Rabu, 13 Juli 2022

 

BBM Bersubsidi untuk Nelayan

M Riza Damanik: Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia

KOMPAS, 12 Juli 2022

 

                                                

 

Tahap uji coba penertiban penyaluran BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina telah dimulai pada 1 Juli 2022.

 

Strategi ini diharapkan terhubung ke dalam upaya peningkatan produktivitas dan kesejahteraan rakyat, tak terkecuali nelayan kecil dan tradisional.

 

Pemberian BBM bersubsidi kepada nelayan kecil bukanlah hal baru di dunia. Bahkan China—negara produsen, konsumen, eksportir sekaligus importir makanan laut terbesar di dunia—memberikan subsidi BBM ke nelayannya. Mereka terus berinovasi melalui desentralisasi pengelolaan BBM bersubsidi dari pusat ke provinsi (Oceana, 2021). Lalu, bertransformasi ke dalam subsidi pengelolaan perikanan berkelanjutan (Song dkk, 2022).

 

Kepentingan Indonesia pasti tak persis sama dengan China. Namun, Indonesia adalah satu dari sedikit negara di dunia yang sumbangan protein dari ikan terhadap total asupan protein hewani per kapita penduduknya telah mencapai 54 persen (FAO, 2016). Dari mana ikan-ikan itu didapat?

 

Tidak lain adalah nelayan kecil dan tradisional. Populasinya sekitar 96 persen dari total pelaku perikanan di Tanah Air.

 

Mereka berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap produksi nasional; di mana 80 persennya adalah untuk pemenuhan kebutuhan pasar domestik.

 

Maka, pemberian BBM bersubsidi kepada nelayan kecil dan tradisional sejatinya telah melampaui cita-cita (keluarga) nelayan untuk hidup sejahtera.

 

Ragam kepentingan nasional ada di balik pertaruhan ketepatan pemberian BBM bersubsidi kepada nelayan: mulai dari membuka lapangan pekerjaan, menekan angka kemiskinan, hingga puncaknya melunasi tugas negara untuk mencukupi kebutuhan pangan perikanan berkualitas bagi tiap-tiap anak bangsa. Terlebih, 60-70 persen biaya nelayan melaut habis untuk membeli BBM!

 

Tidak tepat sasaran

 

Sebenarnya, pemerintah melalui Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak telah memberikan alokasi khusus BBM bersubsidi untuk nelayan. Volumenya terus bertambah. Namun, jangkauan manfaatnya belum juga berkecambah.

 

Survei nasional terbaru KNTI bersama IBP, Perkumpulan Inisiatif dan FITRA periode 1 April-21 Mei 2021 dengan melibatkan 5.292 nelayan yang tersebar di 25 kabupaten/kota pesisir di Indonesia, memperlihatkan penyaluran BBM bersubsidi ke nelayan kecil dan tradisional belum tepat sasaran.

 

Temuan pertamanya menunjukkan, sebagian besar dari nelayan dan kapalnya belum terekam ke dalam sistem administrasi perikanan. Hampir 70 persen nelayan tak memiliki kartu nelayan (Kusuka), 87 persen mengaku tak punya bukti pencatatan kapal perikanan (BPKP), dan 74 persen tidak memegang pas kecil untuk melaut. Terhadap ketiga persoalan tersebut, lebih dari 70 persen nelayan mengaku tidak tahu cara mengurusnya.

 

Temuan kedua, akibat tak memiliki kelengkapan administrasi perikanan, berupa kartu Kusuka, BPKP, dan pas kecil, nelayan kecil dan tradisional kehilangan kesempatan mendapatkan pelbagai fasilitas kebijakan dan program dari pemerintah, termasuk kemudahan dapat BBM dan sarana-prasarana perikanan lain sebagaimana diatur di UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

 

Kondisi miris ini didukung kenyataan bahwa hanya separuh dari responden nelayan mengetahui adanya hak mereka untuk memperoleh BBM bersubsidi dari pemerintah. Walhasil, 8 dari 10 nelayan kecil dan tradisional belum pernah mengakses BBM bersubsidi. Lalu, bagaimana mereka mendapatkan BBM selama ini?

 

Lebih dari 83 persen membeli BBM dari penjual eceran dengan harga lebih mahal Rp 1.850 hingga Rp 4.850 dari harga subsidi yang berlaku untuk nelayan. Pastinya ada yang terputus dalam tata kelola BBM bersubsidi untuk nelayan kecil dan tradisional. Di hulu, perbaikan dengan sederet metode partisipatif telah dibongkarpasangkan, mulai dari proses pengusulan data oleh dinas kelautan dan perikanan setempat sampai pada penetapan alokasi oleh BPH Migas.

 

Namun, perbaikan itu belum menjawab persoalan di hilir. Sebut saja, adanya keterbatasan infrastuktur pengisian BBM di kampung-kampung nelayan, tingginya ketimpangan literasi dan perekaman data nelayan, serta semakin beratnya beban administrasi nelayan karena harus membawa surat rekomendasi tiap-tiap hendak mengisi bahan bakar.

 

Solusi integratif

 

Ketidaktepatan distribusi BBM bersubsidi ke nelayan kecil dan tradisional telah merugikan semua pihak: anggaran negara, keuangan nelayan, dan berpotensi menambah cabang masalah pangan di masa depan. Pembenahannya mendesak, tetapi tak harus mulai dari nol!

 

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan kartu Kusuja atau e-Kusuka kepada sekitar 1 juta nelayan. Data ini lebih dari cukup untuk melengkapi ikhtiar kebangsaan menutup kebocoran BBM bersubsidi. Pertama, integrasi data Kusuka ke dalam aplikasi MyPertamina. Strategi ini sekaligus menjawab kekhawatiran soal keterbatasan nelayan dalam kepemilikan dan pengoperasian ponsel pintar.

 

Kedua, mempercepat proses perekaman data sekitar 1 juta nelayan lainnya yang belum menerima Kusuka. Strateginya harus terintegrasi ke dalam kelembagaan dan kultur nelayan—sebagaimana telah diuji cobakan secara terbatas di nelayan-nelayan anggota KNTI.

 

Berbekal pelatihan dari KKP, saat ini KNTI telah memiliki 50 petugas pendataan di 20 basis anggota. Per 15 Maret 2022 sudah ada 5.000 nelayan anggota terekam dan mendapatkan kartu e-Kusuka. Ke depan, KKP bisa mengikutsertakan organisasi nelayan di seluruh Indonesia untuk membantu perekaman data nelayan di seluruh pelosok negeri.

 

Terakhir, mengintegrasikan kewajiban mengurus surat rekomendasi ke dalam kartu Kusuka. Saat ini berlaku Peraturan BPH Migas No 17/2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

 

Aturan ini menyulitkan nelayan. Bagaimana mungkin tiap mengisi BBM untuk melaut nelayan harus mengambil surat rekomendasi ke darat? Terobosan kebijakan dapat diberikan dengan mengintegrasikan kehadiran rekomendasi itu ke dalam sistem perekaman Kusuka. Sebagaimana berlaku di negara-negara lain di dunia, sekarang waktu yang tepat untuk memperkuat arah kebijakan pemberian BBM bersubsidi untuk nelayan: dari beban menjadi solusi bangsa ke depan.

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/11/bbm-bersubsidi-untuk-nelayan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar