Menjaga
Keindonesiaan
Hasibullah
Satrawi ; Direktur Aliansi
Indonesia Damai, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 28 Februari 2014
SEBAGAI falsafah kehidupan berbangsa
dan bernegara, Bhinneka Tunggal Ika sangat kaya akan makna, yang menegaskan
bahwa Indonesia terdiri dari aneka macam perbedaan baik secara agama, suku,
bahasa, budaya, maupun lainnya. Namun, walaupun terdiri dari aneka macam
perbedaan, Indonesia tetap satu, yaitu Indonesia yang majemuk. Dengan
demikian, Indonesia sesungguhnya dibangun di atas rasa tenggang rasa dan
toleransi antarwarga yang berbeda-beda.
Tanpa adanya toleransi dan saling
tenggang rasa, aneka macam perbedaan yang ada bisa memecah Indonesia yang
satu menjadi kepingan-kepingan kecil. Semoga hal itu tidak pernah terjadi
dalam perjalanan Indonesia ke depan. Dalam beberapa waktu terakhir,
keindonesiaan kerap mendapatkan tantangan yang harus diwaspadai bersama. Kelompok-kelompok
ekstrem dan teroris, contohnya, kerap mengabaikan keindonesiaan sebagai
akibat dari keberagamaan ekstrem yang mereka yakini.
Hingga mereka
bercita-cita dan berjuang untuk mengganti negara Pancasila dengan negara
agama. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mengharamkan penghormatan terhadap
bendera Merah Putih dan simbol-simbol negara lainnya.
Indonesia bukan negara agama, tapi juga
bukan negara sekuler. Indonesia tidak pernah menghalang-halangi rakyatnya
untuk beragama dan menjalankan ajaran agamanya secara utuh karena tak ada
ajaran agama yang membolehkan aksi kekerasan secara tidak bertanggung jawab.
Sebaliknya, Indonesia melarang keras segala perbuatan yang melecehkan agama
dengan semua simbolnya mengingat perbuatan itu dipastikan bisa menimbulkan
gesekan dan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat. Hingga, gesekan dan
kesalahpahaman yang ada bisa berkembang menjadi sebuah konflik.
Itulah yang tidak dipahami
kelompok-kelompok ekstrem seperti kelompok teroris. Mereka kerap beranggapan
bahwa Indonesia adalah negara kafir, musyrik, dan sejumlah label buruk
lainnya. Seakan-akan tidak pernah ada suara azan yang setiap saat mengalun
syahdu di Indonesia. Begitu juga dengan bunyi lonceng gereja dan
simbol-simbol keagamaan lainnya. Seakan-akan tidak ada rumah ibadah dan hari
raya keagamaan yang senantiasa dirayakan secara bersama-sama melalui hari
libur nasional.
Kampanye
kebangsaan
Masa kampanye beberapa waktu mendatang
sangatlah rentan. Banyak orang rela mengeluarkan banyak hal untuk mendapatkan
kekuasaan di 2014 ini. Semoga mereka yang bertarung dalam Pemilu 2014 tidak
sampai menghalalkan segala macam cara, apalagi sampai menutup mata dan hati
sekaligus. Kepentingan yang lebih besar terkait dengan keberlang sungan hidup
berbangsa yang damai dan toleran harus jauh dikedepankan ketimbang kepentingan
pragmatis untuk mendapatkan kekuasaan.
Apalagi para calon pemimpin bangsa
yang akan maju pada Pemilu 2014 (baik legislatif maupun presiden) senantiasa
mengklaim demi perubahan dan masa depan Indonesia yang lebih baik.
Disinilah pentingnya menghindari
kampanye negatif yang bisa menjadi sumbu konflik, khususnya bila terkait
dengan keagamaan, kesukuan, ataupun hal-hal primordial lainnya. Penting
disadari bersama-sama, negeri yang majemuk seperti Indonesia menunjukkan
adanya perbedaan yang sepadan dengan jumlah keragaman yang ada, baik dari
segi suku, agama, keyakinan, maupun aliran.
Bagi kalangan menengah ke atas
(khususnya secara pendidikan), segala perbedaan yang ada tentu akan disemai
dalam rajutan toleransi dan saling menghormati. Itu harapan kita semua.
Namun, bagi masyarakat awam, segala perbedaan yang ada masih bersifat rentan
bahkan cenderung tabu. Terlepas dari semua kekurangan yang ada, selama ini
telah banyak aneka program yang dilakukan banyak pihak (baik pemerintah,
kampus, pesan tren, ormas, LSM, ataupun unsur masyarakat lain) yang membawa
semangat toleransi dan saling menghormati.
Oleh karenanya, kampanye para calon
pemimpin bangsa ke depan harus memperkuat unsur-unsur pendidikan kebangsaan
seperti tadi. Bukan justru membodohi masyarakat, apalagi memprovokasi untuk
kepentingankepentingan pragmatis.
Menjaga
keindonesiaan
Keindonesiaan harus senantiasa dijaga
dan diperhatikan secara bersama-sama. Setidak-tidaknya karena tiga alasan
utama. Pertama, keindonesiaan merupakan rahmat yang harus disyukuri. Disebut
sebagai rahmat karena secara akal manusia, Indonesia yang sedemikian luas
mengandung kekayaan alam yang luar biasa dan penuh dengan keragaman hampir
mustahil bisa disatukan. Apalagi dalam kurun sekian abad para penjajah
bercokol di atas Bumi Pertiwi secara silih berganti. Hanyalah rasionalisasi
takdir ilahi yang membuat Indonesia kemudian menjadi satu dan merdeka dari
cengkeraman para penjajah.
Oleh karenanya, sebagai sebuah rahmat,
keindonesiaan harus disyukuri bersama. Secara agama, syukur akan menambah
bobot dari sebuah rahmat yang ada sebagaimana kerap disampaikan para ustaz
dan ahli agama.
Namun, walaupun sebagai rahmat,
keindonesiaan bu kanlah rahmat yang turun dari langit begitu saja. Inilah hal
kedua yang membuat keindonesiaan harus senantiasa dijaga secara bersama-sama.
Keindonesiaan ialah rahmat yang
diperoleh melalui perjuangan se genap jiwa raga oleh para pejuang bangsa ini.
Baik pejuang yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, ataupun agama
lainnya. Semuanya bersatu padu untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sebagai
generasi penerus, kita semua berkewajiban menjaga keindonesiaan dan mengisi
pencapaian yang telah diraih para pendiri bangsa. Tentu saja kerja berat meng
isi keberhasilan para pendiri bangsa membu tuhkan kerja sama yang kuat dari
semua pihak, sebagaimana para pendiri bangsa dahulu berhasil memerdekakan
bangsa ini melalui semangat kebersamaan. Tanpa adanya kebersamaan, bukan
tidak mungkin yang akan terjadi ialah perpecahan dan permusuhan. Hingga,
kehidupan berbangsa dan bernegara semakin jauh dari cita-cita luhur yang
hendak diwujudkan para pendiri bangsa.
Pada tahap tertentu, aksi kelompok
teroris dapat disebut sebagai upaya memecah belah kesatuan bangsa ini. Melalui
semangat keagamaan ekstrem, mereka kerap menihilkan keindonesiaan. Bahkan tak
jarang mereka melabeli Indonesia dengan pelbagai macam istilah yang buruk,
sebagaimana telah disampaikan.
Ketiga, keindonesiaan menegaskan dan
mengedepankan perdamaian ketimbang pilihan lain-lain yang bersifat
konfliktual. Mengabaikan keindonesiaan sama halnya dengan mendorong segenap
perbedaan yang ada di tengahtengah masyarakat menjadi bola-bola konflik yang
dapat meledak setiap saat.
Padahal, Indonesia terdiri dari aneka
macam perbedaan. Segala macam perbedaan yang ada mempunyai dua potensi secara
bersamaan, yaitu konflik dan saling menghormati. Dengan kata lain, segala
macam perbedaan yang ada di Indonesia sangat berpotensi berubah menjadi
sebuah konflik yang berdarah-darah, sebagaimana segala macam perbedaan yang
ada juga sangat berpotensi menjadi semangat menuju terwujudnya kehidupan yang
penuh harmoni.
Di sinilah pentingnya perspektif
keindonesiaan. Sebagai sebuah perspektif, keindonesiaan membuat potensi
saling menghormati lebih berpeluang jika dibandingkan dengan potensi konflik
dalam kehidupan yang penuh dengan perbedaan seperti di Indonesia. Sebagaimana
telah disebutkan, keindonesiaan merupakan semangat toleransi dan saling
menghormati dalam kehidupan yang majemuk. Melalui semangat keindonesiaan,
aneka macam perbedaan bisa menjadi sebuah gemerlap hidup yang penuh dengan
warna-warni indah. Mari bersama-sama kita menjaga keindonesiaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar