Adu
Cepat Laju Infrastruktur di 2017
Dinna Wisnu ; Pengamat
Hubungan Internasional;
Co-founder Paramadina Graduate
School of Diplomacy
|
KORAN SINDO, 04 Januari
2017
Selamat
Tahun Baru 2017
Pada
awal tahun ini, ada baiknya kita mengamati perkembangan keterhubungan antar
negara alias konektivitas fisik lintas batas.
Pada
awal 1990-an, kita mengamati meningkatnya kemudahan perpindahan uang dan
informasi lintas batas sejalan dengan konektivitas di dunia maya. Adapun
tahun 2017 ini yang akan meningkat adalah konektivitas fisik lintas batas
yang menciptakan jalur-jalur baru perpindahan barang dan manusia. Sejak 2015,
sejumlah proyek infrastruktur berkembang pesat di wilayah darat bahkan
terjadi kombinasi pengembangan sejumlah wilayah tak berpantai dengan
pelabuhan-pelabuhan baru. Tampaknya istilah ”kutukan daerah tak berpantai”
segera berakhir.
Indonesia
harus memastikan konektivitas di laut kita tidak kalah saing dengan
proyek-proyek konektivitas yang baru tersebut. Setidaknya ada empat pemain
penting dalam meningkatnya konektivitas baru ini: China, India, Rusia, dan
Iran. Keempat negara ini menjadi saksi betapa konektivitas menjadi hal
penting yang membantu peningkatan kesejahteraan penduduknya. Di keempat
negara tersebut, wilayah-wilayah tak berpantai (land-locked areas) terus
berbenah diri menjadi pusat-pusat industri, bisnis, dan keuangan. Sebutlah
daerah Lanzhou dan Urumqi di China, atau Bishkek dan Almaty di Kyrgyzstan,
Dushanbe di Tajikistan, Samarkand di Uzbekistan, Asgabat di Turkmenistan,
Kabul dan Mazar-e Sharif di Afghanistan. Kemudian juga Teheran, Isfahan dan
Shiraz di Iran.
Di
India, ada tekad kuat untuk keluar dari keterbatasan transportasi darat yang
menghubungkan kota-kota sibuk mereka, baik antarkota di dalam maupun dengan
luar negeri. Keempat negara ini kemudian melihat peluang dari negara-negara
yang biasanya ”dipunggungi” oleh negara-negara besar entah karena
berseberangan ideologi, kepentingan, maupun jalur pertemanan. Mereka yang
terpinggirkan saling sepakat untuk membantu bangkit. Berawal dari kesepakatan-kesepakatan
bilateral, trilateral, dan quadrilateral akhirnya berkembang pula perjanjian
regional mini dengan target-target peningkatan konektivitas demi percepatan
pertumbuhan ekonomi. Ada empat proyek yang digerakkan oleh keempat negara
ini.
Pertama,
One-Belt-One-Road yang dimotori oleh China. Kedua, Golden Quadrilateral yang
dimotori oleh India. Ketiga, North-South Transport Corridor yang dimotori
oleh India, Rusia, Iran, dan negara-negara Asia Tengah. Keempat,
negara-negara Asia Tengah juga berbenah diri memperbaiki konektivitas antara
mereka (Turkmenistan, Uzbekistan, Kazakstan) dengan kawasan lain di Teluk
(Oman) dan di daratan Asia (China, India, dan Pakistan), contohnya melalui
Kesepakatan Ashgabat yang membangun koridor transpor dan transit
internasional.
Yang
menarik adalah bahwa keempat proyek ini saling berkelindan. Garis batas darat
dan laut yang dulu kerap menjadi sumber konflik dengan tetangga kini sedang berkembang
menjadi sumber pertumbuhan. Pertemuan budaya menjadi daya tarik untuk
memperkuat peranan kota sebagai hub alias tempat penghubung ke
wilayah-wilayah lain. Tantangan keamanan seperti yang kini masih dihadapi
Iran dan Afghanistan bahkan tidak menyurutkan langkah negara-negara lain
untuk berelasi dengan mereka.
Perkembangan
proyek-proyek ini masih harus dipantau lebih lanjut dan semoga informasi dari
pihak Indonesia yang ada di lapangan dapat menyusul mendukung analisis awal
dari saya ini. Dari informasi yang terkumpul tampak bahwa keempat proyek ini
berjalan terus dengan relatif lancar. Negara-negara di Asia Timur dan Asia
Selatan mendapatkan kerja sama dari lembaga Perserikatan Bangsa- Bangsa
UN-ESCAP untuk meningkatkan dialog pembiayaan program-program infrastruktur.
Asian Development Bank (ADB) mengucurkan jutaan dolar untuk membangun
jaringan infrastruktur jalan raya dan kereta api di Afghanistan.
ADB
menjadi bagian dari kerja sama CAREC (Central Asia Regional Economic
Cooperation) yang dibangun oleh 10 negara untuk meningkatkan pembangunan
proyek energi, transportasi, dan fasilitasi perdagangan di Asia Tengah. Nilai
proyek CAREC mencapai 16 miliar dolar untuk membangun keterhubungan antara
Afghanistan, Azerbaijan, China, Kazakstan, Republik Kyrgyzstan, Mongolia,
Tajikistan, Pakistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. India dengan perlahan
namun pasti, juga membenahi perekonomiannya. Tidak hanya pembenahan sistem
keuangan, birokrasi, dan ekonomi makro, India juga memperkuat jaringan
infrastrukturnya.
India
melihat dirinya sebagai hub antara Asia dengan Afrika dan Eropa. Golden
Quadrilateral (GQ) di India adalah contohnya. Proyek GQ adalah proyek jalan
tol terbesar di India dengan target membangun jalur terpanjang nomor lima di
dunia (atau 5.846 km) yang menghubungkan Delhi, Mumbai, Chennai, dan Kolkata.
Proyek ini diluncurkan oleh Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee pada 2011
meskipun perencanaannya sudah usai sejak 1999. Rusia juga tekun menabung
dengan investasi besar untuk infrastruktur di Asia Tengah dan
menghubungkannya dengan Teluk dan Asia-Pasifik. Ada 325 proyek infrastruktur
yang ditargetkan selesai hingga 2030 dengan total investasi 969 miliar dolar.
North-South
Transport Corridor menargetkan konektivitas antara Moskow dan Astrakhan di
Rusia dengan Teheran, Bandar Anzali dan Bandar Abbas di Iran, Baku di
Azerbaijan, serta Mumbai di India. Target Rusia adalah menghubungkan Rusia
dengan pelabuhan- pelabuhan strategis di Asia, Timur Tengah dan Afrika. Iran
adalah partisipan aktif dalam skema-skema infrastruktur yang dikembangkan
Rusia, India dan negara-negara Asia Tengah. Mereka bercitacita mengambil
peluang secepat- cepatnya setelah diangkatnya embargo ekonomi dari Amerika
Serikat untuk mengembangkan konektivitas Iran dengan India, Azerbaijan, dan
Rusia, baik melalui darat maupun laut.
Pelabuhan
Chabahar di Iran bagian selatan yang berada di Teluk Oman dibangun menjadi
pelabuhan laut dalam dengan kesepakatan antara India dan Iran demi
memperbaiki layanan laut Iran yang selama ini terlalu padat. Chabahar juga
berkembang sebagai zona perdagangan bebas. Rute Chabahar sangat strategis di
Samudera Hindia. Kota Bandar Abbas di selatan Iran yang berada di Selat Hormuz
juga dibuka untuk rangkaian kerja sama konektivitas tersebut. Iran juga
bergegas memperbaiki konektivitas udaranya dengan memperbarui armada pesawat
komersialnya, yakni dengan menganggarkan pembelian 80 pesawat Boeing dan 17
pesawat Airbus.
Artinya
kalau di dalam negeri kita terlalu fokus pada kekhawatiran terhadap China,
maka kita luput melihat gambar besar yang jauh lebih perlu diantisipasi.
China dengan proyek One Belt One Road memang menginvestasikan jumlah dana
yang fantastis, 113 miliar dolar; tidak hanya untuk jalan raya dan jalur
kereta api, tetapi juga jalur pipa minyak bumi dan gas bumi, jalur listrik,
jalur internet, dan jalur dagang lewat laut. Ambisinya adalah menghubungkan
China di darat dan di laut sampai ke tempat-tempat terjauh seperti Eropa dan
Afrika, mengakhiri isolasi kota-kota tak berpantai yang selama ini kurang
terhubung dengan dunia global.
Bandingkan
cita-cita dan investasi China dengan negara-negara lain yang saya sebut di
atas. Tidak kalah fantastis bukan? Infrastruktur memang agenda besar 2017,
tetapi jangan lupa bahwa infrastruktur yang dikembangkan berbagai negara
bukanlah yang sifatnya inward looking alias melihat ke dalam, melainkan yang
sifatnya outward looking alias melihat ke luar negeri. Untuk Indonesia, kita
menyambut baik inisiatif Presiden Joko Widodo ketika menghidupkan semangat
maritim, namun melihat skema-skema infrastruktur yang dikembangkan
negara-negara lain, kita tak punya waktu panjang untuk bergegas mempercepat
langkah.
Keterbatasan
anggaran di dalam negeri sebenarnya dapat diatasi dengan mengembangkan
skema-skema ambisius yang dapat menarik investor untuk tidak melupakan betapa
menguntungkannya jalur-jalur laut di Nusantara dan ASEAN. Jika di
negara-negara lain tadi yang dikembangkan terutama jalur perdagangan,
sejumlah sektor lain yang kompetitif di Tanah Air seperti perbankan,
properti, jasa-jasa terkait di sektor-sektor perhubungan dan perikanan patut
didorong untuk mengambil manfaat dari berkembangnya pusatpusat pertumbuhan
baru di Asia Tengah, India, Iran, Rusia, dan kota-kota yang dibuka oleh
China.
Jalur
diplomasi yang sudah dibuka di Asia Tengah, Timur Tengah, dan negara-negara
Afrika di Samudera Hindia dapat digiatkan untuk meraih cita-cita tersebut.
Saya yakin 2017 adalah waktunya optimistis bagi Indonesia, khususnya kalau
kita membuka mata lebih lebar memanfaatkan segala peluang yang terbuka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar