Rabu, 02 Mei 2012

Memaknai Protes Pekerja


Memaknai Protes Pekerja
Dinna Wisnu, Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
SUMBER : SINDO, 02 Mei 2012


Setiap kali Hari Buruh berlalu, tiap kali pula kita diingatkan akan sejumlah pekerjaan rumah yang tersisa dalam mengayomi pekerja di Tanah Air. Namun, tahun ini selayaknya kita paham bahwa protes para pekerja adalah protes kita bersama akan sistem ekonomi yang belum menjembatani perbaikan nasib rata-rata penduduk Indonesia, bahkan penduduk dunia. 

Dalam laporan Global Employment Trend 2012 dari International Labor Organization digambarkan betapa seluruh dunia perlu prihatin karena meskipun secara umum akan terjadi pertumbuhan ekonomi, bahkan untuk kawasan Asia tergolong tinggi yakni di kisaran 6% per tahun,ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak akan makin terbatas. Sekarang saja di seluruh dunia telah terjadi kekurangan sekitar 200 juta lapangan kerja.

Karena tahun ini pertumbuhan ekonomi melambat, akan dibutuhkan tambahan lebih dari 400 juta lapangan kerja baru dalam 10 tahun mendatang sehingga total dibutuhkan 600 juta lapangan pekerjaan. Jika hal itu tidak dipenuhi, ratusan juta pekerja ini akan hidup tidak layak atau jatuh di bawah garis kemiskinan. Mereka yang muda, yakni berusia 15-24 tahun, punya peluang lebih tinggi untuk menganggur dan bekerja dalam kondisi tidak layak (yakni suasana kerja tidak aman, upah rendah, jam kerja tidak layak, dan tanpa tunjangan sosial).

Bagi yang sekarang bekerja, tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam waktu-waktu ke depan mereka akan kehilangan pekerjaan, minimal dari pekerjaan tetap menjadi bekerja paruh waktu, atau berdasarkan kontrakkontrak jangka pendek. Sementara itu, pemerintah, pengusaha, dan pekerja perlu mengambil kesempatan dari krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika.

Demografi penduduk Indonesia yang mirip dengan struktur penduduk Jepang pada 1970-an adalah investasi langka yang tidak dimiliki oleh negaranegara lain.Pemerintah harus konsekuen melakukan penegakan hukum (law enforcement) dan pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan undang-undang yang berlaku hingga ke tingkat kabupaten. Pengawasan ketenagakerjaan harus memastikan bahwa seluruh administrasi ketenagakerjaan dijalankan dengan konsisten.Kepastian itu hanya dapat dilakukan apabila tenaga-tenaga pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan ditambah.

Merujuk data Menteri Ketenagakerjaan pada 2010, ada 2.384 orang yang bertugas untuk menangani sekitar 216.547 perusahaan. Jumlah ini tentu jauh dari cukup.Kementerian juga perlu merevisi peraturan ketenagakerjaan yang tidak lagi sesuai dengan situasi yang berkembang misalnya Peraturan Menteri No 17 Tahun 2005 tentang survei upah. Ada beberapa indikator dalam survei itu yang tidak lagi manusiawi.

Serikat buruh dan pekerja juga perlu fokus untuk kembali mengorganisasi diri mereka dalam satu kesatuan.Tersebarnya kekuatan ini menyulitkan konsolidasi arah gerakan buruh di masa depan.Terlepas apa pun platform ideologisnya, fakta menunjukkan bahwa buruh yang terkonsolidasi dalam satu kesatuan akan lebih mudah terlibat dalam pengambilan keputusan politik di tingkat nasional.

Pemerintah dan pengusaha juga lebih mudah untuk menghitung biaya ekonomi-politik yang ditimbulkan dari negosiasinya dengan serikat buruh. Sementara pengusaha juga tidak bisa menutup diri dari tuntutan para pekerja di perusahaannya. Seperti dilansir APINDO, perusahaan yang mampu khususnya yang berskala usaha besar sepantasnya secara sadar memberikan penghidupan yang layak kepada para pekerjanya. Manusia yang tidak diperlakukan manusiawi akan sulit memberikan kerja sama yang baik dan optimal, padahal dunia bisnis adalah dunia kerja sama.

Himpitan hidup yang dihadapi pekerja akan berimbas juga pada daya beli pekerja dan publik sehingga akhirnya dunia usaha pun akan ikut merasakan tekanan tersebut. Kebijakan yang lebih keras tentang korupsi juga harus menjadi fokus pemerintah Presiden SBY saat ini. Riset hasil Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (LP3E Kadin) menyebutkan biaya siluman yang ditanggung pengusaha adalah beban yang pada akhirnya akan mendarat juga di pundak pekerja.

Menurut Kadin, ada 15 instansi dan lembaga yang terbebani dengan biaya tinggi, suap-menyuap, atau biaya siluman. Biaya siluman seperti itu besarnya mencapai 25% dari biaya produksi.Angka ini jauh lebihbesardaripersentasebiaya upah pekerja yang besarnya hanya 20% dari biaya produksi. Biro Pusat Statistik menilai bahwa porsi bagi pekerja idealnya 40%. Meningkatkan porsi alokasi dana bagi pekerja akan dapat meningkatkan output produksi, sedangkan mempertahankan biaya korupsi justru semakin melemahkan kompetisi.

Pemerintah juga perlu kreatif dalam membuka lapangan pekerjaan. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan perubahan iklim, negara-negara Eropa dan Amerika telah menetapkan bahwa penggunaan bahan bakar harus melibatkan 20-40% penggunaan bahan bakar biofuel. Kebijakan ini telah menciptakan inisiatif pekerjaan di sektor perkebunan nabati atau green technology. Ada insentif yang diberikan pemerintah pula untuk mendorong kebijakan tersebut.

Kita belum punya inisiatif semacam itu. Indonesia di lain pihak banyak mengekspor kekayaan alam ke luar negeri tanpa menguatkan industri pengolahan yang sesungguhnya memberikan nilai lebih pada upah, ekspor,dan tentu menciptakan lapangan pekerjaan. Para pengusaha lebih memilih mengolah secara minim, mengekspor produk mentah tersebut, walaupun akhirnya harus meng-impor lagi produkproduk jadi dari negara lain.

Ini pemborosan devisa yang sekaligus mencekik leher ekonomi negeri ini. Jadi,menyikapi Hari Buruh 2012 ini,seluruh pihak yang terlibat dalam hubungan industrial perlu memiliki visi dan misi yang sama dalam memandang Indonesia 30 tahun ke depan.

Ekonomi Indonesia harus punya paradigma dalam memandang kerja sama antarpihak dan berani melakukan terobosan untuk menciptakan kegiatan industri pengolahan, lapangan kerja dan usaha yang patuh undangundang, berteknologi mutakhir, mengikuti trend green, dan berorientasi menambah nilai ekspor serta lapangan kerja yang layak bagi bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar