Memberantas
Korupsi, Belajarlah kepada Denfin
Sehabudin ; Alumnus FSH,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
OKEZONENEWS,
03 Maret 2014
|
“Uthluub al-‘ilma walau kaana bi ash-Shiin (Carilah
ilmu walaupun adanya di negeri China)”! Begitulah Nabi Muhammad SAW
bersabda.
Mengamini
sabda Nabi tersebut, sekarang penulis katakan, “Uthluub al-‘ilma walau kaana bi ad-Dinmaarak wa Finlandaa”!
Mengapa harus ke Denmark dan Finlandia (Denfin)? Mari simak bersama-sama.
Publik
internasional mengagumi Denfin. Mereka mengagumi bukan karena kekayaan Sumber
Daya Alam (SDA) Denfin melimpah ruah atau karena kemajuan teknologinya. Kalau
dikomparasikan, SDA Indonesia lebih kaya dari SDA mereka. Bahkan SDA
Indonesia tak dapat ditandingi oleh negara manapun. Dan, kemajuan teknologi
mereka tidak seberapa bila disandingkan dengan Jepang dan Jerman. Sekali
lagi, publik internasional mengagumi bukan karena itu, tetapi karena Denfin
selalu menyandang predikat “Negara
Minus Korupsi”.
Desember
2013 Transparency International
(TI), yang berada di Berlin-Jerman, mempublikasikan Corruption Perception Index (CPI). CPI direpresentasikan dalam
bentuk bobot skor dengan rentang 0-100. Skor 0 dipersepsikan sangat korup, sementara
skor 100 dipersepsikan sangat bersih
dari korupsi.
Skor CPI
Indonesia tahun 2013 adalah 32. Dan, Indonesia harus puas berada di posisi
114 dari 177 negara yang diteliti. Tentunya, rangking pertama diraih oleh
Denfin dengan skor 91. Perlu diketahui bersama, Denfin sudah berulang kali
meraih rangking pertama negara minus korupsi.
Adalah
pertanyaan fundamental, bagaimana Denfin memberantas korupsi? Kita mulai dari
Denmark. Denmark mashur sebagai negara minus korupsi karena: Pertama,
kalangan mainstream (elite bangsa) nya bergaya hidup sederhana. Gaya hidup
mereka sehari-hari jauh dari kesan glamour, konsumtif, dan materialis. Mereka
lebih memilih hidup sederhana seperti kalangan grass root (rakyat jelata)
pada umumnya. Lalu, bagaimana gaya hidup elite bangsa negeri yang dipimpin
SBY ini?
Kedua,
penegakan hukum. Penegakan hukum di tempat Andersen dan Bendtner ini
benar-benar berorientasi pada keadilan (non-diskriminatif). Hukum tidak
tumpul ke “atas” juga ke “bawah”. Hukum ditegakan bagi semua pelaku delik
korupsi.
Ketiga,
pemerintah Denmark menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Pemerintah Denmark mempublikasikan semua anggaran negara ke rakyat. Pada
akhirnya, rakyat ikut mengevaluasi terhadap kinerja pemerintahnya sendiri.
Prinsip akuntabilitas dan transparansi dilakukan juga oleh para pejabat
negara secara personal. Mereka mempublikasikan income dan pengeluaran biaya hidup sehari-hari bahkan sampai
hal-hal sepele seperti shopping dan
travelling.
Keempat,
adanya sistem birokrasi pemerintahan yang efisien (tidak karut-marut). Dengan
birokrasi seperti ini, pemerintah Denmark akhirnya mampu mempersempit ruang
gerak korupsi.
Kita
beralih ke negara produsen handphone Nokia dan pencipta game Angry Bird,
Finlandia. Inilah usaha Finlandia dalam memberantas korupsi dan koruptor.
Pertama,
warga Finlandia menjunjung tinggi integritas dan kejujuran. Mereka menyadari
bahwa korupsi dapat dihilangkan dengan membangun sikap dan prilaku yang
bersih, jujur, dan mengedepankan integritas.
Di sana,
hilangnya integritas dan kejujuran merupakan aib sosial. Ketika seorang
pekerja, pejabat, dan sebagainya kehilangan dua hal tersebutbiasanya akan
berakhir dengan berhenti dari jabatan/pekerjaannya.Seperti kasus mundurnya
Perdana Menteri perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. Pada Juni
2003 dia lengserdari jabatannya setelah terbukti berbohong kepada parlemen
dan rakyat. Kebohongan yang menyangkut kebocoran informasi politik selama
kampanye.
Kedua,
menetapkan UU Antikorupsi (UU Prosedur Administrasi dan UU Hukum Pidana). UU
Prosedur Administrasi, misalnya,UU ini menekankanindividu untuk menjunjung
perilaku yang mulia dalam organisasi publik. Prinsip-prinsip yang
melandasinya antara lain: pejabat harus bertindak adil dan bekerja sesuai peraturan
yang berlaku.Harus dipahami bahwa Pemerintah Finlandia mengaktualisasikan UU
Antikorupsi dengan penuh komitmen dan konsisten.
Ketiga,
Finlandia tidak memiliki lembaga khusus pemberantas korupsi, pemberantasan
korupsi dilakukan oleh setiap institusi pemerintah. Di Finlandia hanya ada The National Audit Of?ce (semacam
Badan Pemeriksa Keuangan). Tugasnya melakukan audit keuangan dan audit
kinerja.
Menyaksikan
pemberantasan korupsi di Denfin, sebenarnya usahanya sangat simpel daripada
Indonesia.Dari segi lembaga pemberantas korupsi, Indonesia memiliki BPK dan
KPK. Dari segi peraturan (hukum), Indonesia memilikiUU No. 20/2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi (Stranas-PPK), KUHP, dan aneka peraturan lainnya.
Namun,
problem terbesar Indonesia dalam memberantas korupsi adalah belum adanya
kesadaran warganya dalam menumbuhkan dan mengokohkan etika dan moral,
menegakan hukum tanpa tebang pilih, menciptakan kultur birokrasi pemerintahan
yang sehat, hingga mengaktualisasi UU Pemberantasan Tipikor, Stranas-PPK, dan
lainnya dengan penuh komitmen dan konsisten.
Akhirul kalam, pemberantasan korupsi, baik petty corruption (skala mikro) maupun grand corruption (skala makro),merupakan tanggung jawab segenap
elemen bangsa dalam rangka mewujudkan “Indonesia
Negara Minus Korupsi”. Untuk mencapai cita-cita itu, Indonesia,
belajarlah kepada Denfin!
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar