Selasa, 01 Mei 2012

Mengapa Memilih Jadi TKI?


Mengapa Memilih Jadi TKI?
Muhammad Iqbal, Presiden Union Migrant Indonesia,
Alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia
SUMBER : REPUBLIKA, 01 Mei 2012


Kasus kekerasan dan pelanggaran HAM kembali dialami oleh tenaga kerja Indonesia (TKI).

Kali ini tiga orang TKI yang ditembak mati oleh Polis Diraja Malaysia (PDRM) dengan tuduhan hendak melakukan perbuatan kriminal. Sebelumnya, di Malaysia sudah sering terjadi penembakan semena-mena yang dialami oleh TKI dengan tuduhan serupa, namun sulit dibuktikan karena Polisi menembak hingga mati.

Padahal, beberapa bulan sebelumnya, kasus eksekusi hukuman pancung terhadap Ruyati masih hangat menjadi pembahasan, dan ada ribuan TKI yang dideportasi serta dipenjara di luar negeri bahkan ratusan di antaranya terancam hukuman mati. Saat ini diperkirakan ada 6 juta WNI yang bekerja di luar negeri dan hampir 60 persennya merupakan pekerja pada sektor informal dan 60-70 persen di antaranya adalah wanita.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah mengapa mereka mau bekerja jauh di luar negeri? Beberapa penelitian yang saya lakukan di berbagai negara menunjukkan para TKI punya alasan rasional, yakni pendidikan anak dan biaya kesehatan yang mahal, memiliki utang, suami yang menganggur, dan ingin mendapatkan modal usaha yang semua berpangkal pada kemiskinan yang sistemik.

Program Pemerintah

Selama ini pemerintah memberikan postur anggaran yang besar untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Sejak 2000 hingga sebelum 2011, anggaran kemiskinan terus naik dari Rp 18 triliun hingga Rp 71 triliun. Bahkan, pada 2011, anggaran untuk mengatasi kemiskinan mencapai Rp 86,1 triliun yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga.

Namun, negara belum menyentuh persoalan dasar masyarakat karena pemerintah belum menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS, sehingga masya rakat belum memiliki jaminan sosial. Demikian juga, dengan anggaran pendi dikan yang besarnya 20 persen dari to tal APBN, namun tetap saja pendidikan masih mahal.

Total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2011 sebanyak Rp1,229 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 248 triliun (20,2 persen) dialokasikan untuk anggaran fungsi pendidikan. Sebanyak Rp 158 triliun anggaran tersebut ditransfer ke daerah. Dari anggaran Kemendikbud Rp 55 triliun sebagian besar digunakan untuk program pendi dikan dasar Rp 12,7 triliun (23 persen), pendidikan menengah Rp 5 triliun (9,1 persen), dan pendidikan tinggi Rp 28,8 triliun (51,9 persen).

Alokasi anggaran pertama, untuk peningkatan akses dan mutu pendidikan anak usia dini (PAUD) Rp 1,3 triliun. Kedua, penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun Rp 7,2 triliun, dan Rp 26 triliun ditransfer ke daerah. Ketiga, peningkatan mutu pendidikan vokasi (kejuruan) Rp 2,4 triliun. Prioritas ke empat adalah percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru ke S1/D4, sertifikasi dan rintisan pendidikan profesi guru Rp 8 triliun. Kemudian, prio ritas kelima percepatan peningkatan jumlah dosen S3 sebesar Rp 2 triliun. Dengan alokasi seperti itu, tetap saja masyarakat miskin susah mendapatkan akses pendidikan murah.

Demikian juga, dengan anggaran kesehatan pemerintah, untuk 2011 meng alami kenaikan menjadi Rp 26 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 22 triliun. Untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis, pemerintah mengalirkannya ke program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang anggarannya dari tahun ke tahun terus meningkat.

Anggaran untuk program Jamkesmas pada periode 2008 hingga 2010, secara berturut-turut terus meningkat. Pemerin tah telah mengeluarkan dana sebesar Rp 4,6 triliun (pada 2008), Rp 4,6 triliun (2009), Rp 5,1 triliun (2010). Sedangkan pada 2011 ini, terdapat penambahan anggaran untuk program Jamkesmas plus Jaminan Persalinan (Jampersal) sehingga nilai totalnya menjadi Rp 6,3 triliun.

Tentu saja anggaran ini cukup besar, namun masih saja masyarakat susah mendapatkan akses dan informasi program tersebut. Prosedur yang panjang dan birokrasi yang berbelit-belit membuat program tersebut tidak bisa diakses oleh masyarakat.

Demikian juga, dengan anggaran mengatasi pengangguran serta me ningkat kan usaha kecil dan menengah, masyarakat masih sulit untuk mengakses program-program tersebut. Ini menunjukan bahwa program tersebut mungkin tidak tepat sasaran ataupun dikorupsi di tengah jalan sehingga anggaran tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat miskin yang benar-benar memerlukan.

Keterpaksaan mereka bekerja ke luar negeri menjadi tidak bisa dibendung karena situasi yang begitu sulit. Sempit nya lapangan pekerjaan membuat mereka mudah menerima ajakan bekerja ke luar negeri dengan penghasilan yang le bih baik.

Untuk itu, aspek perlindungan TKI harus menjadi perhatian serius pemerintah, karena migrasi TKI ke luar negeri ti dak bisa dibendung dan pemerintah belum bisa memberikan solusi dan menyediakan lapangan kerja serta upah yang layak. Di samping itu, pemerintah sebaiknya menyediakan anggaran yang maksimal untuk membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar