Mencari
Generasi Politik
David
Krisna Alka ; Peneliti Populis Institute, Jakarta
SUMBER
: MEDIA
INDONESIA, 24 Mei 2012
KERUSAKAN
dan kebusukan politik di Republik ini mem buat generasi muda sebagai generasi
penerus bangsa terlalu banyak yang tidak mau berpolitik, apalagi masuk partai
politik. Padahal, kelompok usia muda mewarisi cita-cita Republik.
Generasi
muda yang hidup dalam nuansa dan suasana politik yang kacau-balau semestinya
memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas
berbagai kerumitan dan masalah politik. Ketidakpedulian generasi saat ini
kepada politik juga berarti ketidakpedulian terhadap kemajuan Republik.
Benjamine
Fine dalam bukunya 1.000.000 Delinquents (1957) mengatakan, “A generation who will one day become our
national leader.“ Generasi muda kelak akan menjadi ahli waris dan pemimpin
bangsa dan negara. Pertanyaannya, bagaimana bisa generasi muda menjadi pemimpin
Republik kalau takut atau tak mau berpolitik? Bagaimana melakukan perubahan
terhadap kerusakan dan kebusukan partai politik kalau kecut masuk partai
politik?
Demokrasi yang Terbelah
Kerusakan
politik dan instrumennya akan berakibat mandeknya perjalanan demokrasi dalam
Republik. Di alam demokrasi, kenyataannya masyarakat kelas bawah sengsara dan
penganggur bertambah, tapi kelompok elite politik dan penguasa justru
bergelimang harta.
Politik
memang berselingkuh dengan ekonomi. Namun apabila kebijakan ekonomi mengisap
rakyat dan menghasilkan kebijakan-kebijakan opresif dan diskriminatif,
pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan lapangan kerja--semua
sarana yang mestinya dinikmati secara bebas dan menjadi indikator penting dari
sebuah negara demokrasi--tertawan oleh kepentingan elite politik.
Selain
itu, masalah demokrasi menjadi penyebab utama kejatuhan rezim. Bila melihat
gejolak politik di Timur Tengah belum lama ini, krisis ekonomi d dan demokrasi
itulah yang m mendorong generasi muda di Timur Tengah melancarkan demonstrasi.
Mereka berjuang menumbangkan rezim otoriter demi demokrasi dan pengembangan
ekonomi ke arah lebih baik. Dengan menggunakan jaringan teknologi komunikasi
mutakhir seperti Facebook dan Twitter, kaum muda yang tertekan bergerak untuk
perubahan. Merekalah generasi muda yang menari tari gelombang perubahan di Timur
Tengah.
Hampir
semua tuntutan rakyat di beberapa negara Timur Tengah membuka keran demokrasi
di negara masingmasing. Penolakan terhadap demokrasi merupakan langkah yang
mati. Rakyat diperintah rezim-rezim paling buruk yang memaksakan apa yang
mereka takuti dari demokrasi.
Jadi, tak usah takut dengan demokrasi. Artinya,
kebajikan demokrasi itu terletak di mana saja, termasuk di Timur Tengah. Begitu
pula nyala sumbu api demokrasi, bisa menyala di negara mana saja. Si penyala
api demokrasi itu bisa siapa saja: mahasiswa, politikus, bahkan pedagang
asongan.
Generasi Politik
Di
Republik ini, tampak pening katan generasi muda yang ogah berpolitik,
konsumtif, individualistis, dan tak bergairah untuk terlibat dalam
organisasi-organisasi kepemudaan dan organisasi politik. Kecenderungan generasi
muda yang seperti itu berarti mereka semakin apolitis.
Dunia
politik memang gemar memolitisasi ideologi dan menjadikannya slogan kosong
belaka. Jika generasi yang ogah berpolitik memilih diam, barangkali bukan
karena mereka tak peduli. Mungkin saja mereka takut tercemar oleh kebusukan
politik dan rezim korup yang enggan dan takut dengan gerakan perubahan.
Dalam
konteks itu, perlu memahami mengapa me reka menjadi apolitis. Di beberapa
negara Timur Tengah, generasi apolitis menjelma menjadi kekuatan baru yang
ditakuti rezim otoriter.
Rezim
otoriter sering salah tingkah dengan berupaya membatasi dan memblokir
komunikasi dunia maya; dunia yang paling digandrungi generasi apolitis. Namun
di balik tampilan lahiriah yang apolitis, sebenarnya terdapat sebuah kebenaran
paradoksal dalam diri mereka.
Semakin
giat sebuah rezim membentuk generasi apolitis, semakin kuat pula kemungkinan ia
akan diturunkan generasi yang sama. Rezim yang berikhtiar melanggengkan
kekuasaan melalui politik yang melahirkan generasi apolitis suatu saat kelak
akan bertemu dengan karmanya.
Negara
Tunisia yang kini telah beralih ke pemerintahan baru sebelumnya diperintah
rezim diktator dan koruptif Ben Ali. Partai An-Nahda di Tunisia menang dalam
pemilu 23 Oktober 2011 dengan 41,47% suara. Partai An-Nahda dan anggota koalisi
berkuasa dalam Majelis Konstituante Tunisia mengumumkan pembentukan gerakan
mahasiswa bernama Ennahda's Youth at
University (EYU).
Menurut
Abdelkarim Harouni, anggota Majelis Konstituante yang mewakili Distrik Tunisa 1
dan juga presiden sayap pemuda An-Nahda, mereka menghendaki adanya ruang
kebebasan dan konsensus di universitas-universitas di Tunisia. Tujuan aktivitas
EYU ialah restorasi lingkungan politik yang moderat di dalam universitas. Yakni,
membantu penyolidan tujuan-tujuan revolusi, menguatkan kembali identitas
Arab-Tunisia, dan membela hak para mahasiswa untuk bersatu dan berorganisasi
politik.
Dalam
gerakan partai politik di Indonesia saat ini, hadirnya Liga Mahasiswa NasDem,
yang merupakan sayap Partai NasDem, memainkan peran penting dalam
mengonsolidasi berbagai gerakan mahasiswa untuk peduli terhadap politik dan
partai politik. Dengan moto belajar, berpartai, dan berbakti, Liga Mahasiswa
NasDem berupaya membangun iklim dialog yang sehat di antara berbagai kelompok
mahasiswa yang memiliki ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda. Tentu sayap
Partai NasDem ini perlu membuktikan kinerja mereka kepada kaum muda dan rakyat
Indonesia dengan konsep politik yang implementatif dan substantif.
Dalam
lingkungan politik demokratis, generasi apolitis maupun generasi politik
menjadi backbone (tulang punggung)
dari gerakan demokrasi. Namun, perlu dibuka cara-cara baru yang membuat
generasi penerus Republik ini untuk mulai melihat bahwa lingkungan politik tak
selamanya penuh dengan kotoran dan kebusukan.
Oleh karena itu, diperlukan generasi politik
sebagai tenaga ampuh yang dapat melakukan perubahan terhadap kerusakan partai
politik di Republik ini. Generasi politik yang memiliki kemerdekaan hati nurani
didorong rasa kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar