Kamis, 03 Mei 2012

Tidak Gampang Menjadi Guru


Tidak Gampang Menjadi Guru
Endah Maulida KA; Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
SUMBER : SUARA KARYA, 03 Mei 2012


Guru adalah sosok yang memiliki tugas dan tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Kualitas pendidikan suatu negara ditentukan oleh kualitas tenaga guru sebagai pendidik. Semakin berkualitas guru maka semakin berkualitas pula pendidikan di negara tersebut.

Sebagian orang mungkin enggan memilih guru sebagai profesi. Mengapa, karena banyak orang menganggap profesi guru kurang memiliki gengsi dan kurang menjamin kesejahteraan hidup. Masyarakat menilai profesi dokter jauh lebih menjanjikan dan bergengsi tinggi. Tak heran, apabila orangtua lebih bangga anaknya menjadi seorang dokter daripada menjadi seorang guru. Padahal, keduanya memiliki peranan penting dalam masyarakat. Hanya saja, peranan dokter bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Banyak guru di sekolah-sekolah tanpa memiliki ijazah kependidikan. Jika hal itu terjadi dalam profesi dokter, setiap sarjana dapat melakukan praktik kedokteran, dan mungkin jutaan manusia akan menjadi korban malpraktek. Sama halnya dengan profesi guru, jika semua sarjana (selain sarjana kependidikan) dapat menjadi guru, terlebih yang tidak memiliki ijazah kependidikan atau akta mengajar, maka berapa banyak yang akan menjadi korban miseducation?

Seorang guru memiliki tugas utama dalam pendidikan, di antaranya sebagai fasilitator, dinamisator, mediator, evaluator, instruktur dan manager. Guru sebagai fasilitator artinya guru memberi kemudahan kepada para siswanya dalam menanamkan setiap konsep yang menjadi tuntutan kurikulum. Di sisi lain, guru juga harus mampu menjadi dinamisator di mana guru mampu menciptakan situasi yang hidup dan tidak monoton sehingga semangat belajar peserta didik meningkat.

Guru juga mediator bagi peserta didiknya, media bagi siswa dalam mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Sementara, mengembangkan kemampuan peserta didik dapat dilakukan dengan memberikan instruksi yang baik dalam bentuk tugas-tugas agar siswa aktif belajar, inilah peran guru sebagai instruktur. Setelah itu guru bertindak sebagai evaluator di mana seorang guru dapat menilai kemajuan siswa agar dapat melakukan perbaikan ke depannya.

Untuk menjadi seorang guru juga dituntut memiliki empat kompetensi. Pertama, seorang guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik di mana seorang guru mampu mengelola kelas dengan baik. Kedua, kompetensi kepribadian, seorang guru haruslah memiliki kepribadian yang baik, baik tingkah laku, tutur kata, maupun cara berpakaiannya. Hal ini dikarenakan guru adalah contoh atau teladan bagi peserta didik.

Ketiga, kompetensi profesional di mana seorang guru harus menunjukkan keprofesionalannya dalam menguasai konten atau materi yang akan disampaikan, sehingga peserta didik mendapat informasi setelah kegiatan belajar mengajar. Keempat, kompetensi sosial, yakni kemampuan seorang guru dalam berinteraksi dengan baik terhadap peserta didik, teman sejawat maupun masyarakat sekitar.

Guru adalah seorang pendidik. Artinya, seorang guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu yang dimilikinya, melainkan juga memiliki peranan dalam membangun karakter yang baik bagi peserta didik. Untuk itulah, seorang guru harus bisa menjadi teladan atau contoh bagi peserta didik, baik dalam ucapan maupun tingkah lakunya.

Untuk menjadi seorang guru, juga dibutuhkan kesabaran, khususnya dalam mendidik dan mengajarkan mata pelajaran kepada peserta didik. Hal ini karena tidak semua anak didik memiliki tingkat kecerdasan dan tingkat pemahaman yang sama. Ada yang tingkat pemahamannya cepat dan ada pula yang lambat. Bagi siswa yang lambat, perlu perhatian dan kesabaran lebih untuk dapat membimbingnya.

Kesabaran seorang guru, khususnya dimiliki oleh guru tingkat TK dan SD. Pada tingkat ini peserta didik masih sangat butuh bimbingan karena berada pada tahap pembentukan karakter awal. Kesabaran guru diuji ketika anak didik menangis, berkelahi, mengganggu temannya atau bahkan ketika mereka buang air di celana.

Sebab itu pula, seorang guru harus memiliki sifat tulus dan ikhlas dalam mengabdikan diri mendidik anak bangsa. Seperti terlihat pada pengabdian seorang guru di pelosok-pelosok pedesaan terpencil. Meski kurang mendapatkan perhatian pemerintah, guru tetap berbakti mengajar para siswanya meski dengan gaji minim dan bahkan tanpa dukungan sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Sama halnya dengan nasib guru honorer yang sudah mengabdi hingga belasan bahkan puluhan tahun, namun mereka belum juga diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Belum lagi, masalah gaji guru honorer yang masih di bawah upah minimum regional (UMR). Dari sinilah diperoleh gambaran bahwa seorang guru harus memiliki sifat tulus ikhlas.

Sebagai penerima amanah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, guru terikat secara moral untuk mendidik siswa dalam mencapai kedewasaan biologis, psikologis, dan spiritual. Dalam hal ini, guru dituntut bekerja dengan penuh tanggung jawab. Lebih-lebih, ketika peserta didik akan melakukan ujian akhir nasional. Guru layaknya orangtua kedua yang senantiasa bekerja keras dan berdoa demi kelulusan peserta didiknya.

Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tampaknya guru memang belum seutuhnya dihargai. Kesejahteraan guru Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Kenyataannya, masih ada guru atau kepala sekolah yang merangkap pekerjaan sebagai pemulung, tukang ojek dan lain sebagainya. Ini berbeda dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura atau Jepang yang sangat menghargai guru. Guru diberi pendapatan lebih dengan fasilitas yang memuaskan.

Di Indonesia, pemerintah baru mampu memberikan insentif melalui program sertifikasi guru yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru. Sayang, program ini belum mencakup seluruh guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar