Antitesis
Penyehatan BUMD/BUMN
Effnu Subiyanto ;
Pengamat BUMN; Doktor Ekonomi
dari Unair
|
JAWA POS, 01 November
2016
Platform pemahaman hukum di Indonesia memang
dipenuhi ketidakpastian yang sangat akut. Pada umumnya, ketika aparat menangani
perkara yang terjadi dalam proses hukum saat ini, kajiannya selalu parsial,
dangkal, dan malah tidak memperhitungkan bagaimana implikasi dan dampaknya
untuk kehidupan sosial yang lebih luas. Padahal, teori hukum dasar, menurut
Max Weber, yang diadopsi Indonesia, menegakkan hukum seharusnya meliputi tiga
pendekatan.
Pertama, pendekatan moral terhadap hukum;
kedua, pendekatan dari kedudukan yurisprudensi; dan ketiga, pendekatan
sosiologis terhadap hukum (Sahni, 2015).
Pada konteks penyelenggaraan negara, termasuk
mengoperasikan BUMD/BUMN berdasar penjelasan seorang hakim, kriteria dapat
dihukum apabila bertentangan dengan peraturan dan merugikan negara.
Pelanggaran hanya satu tidak akan mengakibatkan pelaku operasi BUMD/BUMN
dapat dihukum.
Ada dua primer pedagogi yang dilanggar Kejati
Jatim dalam menangani kasus Dahlan Iskan (DI). Secara moral, jelas sangat
berat menerima putusan tersebut karena DI memiliki rekam jejak yang bersih.
Sangat berlebihan langsung menjebloskan DI ke dalam penjara seperti halnya
pelaku terorisme yang sangat membahayakan. DI bahkan mengorbankan sisi
kesehatannya ketika menerima jabatan sebagai menteri BUMN yang sangat menyita
tenaga dan waktu.
Dalam pendekatan yurisprudensi, Kejati Jatim
tampak mengabaikan Putusan MK 62/PUU-XI/2013 tanggal 18 September 2014
bahwasanya harta BUMD/BUMN yang sudah menjadi harta negara yang dipisahkan
menjadi harta institusi BUMD/BUMN tersebut.
Legal standing Kejati Jatim tampaknya sangat
lemah dan grusa-grusu. Langkah kejaksaan tidak menampakkan kredibilitas dalam
menangani perkara. Setiap laporan memang harus diterima dan diinvestigasi dan
sangat dimaklumi jika akan dinaikkan menjadi penyelidikan dan penyidikan,
tapi pijakan hukumnya tidak boleh sembarangan.
Yang sangat fatal, laporan merugikan negara
malah justru tidak ada. Sementara pelanggaran peraturan jika berdasar Putusan
MK 62/PUU-XI/2013 akan menjadi perdebatan penafsiran dan bumerang bagi
kejaksaan.
Sebetulnya sangat mudah mengukur kontribusi DI
terhadap PT PWU. Gunakan metode perbandingan (comparison approach) tanpa
menggunakan cara yang sulit, dilihat saja bagaimana kondisi dulu dan saat
ini. Jika ingin terlihat legalized, bandingkan kondisi keuangan sebelum DI
menjadi direktur utama dan pada masa periode DI. Kinerja itu akan terlihat
dari jumlah aset, pendapatan, kesejahteraan karyawan, sumbangan kepada
pemerintah daerah, dan potensi perusahaan pada masa yang akan datang. Publik
Jatim sebetulnya sudah memahami tanpa perlu melakukan riset mendalam.
Antitesis Penyehatan
Semua orang mengakui bahwa BUMD/BUMN selama
ini dikelola dengan buruk. Itu dibuktikan dengan tidak maksimalnya dalam
menopang ekonomi negara yang menjadi pemilik mayoritas dan seluruhnya.
Implementasi laporan keuangan dengan konsep budgetary slack sudah sangat umum,
mengakui penerimaan serendah-rendahnya dengan pesimistis, namun
mengapitalisasi pengeluaran atau belanja dengan sebesar-besarnya. Tujuannya,
kinerja BUMD/BUMN tampak baik di atas kertas laporan.
Pada 2016 ini seluruh BUMN yang berjumlah 119
ditarget memperoleh pendapatan Rp 1.969 triliun dan laba bersih Rp 172
triliun. Target itu jauh lebih baik daripada total pendapatan pada 2015
sebesar Rp 1.728 triliun dan laba bersih Rp 150 triliun. Setoran BUMN ke kas
APBN juga semakin baik dan semakin meningkat. Pada 2015 target setoran BUMN
Rp 44 triliun. Lalu pada 2014 ditargetkan Rp 40 triliun, 2013 (Rp 34 triliun)
dan 2012 (Rp 30,8 triliun).
Selain itu, bukti membaiknya kinerja BUMN
ditunjukkan dalam rating Forbes Indonesia pada Agustus 2011. Ada enam BUMN
yang ditempatkan dalam 14 besar perusahaan berkinerja cemerlang di Indonesia.
BUMN tersebut adalah Bank Mandiri pada urutan ke-652, Telkom (673), Bank BRI
(692), Bank BNI (1.296), Perusahaan Gas Negara/PGN (1.325), dan Semen Gresik
(1.939).
Pada 2012, dalam majalah yang sama untuk
penilaian Forbes Global 2000, enam BUMN tersebut tetap kukuh dan belum ada
yang terlempar. BRI jauh lebih baik dengan menempati posisi terbaik di antara
BUMN dengan menggeser Bank Mandiri dan Telkom. Semen Gresik juga perlahan menggeser
posisi PGN.
Sejumlah BUMN itu berdampingan dengan
korporasi swasta nasional seperti PT Sinar Mas Multiartha, PT Charoen
Pokphand Indonesia, PT Japta Comfeed Indonesia, PT Adaro Energy, PT Gajah
Tunggal, PT Indomobil Sukses Internasional, PT AKR Corporindo, PT Unilever,
dan PT Indocement Tunggal Prakasa. Di level Forbes Global 2000 itu, enam BUMN
tersebut berada sejajar dengan 2.000 korporasi di dunia dengan kinerja
terbaik yang dipublikasikan di Amerika Serikat secara tahunan.
Kendati tidak berhasil masuk 500 perusahaan
besar dalam majalah Fortune sesuai target semasa Menteri BUMN Sofyan Djalil,
berhasil masuk dalam list majalah Forbes 2011 dan 2012 tentu cukup menghibur.
Dan itu terjadi pada periode Dahlan Iskan menjadi menteri BUMN.
Bagaimana mendongkrak kinerja BUMD/BUMN yang
demikian buruk dan kini citranya pulih sebagian? Banyak sekali. Para direktur
dilecut setiap hari agar tidak takut membuat keputusan untuk memajukan
institusi yang dipimpinnya. DI bahkan memberikan dua opsi keras: BUMN/BUMD maju
atau direkturnya diganti. Revolusi mental itu kini mengubah sikap para
direktur BUMN menjadi seolah CEO pada korporasi swasta yang sangat maju.
Ironis sekali apabila spirit yang sudah
terbentuk –kini banyak BUMD yang belajar ke BUMN– dihabisi Kejati Jatim. DI
justru menjadi tersangka dan kini masuk tahanan. Sungguh ironis. Apalagi, DI
memiliki riwayat kesehatan serius. Semua tentu menjadi preseden buruk bagi
masa depan penegakan hukum di tanah air.
Kejati jelas sekali mengincar nyawa DI tanpa mempertimbangkan
unsur moral dan kemanusiaan yang notabene dasar yang paling fundamental dari
teori hukum yang diacu di seluruh dunia.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar