Memprediksi
Dampak Metaverse Rico
Usthavia Frans:
Anggota Steering Committee Indonesia Fintech
Society |
KOMPAS, 12 Juli 2022
Metaverse,
dunia virtual yang paralel dengan dunia nyata, sudah mulai menjadi kenyataan.
Metaverse merupakan evolusi cara kita mengonsumsi internet. Awalnya internet
hanyalah jaringan situs statis berisi teks. Kemudian muncul konten gambar dan
foto. Saat
ini, konten video sudah jamak kita nikmati melalui aplikasi Youtube,
Instagram, Tiktok, dan lainnya. Selanjutnya, dengan teknologi virtual reality
(VR) dan augmented reality (AR), kita bisa masuk ke dunia metaverse yang
lebih imersif. Pemain
besar berlomba-lomba masuk ke metaverse. Facebook akan berinvestasi 10 miliar
dollar AS dan mengubah nama menjadi Meta untuk menunjukkan keseriusannya.
Microsoft membeli Activision Blizzard, pembuat gim daring, senilai 70 miliar
dollar AS sebagai salah satu pintu masuk ke metaverse. Alibaba menyuntik 60
juta dollar AS ke Nreal, perusahaan pembuat kacamata AR, untuk menyusul
Tencent yang memimpin industri gaming di China. Metaverse
akan mengakibatkan beberapa pergeseran signifikan terhadap kehidupan kita
secara sosial dan ekonomi. Platform ini bermula dari industri gaming. Para
pemain gim hardcore menjadi penggerak awal. Namun, dengan menjamurnya gim
kasual, seperti Beat Saber, Population One, dan berbagai aplikasi fitness,
pemain kasual akan menyumbang mayoritas pendapatan gim metaverse. Model
bisnis beli putus akan bergeser ke model berlangganan yang didukung dengan
in-app purchases. Dari
gaming, metaverse akan merambah ke dunia kerja. Pandemi Covid-19 telah
memopulerkan konsep kerja dari mana saja. Namun, platform video konferensi,
seperti Zoom, Google Meets, atau Microsoft Teams, membuat karyawan kehilangan
interaksi fisik dan sosial. Oleh
karena itu, Microsoft mulai membangun Mesh dan Facebook mengembangkan Horizon
Workrooms sebagai platform meeting metaverse yang memungkinkan kolaborasi
dengan interaksi fisik dan sosial secara imersif. Penggunaan
metaverse di dunia kerja juga akan mendorong penggunaannya untuk keperluan
pribadi. Efek jaringan metaverse akan mempercepat adaptasi aplikasi metaverse
ke dunia pribadi. Ini seperti halnya adaptasi platform pesan instan yang
awalnya dimulai dari dunia kerja. Ibu-ibu bisa melakukan arisan secara virtual
tanpa kehilangan kesempatan ”bergosip” dengan nuansa keakraban dunia fisik. Metaverse
akan mengubah e-dagang menjadi virtual commerce. Perusahaan riteler, seperti
Nike dan Zara, menyadari bahwa mereka harus hadir di metaverse karena di
situlah konsumen akan berkumpul. Dengan metaverse, konsumen dapat mencoba
produk dan melakukan personalisasi tanpa harus datang ke outlet fisik mereka.
Hal ini menghasilkan skalabilitas bisnis yang tinggi dan meningkatkan
loyalitas konsumen. Selain
itu, akan hadir pula augmented commerce. Alibaba berencana membangun pusat
belanja di mana konsumen berbelanja menggunakan kacamata augmented reality
(AR) agar dapat melihat tambahan informasi, seperti bahan baku dari makanan
yang dibeli dan resep yang bisa dicoba. Teknologi
AR juga bisa dinikmati dengan menggunakan kamera ponsel, misalnya agen
realestat bisa memakai aplikasi yang menampilkan harga rumah dan estimasi
cicilannya jika rumah tersebut dipindai menggunakan kamera ponsel. Kesempatan
kerja global Metaverse
akan membuka kesempatan kerja global. Tenaga ahli geek economy dapat melamar
kerja ke perusahaan di negara lain tanpa harus migrasi. Metaverse
memungkinkan mereka bekerja jarak jauh tanpa kehilangan interaksi sosial
dengan rekan setempat. Dengan demikian, penghasilan akan dapat dinikmati pada
ekonomi lokal di mana mereka tinggal. Pusat
pembelajaran dengan pengajar, kelas, alat bantu ajar, dan peserta di dunia
metaverse akan bermunculan. Dengan metaverse, setiap orang seolah-olah berada
dalam ruangan kelas yang sama. Hal ini bisa mengurangi biaya pendidikan
secara signifikan. Dengan tingkat keahlian yang meningkat, produktivitas akan
meningkat, gaji meningkat, pajak meningkat, dan semua itu akan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam
dunia metaverse, aset-aset, seperti tanah, rumah, mobil, dan benda lain,
termasuk mata uang, akan berbentuk digital. Awalnya akan terjadi spekulasi
sebelum akhirnya bergeser ke utilitas aset digital yang lebih fungsional.
Misalnya, non-fungible token (NFT) akan bergeser ke utilitas yang lebih jelas
di dunia virtual dan dunia nyata. Mata uang kripto akan bergeser dari
spekulasi ke arah pendapatan pasif melalui proses staking. Pemilik tanah
virtual akan menyewakan tanah menggunakan smart contract. Keuangan
terdesentralisasi Didukung
teknologi blockchain, metaverse akan mendorong decentralized finance (DeFi)
di mana konsumen dapat bertransaksi tanpa intermediasi dari institusi
keuangan tradisional. DeFi akan menghasilkan sistem ekonomi berbiaya rendah
dan keuntungan yang lebih tinggi bagi semua pihak. Kesimetrian
informasi yang terjadi akan mendorong transparansi dan ekonomi efisien tanpa
oligopoli oleh institusi finansial tradisional. Perdagangan tanpa friksi yang
didukung pembayaran menggunakan mata uang digital dengan nilai tukar yang ditentukan
oleh pasar akan menjadi kenyataan. Semua itu akan menciptakan ekonomi yang
lebih inklusif. Model
bisnis metaverse yang masih mencari bentuk memang membuat ketidakpastian
tinggi bagi para investor awal. Namun, jika terlambat berinvestasi juga berbahaya.
Oleh karena itu, untuk memitigasi risiko, perusahaan yang berinvestasi di
metaverse harus mencari keseimbangan seberapa besar dan kapan investasi harus
dilakukan dengan kesempatan dan kompetisi yang ada. Kurangnya
regulasi formal di dunia metaverse, bisnis model yang terdesentralisasi,
serta utilitas baru yang bermunculan di metaverse akan menantang regulator
untuk memahami dan mengantisipasi dampak sosial dan ekonominya. Pemerintah
dan bank sentral akan kesulitan mengatur ekonomi di dunia metaverse karena
kewenangan formal dunia nyata perlu ditransfer ke dalam dunia metaverse yang
secara natural punya otonomi mandiri. Metaverse
niscaya akan hadir dan berdampak terhadap dunia nyata. Tantangannya adalah
bagaimana kita memastikan kedua dunia ini dapat hadir bersama demi
kemaslahatan semua pihak● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/11/memprediksi-dampak-metaverse |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar