Penyelidikan
“Rasa” Penyidikan
Junaedi ;
Dosen Tetap FHUI;
Kandidat Ph.D pada University of
Canberra, Australia
|
KORAN SINDO, 17 November
2016
Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan Pasal 156a KUHP jo
Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Penyelidikan yang dilakukan
terhadap Ahok telah ditingkatkan ke penyidikan. Dengan begitu, dapatlah
disimpulkan bahwa penyelidik menyimpulkan bahwa peristiwa pidato Ahok di
Kepulauan Seribu adalah peristiwa pidana. Kemudian bahkan pada saat yang sama
ditetapkan pula Ahok sebagai tersangka.
Ahok saat ini masih sebagai calon
gubernur DKI dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta yang
rasanya seperti pemilihan presiden (pilpres). Alih-alih hendak maju
Pemilukada DKI Jakarta melalui jalur independen, pada akhirnya batal dan
memilih lewat jalur partai. Hingga akhirnya beredar video “Al-Maidah 51” yang
juga diunggah di laman Pemda DKI.
Hal ini memang hal yang kerap
dilakukan oleh Ahok yaitu mengunggah video perbincangan atau rapat dirinya
dengan aparatur Provinsi DKI Jakarta atau seperti pertemuan di Kepulauan
Seribu tersebut. Dalam video tersebut, Ahok masih mengenakan seragam dinas
harian gubernur DKI Jakarta.
Beredarnya video tersebut telah
memicu kemarahan berbagai pihak sepenjuru negeri dan melaporkan Ahok atas
tuduhan penistaan agama. Tindakan penyelidikan ini adalah respons Polri atas
14 laporan polisi yang diterima Polri. Atas laporan tersebut telah diinterviu
29 saksi serta 39 ahli dari berbagai latar belakang keilmuan di antaranya
ahli agama, ahli hukum pidana, ahli bahasa Indonesia, ahli psikologi, ahli
antropologi, ahli digital forensik, dan ahli legal drafting.
Jika merujuk pada Perkapolri 14
Tahun 2012, perkara yang ditangani oleh Bareskrim adalah suatu penyidikan
yang sulit atau sangat sulit dari tingkat kesulitan penyidikannya. Tulisan
ini akan banyak membahas tentang proses yang dilakukan oleh Bareskrim
sebagaimana pemahaman penulis atas Perkapolri 14 Tahun 2012 tentang Manajemen
Penyidikan Tindak Pidana. Hal ini penting untuk melihat sejauh mana proses
yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam kaitannya dengan tanggung jawab
teknis profesi.
Penyelidikan Rasa Penyidikan?
Dalam UU memang penyelidikan
dibedakan dengan penyidikan dari segi peristilahan, di mana dalam proses yang
berlaku di berbagai negara lain, tidak dikenal istilah pre-investigation (penyelidikan), tetapi hanya ada investigation (penyidikan) karena
memang kerja penyelidikan sejatinya adalah bagian penting dari penyidikan.
Dan, terlebih penting lagi,
penyidikan yang dilakukan penyidik adalah dalam upaya atau bagian dari proses
penuntutan suatu perkara untuk selanjutnya bagi kepentingan proses peradilan.
Dalam kaitannya dengan manajemen penyelidikan bahwa administrasi dalam proses
penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Perkapolri 14 Tahun 2012 aquo,
yaitu surat perintah tugas, surat perintah penyelidikan, dan laporan hasil
penyelidikan (LHP).
Berbeda dengan administrasi
penyidikan yang sangat banyak sekali item yang ada dalam administrasi atau
prosedural penyidikan. Yang mana salah satu di antaranya surat panggilan ahli
dan berita acara pemeriksaan ahli. Dengan lain perkataan bahwa hampir semua
laporan sejatinya dapat dengan mudah untuk ditingkatkan pada tahap
penyidikan.
Hal ini karena untuk menduga
seseorang telah melakukan tindak pidana, dalam Pasal 1 angka 21 Perkapolri
aquo disebutkan bahwa hal tersebut cukup dengan laporan dan satu alat bukti
yang sah. Pemeriksaan guna penentuan bahwa terdapat tindak pidana atau tidak
dalam proses penyelidikan, dalam hal ini menurut hemat penulis seharusnya
lebih sederhana, merujuk pada Pasal 102 KUHAP, memang dapat ditafsirkan cukup
satu laporan dan satu alat bukti.
Dalam KUHAP, khususnya Pasal 5,
dijelaskan perihal wewenang dari seorang penyelidik, yang di antaranya yaitu
menerima laporan atau pengaduan tentang ada tindak pidana dan mencari
keterangan dan barang bukti. Penyelidikan belum masuk ranah proyustitia sehingga
belum dapat digunakan paksaan dalam proses pemeriksaannya, langkah Bareskrim
Polri yang meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan adalah langkah yang
sangat tepat karena pemeriksaan akan masuk ke ranah proyustitia.
Meskipun begitu, sedari awal
sudah selayaknya Polri membangun komunikasi dengan Kejaksaan Agung dengan
mengirim SPDP. Dalam proses penyelidikan sejatinya belum ada pertarungan
wewenang versus hak karena tahapan ini adalah tahapan yang lebih inheren
dengan wewenang penyelidik dalam memproses suatu peristiwa itu masuk
peristiwa pidana bukan.
Jadi, jika disebutkan dalam
media pihak terlapor sudah mengajukan ahli yang jumlah enam orang ahli dari
berbagai bidang yaitu ahli agama, ahli bahasa, dan ahli hukum, hal ini sudah
dapat dinyatakan bahwa nuansanya seolah-olah terdapat pertarungan antara
wewenang dengan hak, padahal sekali lagi penulis nyatakan bahwa proses
penyelidikan bukan atau belum masuk proses proyustitia. Inilah yang penulis
nyatakan proses penyelidikan, tetapi rasa penyidikan.
Gelar Perkara
Pengertian gelar perkara dalam
KUHAP tidak penulis temukan sama sekali, namun dalam Perkapolri aquo terdapat
pengaturan mengenai hal tersebut, di mana dalam hal Pasal 69 Perkapolri aquo,
dibedakan antara gelar perkara biasa dan gelar perkara khusus.
Namun, dalam Perkapolri aquo,
kegiatan gelar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 adalah bagian
dari kegiatan penyidikan yang dilakukan setelah tahapan penyelidikan,
pengiriman SPDP, upaya paksa dan pemeriksaan dilakukan.
Lebih jauh dalam pengaturan
paragraf khusus tentang gelar perkara (paragraf 5) yang merupakan bagian dari
Bab II yaitu bab yang mengatur tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana,
dengan lain perkataan, jika merujuk pada sistematika peraturan dalam
Perkapolri, memang proses gelar perkara itu adalah bagian dari penyidikan.
Dan, pengaturan tahap gelar
perkara tersebut juga terdapat dalam paragraf yang jika diperhatikan secara
sistematis adalah tahapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15
Perkapolri. Lalu, yang menjadi pertanyaan, apa dasar gelar perkara terhadap
penyelidikan? Tidak ada kata lain selain, inilah penyelidikan, tetapi rasa
penyidikan.
Karena, menurut hemat penulis,
tidak ada dasar sama sekali atau bahkan dasar hukum dalam Perkapolri aquo ,
tidak ditemukan dasar gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Namun, memang
pengaturan gelar perkara dilakukan dalam hal penyidikan. Langkah ini bagus
untuk pembelajaran ke depan di mana kasus yang menarik perhatian publik
ditangani dengan sangat baik dan hati-hati yaitu lewat gelar perkara.
Penting bagi Polri untuk
menunjukkan compliance -nya terhadap ketentuan internal yang diberlakukan.
Dalam hal ini tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam
melaksanakan teknis pekerjaan dan manajemen penyidikan adalah sangat penting
dalam mengukur sejauh mana tanggung jawab teknis profesi itu dilaksanakan
dengan baik oleh aparatur kepolisian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar