Senin, 07 Mei 2012

Purnama Kebijakan Melampaui Sains


Purnama Kebijakan Melampaui Sains
Prajnavira Mahasthavira; Sekretaris jenderal World Buddhist Sangha Council (WBSC), Pimpinan Asosiasi Buddhis Center Indonesia dan pimpinan Vihara Mahavira Pusat
SUMBER :  JAWA POS, 07 Mei 2012


Kehidupan yang sederhana membawa kedamaian
Jiwa yang mudah puas memberi kebahagiaan
Bila pandai kita melepas, cengkraman dukkha dapat terhempas
Bila tangkas dalam kebijakan, niscaya kita akan terbebas.

SAYA ucapkan selamat hari Trisuci Waisak yang bertepatan dengan Minggu kemarin (6/5) kepada seluruh umat Bud­dha di Nusantara. Harapan saya pada tahun ini, memasuki abad ke-26 Buddha Jayanti, kiranya Waisak dapat menjadi sebuah momentum dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang terbebas dari belenggu kerisauan menuju pada kehidupan yang penuh damai.

Pemahaman terhadap fenomena dan unsur ketidakkekalan akan menuntun kita pada tahap awal dalam meraih tujuan ini. Inspirasi dari penerangan sempurna ini kiranya dapat menjadi suri teladan untuk kehidupan kita sehingga memiliki arti dalam menjalaninya.

Purnama Waisak yang setiap tahun dihayati oleh umat Buddha di seluruh dunia merupakan sebuah refleksi perjuangan seorang manusia dalam memperoleh kebahagiaan yang sejati. Sebuah tonggak kemenangan telah bersinar dan memberikan sebuah suri teladan bagi peradaban umat manusia. Keteladanan itu memberikan pesan yang nyata mengenai dimensi lain untuk memperoleh kebahagiaan melalui sebuah pengorbanan, sebuah tekad luhur, Bodhicitta.

Tiada kata yang dapat melukiskan agungnya tekad seorang pangeran kecil yang baru saja dilahirkan di Taman Lumbini yang indah. Di tengah megahnya sebuah istana dan kekayaan yang berlimpah, sang pangeran menyatakan bahwa inilah kelahirannya yang terakhir.

Bila kita ditanya apakah mau hidup di istana dengan harta yang berlimpah, sebagian besar khalayak pasti masih ingin menjalani kehidupan seperti beliau. Namun, melalui banyak kelahiran, sang pangeran telah merasakan penderitaan dan bertekad untuk melepaskan diri dari cengkeraman dukkha (penderitaan).

Ada sebuah kerinduan yang terus-menerus tebersit di benak kita, yaitu kebahagiaan. Tiada seorang pun di dunia ini yang menolak untuk hidup bahagia. Bahkan, terkadang untuk mencapai kebahagiaan orang berlomba-lomba menggunakan segala cara dalam meraihnya. Tidak sedikit manusia yang tega merugikan bahkan melukai makhluk lain untuk sekadar memuaskan diri sendiri dalam memperoleh kebahagiaan. Kemudian, setelah mengecap kebahagiaan sejenak, banyak kekecewaan timbul karena ternyata kebahagiaan yang baru saja diperoleh tidaklah kekal.

Fenomena seperti itu kerap kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, karena pandangan salah, kita berpaling kepada materi untuk membahagiakan kita. Tentu saja, di tengah majunya teknologi dan ilmu pengetahuan, banyak sekali benda yang diciptakan untuk memudahkan rutinitas manusia.

Di negara bagian California, di dae­rah Silicon Valley, banyak perusahaan teknologi berlomba-lomba meng­gunakan penemuan baru untuk memberikan sentuhan yang berbeda kepada kehidupan masyarakat di dunia. Pengaruh kuat sarana internet dan teknologi wireless telah menciptakan banyak aktivitas yang mustahil pada sepuluh tahun lampau, namun sekarang telah menjadi sebuah standar baru untuk bersosialisasi.

Contohnya, pada 1980-an, kita masih menanyakan nomor telepon rumah atau kantor. Pada pertengahan 1990, orang mulai bertukar alamat surat elektronik (e-mail) selain menanyakan nomor telepon genggam pada saat berkenalan. Sekarang ini bila tidak memiliki keanggotaan Facebook, Anda sudah dianggap ketinggalan zaman. Di tengah majunya sarana teknologi dan multimedia, sudah banyak kemudahan yang dialami masyarakat dunia. Namun, pertanyaan yang mendasar: apakah kemajuan ini telah membawa kebahagiaan?

Sakyamuni Buddha telah melihat dua musuh yang berbahaya, yaitu nafsu keinginan (tanha) dan kegelapan batin (avidya). Penderitaan yang terus berkesinambungan disebabkan oleh dua faktor itu. Ilmu pengetahuan boleh maju sepesat pesawat udara, penelitian ilmiah boleh menjulang setinggi langit, namun bertumpu kepada materi bukanlah sebuah jawaban untuk mendapatkan kebahagiaan.

Memasuki abad ke-26 pencapaian penerangan sempurna di Bodhigaya, marilah kita kembali merenungkan sabda mulia Sakyamuni Buddha yang masih relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Seperti obat mujarab yang mengobati sakit kronis, sentuhan Dharma hanya akan membawa manfaat bila kita meng­gunakan sesuai dengan petunjuk pada waktu dan tempat yang tepat.

Semoga pelita cinta kasih Hyang Buddha terus menjalar ke hati sanubari yang masih kelam akan kesadaran tentang hukum kesunyataan serta mampu memberikan kekuatan spiritual dalam membebaskan diri dari belenggu kemelekatan materi dan kemiskinan rohani.

Semoga semua makhluk hidup damai dan berbahagia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar