang untuk membeli smartphone, membeli
pakaian baru, akhirnya para remaja labil tersebut rela melakukan praktek
prostitusi yang berujung pada penyebaran
HIV/AIDS. Pengetahuan mereka akan penyakit menular seksual sangat
minim. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka bisa mendapatkan segepok uang tanpa
susah payah setelah melakukan transaksi.
Didorong oleh uang banyak dan didukung ketidaktahuan, mereka
dengan gampangnya melakukan hubungan seksual tanpa pengaman dengan pelanggan
yang positif mengidap HIV/AIDS. Akhirnya tertularlah mereka oleh penyakit yang
sampai sekarang belum ada obatnya tersebut. Setelah itu, akan terjadi efek
domino di mana remaja tersebut akan menularkan lagi virus HIV ini ke pelanggan yang
lain. Hal itu berlanjut terus tanpa ada habisnya. Akhirnya, jumlah orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia pun semakin melonjak. Menurut statistik, sekitar
70 persen ODHA adalah remaja.
Kenyataan tragis ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Tidak
boleh kita mengatakan, “Saya tidak akan tertular karena saya ini orang baik-baik.
Saya tidak berzina dan saya
tidak memakai obat-obatan terlarang.” Fakta menunjukkan bahwa sudah
ribuan orang yang tidak bersalah tertular HIV.Dia tidak bersalah, tapi suaminya
bersalah karena sudah memakai jasa prostitusi. Dia tidak bersalah, tapi dia
tertular akibat kontaminasi darah pengidap HIV di rumah sakit. Dan masih banyak
jalur lain yang membuat seseorang yang sangat tidak pantas menderita HIV
akhirnya tetap bisa tertular.
Karena itulah, semua pihak, baik pemerintah, lembaga-lembaga
kesehatan, LSM, maupun masyarakat kecil seperti kita, harus peduli terhadap penyebaran
penyakit ini. Makin luas penyebarannya, makin besar pula risiko kita untuk
kena. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk berpartisipasi. Mulailah dari
yang kecil, misalnya menjaga keluarga kita agar selalu on the track. Bekalilah keluarga kita dengan ilmu agama dan
pendidikan moral yang cukup, sehingga bisa selalu terhindar dari bahaya negatif
dunia maya.
Satu hal yang tidak boleh terlupakan adalah lawanlah serangan
digital negatif media sosial dengan serangan digital positif. Harus ada
inisiatif, baik dari LSM, pemerintah, maupun pribadi, untuk menyebarkan pesan-pesan
digital positif ke dunia maya guna
mengingatkan kembali warga dunia maya ke arah yang benar. Kita
berdoa semoga penanggulangan HIV di negara kita bisa menjadi lebih baik.
Setidaknya, tingkat pengetahuan tentang HIV dan penyebarannya bisa menjangkau
seluruh masyarakat sampai ke tingkat individu di negara kita tercinta.Ayo kita
merenung apa yang kita bisa berikan di Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2011. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar