Cokro
: Pemimpin 2014?
Garin Nugroho ;
Sutradara
Film, Kolumnis “Udar Rasa” Kompas
|
KOMPAS,
02 Februari 2014
Tahun
1919, di tengah letusan Gunung Kelud, Cokroaminoto yang dikenal dengan
sebutan Yang Utama memaksakan diri dari Surabaya dengan mobil menembus Kota
Blitar yang dipenuhi hujan abu yang dahsyat. Sebuah tindakan yang sangat
berani. Namun, keberanian Cokro haruslah mendapatkan maknanya terhadap
kelahiran bangsa ini. Cokro bertindak karena khawatir terhadap nasib salah
satu muridnya yang berlibur ke rumah orangtuanya. Murid tersebut adalah
Soekarno yang masih remaja. Soekarno ternyata selamat. Murid kesayangan Cokro
tersebut kemudian menjadi proklamator negeri ini.
Haruslah
dicatat, Cokroaminoto yang sering juga disebut ”Guru Bangsa” tercatat sebagai
guru dengan murid-murid yang menjadi pelaku utama dinamika kemerdekaan
Indonesia. Ia menjadi guru dari beragam ideologi yang tumbuh pada awal abad
ke-20, mulai dari agama, nasionalis, hingga sosialis. Sebutlah Samaun yang
kemudian melahirkan Partai Komunis Indonesia, Kartosuwirjo yang membangun
politiknya lewat DI/TII, dan Soekarno lewat PNI.
Peristiwa
gunung meletus terasa menjadi penanda sejarah hidup Cokro. Guru Bangsa ini
dilahirkan di seputar meletusnya Gunung Krakatau (1883). Inilah salah satu
letusan terdahsyat di dunia. Kekuatannya mencapai 10.000 kali bom atom yang
meluluhlantakkan Nagasaki-Hiroshima, dampaknya membentang dari Samudra Hindia
hingga pantai timur Afrika, mendorong dua kali tsunami yang dahsyat. Korban
resmi tercatat 35.000, tetapi diperkirakan mencapai 120.000 manusia, banyak
dari mereka terapung hingga melintasi samudra. Oleh karena itu, kelahiran
Cokro oleh masyarakat dimitoskan sebagai lahirnya ratu adil sesuai ramalan
Joyoboyo.
Makna
apa di balik kisah bencana di atas? Apakah meletusnya Gunung Kelud sekarang
ini mengisyaratkan ditemukannya pemimpin baru yang mampu menjawab tantangan
zaman baru pasca 2014?
Apakah
yang perlu dicatat dari seorang Cokro, pemimpin Islam yang sering disebut
sebagai raja tanpa mahkota, karena kemampuannya membangun organisasi terbesar
di Asia di permulaan abad ke-20, justru ketika manusia Indonesia abad itu
belum mengenal kekuatan organisasi dan organisasi lebih sebagai milik elite,
bahkan juga belum mengenal kebangsaan?
Sesungguhnya
ada lima keutamaan yang dibangun oleh Cokro. Keutamaan pertama adalah
kemampuan menemukan sumber daya kepemimpinan muda dengan karakter serta
gagasan melebihi zamannya (15-20 tahun).
Keutamaan
kedua, kemampuan mentransformasi daya hidup pengetahuan lewat dialog pada
generasi pemimpin baru secara demokratis. Keutamaan ketiga, kemampuan panduan
komunikasi untuk menyebarkan spirit pelaksanaan gagasan, baik lewat orasi
maupun media komunikasi zamannya, saat itu adalah koran. Keutamaan keempat
adalah kemampuan mengajarkan strategi politik lewat beragam siasat di tengah
beragam konflik lokal hingga global yang kompleks. Strategi dan siasat ini
bertujuan agar kemajuan global mendorong kemajuan lokal dan sebaliknya.
Jangan heran Cokro dikenal dengan semboyan, ”Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”.
Keutamaan
kelima adalah kemampuan menghidupkan kekuatan organisasi yang sah secara
hukum sebagai roda penggerak cita-cita. Oleh karena itu, meski Serikat Islam
yang dipimpin Cokro senantiasa keberlakuan hukumnya dipersempit Pemerintah
Hindia Belanda, Cokro menjalankan siasat agar organisasi Serikat Islam, meski
hanya di cabang, mendapat pengesahan hukum. Dengan cara itu, Cokro mampu
menjalankan gagasannya dalam syarat hukum internasional sebagai daya hidup
globalisme baru abad itu.
Ketika menulis catatan ini, saya berdiri di gerbang sekolah dasar
semasa kecil di Yogya. Sekolah itu bernama Islamiyah-H0S Cokroaminoto.
Melewati SD masa kecil, saya melihat begitu banyak iklan pemilu legislatif di
baliho. Kemudian, ketika abu Kelud terus menerpa, saya minum jamu yang tak
jauh dari SD Islamiyah. Saya melihat televisi yang meliput bencana,
mencerminkan kekacauan organisasi berbangsa yang tak mampu mengelola serta
mengomunikasikan panduan bencana. Saya bertanya ulang kepada diri: Mampukah
pemilu menjadi guru bangsa lahirnya pemimpin dengan lima keutamaan Cokro? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar