Fenomena
Setelah Amnesti Pajak
Irwan Wisanggeni ; Dosen
Trisakti School of Management
|
KOMPAS, 19 November
2016
Program amnesti pajak masih terus bergulir dan akan berakhir 31
Maret 2017. Pemerhati pajak mulai melakukan analisis sehubungan kondisi yang
akan terjadi di kemudian hari, khususnya setelah amnesti pajak berakhir.
Bahkan, akuntan juga mempersiapkan mekanisme terhadap dampak
setelah amnesti pajak dengan menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 70, yang bertemakan implementasi akuntansi aset (harta) dan
liabilitas (utang) pengampunan pajak.
PSAK 70 tersebut mengatur penyajian hasil amnesti pajak atas
harta dan utangdalam laporan keuangan, harta dan utang hasil pengungkapan di
amnesti pajak diperlakukan secara terpisah dari harta dan utang di luar
amnesti pajak. PSAK 70 ini mengatur secara rincitentang memperlakukan
penyajian, perhitungan dan aspek keuangan lainnya yang berkaitan
pengampunanan pajak.
Selisih harta dan utang hasil pengampunan pajak diletakkan pada
tambahan modal disetor (additional paid in capital), hal ini akan berdampak
positif pada rasio utang terhadap modal—lebih dikenal dengan istilah DER
(debt equity ratio)—karena berdasarkan peraturan perpajakan, maksimal DER 4
berbanding 1. Perusahaan-perusahaan yang mengikuti amnesti pajak akan
meningkatkan utangnya untuk memperbesar modal kerja sehingga investasi dan
pinjaman perbankan akan mengalir deras. Ini pengaruh yang baik terhadap iklim
investasi.
Investasi
keuangan dan properti
Lebih luas lagi, dampak amnesti pajak terhadap instrumen
investasi keuangan juga positif karena ada dampak tak langsung yang dapat
berpengaruh pada meningkatnya nilai investasi. Misalnya pada investasi reksa
dana saham dan obligasi,dengan adanya amnesti pajak maka penerimaan pajak
akan bergulir naik.
Hal ini secara otomatis membuat anggaran pemerintah lebih
berkesinambungan. Kondisi tersebut menyebabkan utang yang diterbitkan untuk
menutupi defisit tidak terlalu besar dan alokasi dana dapat digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, seperti jalan, rel kereta api, waduk, pembangkit
tenaga listrik. Pembangunan infrastruktur melibatkan perusahaan badan usaha
milik negara (BUMN) dan swasta, tentunya akan menyebabkan valuasi perusahaan
meningkat dengan konsekuensi harga saham berpotensi naik.
Demikian juga dengan adanya dana dari penerimaan pajak, inflasi
akan terkendali dan ditambah dengan mata uang yang stabil akan memberikan
amunisi bagi Bank Indonesiauntuk menurunkan suku bunga. Teori menjelaskan,
ketika suku bunga rendah, akan berpengaruh pada meningkatnya nilai obligasi.
Memang sulit dikalkulasi secara pasti tentang keberhasilan amnesti pajak yang
akan berdampak langsung terhadap kinerja reksa dana karena investasi dalam
reksa dana tetap memiliki risiko.
Amnesti pajak juga memberikan manfaat dan mudarat di sektor
properti. Ketika program amnesti pajak diterapkan, maka harta wajib pajak
dimunculkan dan ini menjadi dana cadangan bagi wajib pajak untuk membeli
properti di kemudian hari. Sektor properti akan menggeliat dan permintaan
akan properti pun melonjak naik. Namun, yang dikhawatirkan, harga tanah ke
depannya akan mahal mengingat keterbatasan jumlah tanah, sedangkan permintaan
tanah terus meningkat akibat dari bergeraknya sektor properti.
Menurut hemat penulis, pemerintah perlu turun tangan langsung
mengatur pasar properti. Hal ini agar harga properti dapat terjangkau
masyarakat menengah dan bawah serta program 1 juta rumah murah dapat
terealisasi sesuai dengan amanat paket kebijakan ekonomi jilid XIII.
Target penerimaan 2017
Setelah berakhirnya amnesti pajak per 31 Maret 2017, pada tahun
2017 pemerintah mematok target penerimaan pajak nonmigas sebesar Rp 1.271,7
triliun. Jumlah ini lebih tinggi 15 persen dibandingkan dengan proyeksi
realisasi 2016. Para ekonom menilai target ini cukup realistis dan pemerintah
dapat menggali potensi penerimaan pajak yang lebih optimal dari masyarakat
yang tentu belum melakukan pembayaran pajak atau belum memiliki nomor pokok
wajib pajak aliasNPWP.
Ricardo Fenochiettto dan Corola Pessino dalam kajiannya yang
bertemakanUnderstanding Countries Tax Effort(2013) menunjukkan bahwa
realisasi pajak di Indonesia baru sekitar 47 persen dari total potensi yang
ada. Pernyataan tersebut menjelaskan 53 persen dari potensi itu masih
terhindar dari pajak.
Dari data ini, pemerintah tentu saja perlu menggali potensi
pembayar pajak baru. Intensifikasi jangan kepada wajib pajak yang sudah patuh
atau yang sudah mengikuti amnesti pajak karena hal ini akan berseberangan
dengan rasa keadilan.
Penulis sangat menghargai pernyataan Menteri Keuangan Sri
Mulyani bahwa target pajak yang dipatok bukan berarti membuat pemerintah
menjadi agresif. Kementerian Keuangan justru secara proporsional akan tetap
memberikan intensif pajak kepada sektor yang dianggap berpotensi besar. Ini
bukti bahwa pemerintah sangat menghargai pembayar pajak yang patuh.
Upaya-upaya perlu dibuat pemerintah agar target penerimaan pajak
2017 tercapai. Upaya itu dengan membuat undang-undang perpajakan yang lebih
komprehensif dan ramah bisnis, tetapi bisa menjaring penerimaan pajak secara
maksimal.
Penulis optimistis, ke depan, masalah penerimaan pajak akan
dapat teratasi dengan baik dan tercapai target yang diinginkan pemerintah,
seiring dengan bergerakdan bertumbuhnya perekonomian nasional. Semoga! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar