Senin, 23 September 2013

The Fed dan KTT APEC 2013

The Fed dan KTT APEC 2013
Firmanzah  ;   Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KORAN SINDO, 23 September 2013



Perekonomian dunia sedikit bernafas setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) memutuskan memperpanjang kebijakan stimulus moneter. 

Rilis data terakhir tentang inflasi, pengangguran dan pertumbuhan Amerika Serikat belum mampu meyakinkan The Fed untuk melakukan langkah pengurangan (tapering-off) pembelian obligasi. Dalam jangka pendek, penundaan pengurangan ini akan memberikan napas dan konsolidasi bagi perekonomian dunia. Namun, kewaspadaan dan penguatan daya tahan ekonomi baik di tingkat nasional maupun kawasan perlu terus ditingkatkan.

Berkaca pada gejolak pasar keuangan akhir-akhir ini, sebagai ketua APEC 2013, Indonesia memberikan tekanan pentingnya penguatan daya tahan kawasan untuk menghadapi potensi gejolak perekonomian dunia. Di tengah perekonomian yang semakin terintegrasi, daya tahan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh faktor internal atau domestik. Stabilitas dan pertumbuhan perekonomian regional juga sangat menentukan kinerja perekonomian domestik di setiap negara. 

Dalam konteks inilah, KTT APEC yang berlangsung di Bali, 5-7 Oktober 2013, akan sangat menentukan tidak hanya kinerja ekonomi kawasan, tetapi juga ekonomi nasional 5-10 tahun ke depan. Setiap kesepakatan yang diambil selama KTT APEC di Bali diarahkan untuk semakin memperkuat dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik. Gejolak pasar keuangan akhir-akhir ini sebagai akibat rencana pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat semakin menyadarkan 21 anggota APEC pentingnya semakin memperkuat kerangka kerja sama regional. 

Rencana pengurangan stimulus memberikan gejolak di pasar keuangan dunia. Sejumlah negara seperti Rusia, Australia, Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Meksiko sangat merasakan gejolak baik di nilai tukar maupun pasar saham. Meski transmisi akibat dari gejolak di pasar keuangan ke sektor manufaktur dan sektor riil masih bersifat terbatas, situasi ini semakin memberikan arti penting penguatan kerja sama di Asia-Pasifik. 

Sebagai ketua APEC 2013, Indonesia memandang terdapat beberapa hal yang membutuhkan kesepakatan untuk memperkuat daya tahan kawasan menghadapi gejolak ekonomi, baik yang disebabkan dari dalam maupun luar kawasan Asia-Pasifik. Pertama, semakinpentingnya upaya menciptakan keseimbangan perdagangan di dalam kawasan. Sejumlah studi menunjukkan, negara yangterkenadampak terbesar dari rencana The Fed adalah negara yang memiliki defisit transaksi neraca berjalan cukup besar. 

Di sejumlah negara besaran defisit ini disumbangkan oleh defisit dalam transaksi neraca perdagangan. Nilai impor yang besar masih belum dapat diimbangi oleh total nilai ekspor. Akibat itu, nilai tukar dan cadangan devisa mendapatkan tekanan cukup besar. Semangat kerja sama APEC terkait ini adalah pentingnya menjaga keseimbangan perdagangan intradan inter-kawasan untuk mengurangi ketidakseimbangan (imbalance) yang berlebihan pada neraca transaksi perdagangan di setiap negara anggota. 

Kedua, aspek ketahanan pangan dan energi kawasan semakin dibutuhkan untuk antisipasi baik gejolak pasokan terlebih harga jual di pasar domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang akibat rencana pengurangan stimulus moneter The Fed meningkatkan risiko inflasi akibat produk impor (imported inflation) terutama kebutuhan pokok baik pangan maupun energi di sejumlah negara. Kondisi ini terkadang diperburuk dengan terganggunya produksi dan panen di negara produsen akibat sejumlah faktor seperti gangguan iklim dan cuaca. 

Situasi ini memaksa negara seperti India untuk mengalokasikan subsidi pangan dalam jumlah yang sangat besar dan mencapai lebih dari USD22 miliar untuk meredam laju inflasi dan peningkatan aksesibilitas terhadap kebutuhan pokok. Di Indonesia, kita juga mengalami tekanan harga kedelai di dalam negeri akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan berkurangnya hasil panen di Amerika Serikat. Kerangka kerja sama APEC sangat diperlukan untuk mengantisipasi gejolak serupa di kemudian hari. 

Pembahasan ketahanan pangan dan energi baik di tingkat menteri, SOM, maupun selama KTT APEC 2013 ditujukan untuk membangun sistem ketahanan pangan dan energi di kawasan. Ketiga, penguatan sektor riil khususnya UMKM menjadi sangat strategis di tengah gejolak pasar keuangan dunia. Perkembangan sektor usaha UMKM sangat penting bagi tercapainya sejumlah agenda pembangunan disejumlahnegara anggota APEC seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Meksiko, Cile, dan Papua Nugini. 

Pengalaman penanganan krisis ekonomi dunia 2008 juga semakin menegaskan, sektor UMKM relatif lebih berdaya tahan terhadap gejolak pasar keuangan dunia. Karena itu, keketuaan Indonesia dalam APEC 2013 mendorong penguatan kelembagaan serta kemampuan produksi-pemasaran UMKM menjadi salah satu agenda penting dalam kerangka kerja sama APEC. Keempat, penguatan daya beli masyarakat dari sisi ketersediaan lapangan kerja sangat menentukan daya tahan ekonomi di tengah krisis ekonomi dunia. 

Krisis subprime-mortgage dan krisis utang di Eropa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pemulihan karena jatuhnya daya beli masyarakat akibat gelombang PHK. Penutupan fasilitas produksi terpaksa dilakukan setelah tingkat konsumsi tidak mampu menyerap barang dan jasa yang dihasilkan. Kita perlu bersyukur guncangan pasar keuanganyangtengahterjadidapat dimitigasi dampaknya terhadap tekanan penurunan daya beli masyarakat. 

Sejumlah negara seperti China, India, Indonesia, Jepang, Brasil, Afrika Selatan, dan Rusia memobilisasi kebijakan moneter dan fiskal untuk melakukan langkah antisipatif secara terpadu. Stimulus diberikan pada industri padat karya untuk mencegah lay-off. Koordinasi, komunikasi, dan konsultasi kebijakan akan terus semakin ditingkatkan untuk memperkuat daya tahan kawasan. Kelima, intensifikasi serta ekstensifikasi investasi baik di sektor riil maupun infrastruktur di negara anggota APEC perlu terus ditingkatkan. 

Karena itu, selama keketuaan Indonesia dalam APEC 2013 investasi dan infrastruktur menjadi salah satu prioritas penting dalam kerangka kerja sama kawasan. Memperkuat konektivitas dan rantai produksi regional akan dapat terwujud ketika ketersediaan serta kualitas infrastruktur di antara anggota APEC semakin merata. 

Lalu lintas perdagangan, rantai produksi, modal, informasi, dan manusia akan menjadi lebih efektif dan efisien dengan semakin baiknya infrastruktur pelabuhan, bandar udara, jalan, teknologi informasi, dan sistem keuangan-perbankan. Selain itu, capacity-buildingbaikdari sisi SDM (sumber daya manusia) maupun penguatan regulasi juga mendapatkan perhatian khusus oleh Indonesia sebagai ketua APEC 2013. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar