Keberlanjutan
Pasca-MDGs Awards
Ririn Handayani ; Peserta Program
Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga
SUMBER : SUARA
KARYA, 14 Mei 2012
Keberlanjutan program
merupakan salah satu masalah krusial dalam pembangunan saat ini termasuk
keberlanjutan program atau inisiatif yang berhasil menjadi pemenang dan
nominator dalam Indonesia MDGs Awards
(IMA) 2011. Sebagian besar program atau inisiatif dalam IMA 2011 masih dalam
tahap embrionik sehingga memerlukan kontinuitas selama beberapa tahun mendatang
untuk menjadi sebuah kegiatan yang sistemik. Sangat disayangkan jika setelah MDGs Awards berakhir, program atau
inisiatif yang telah ada tidak lagi berjalan optimal apalagi sampai mandeg.
Para best practices dalam IMA 2011 telah diumumkan pada 1 Februari
2012 lalu. Ada dua kategori yang dikompetisikan dalam acara yang
diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs (Millenium Development Goals) tersebut,
yakni kategori umum dan khusus. Kategori umum meliputi masalah nutrisi,
kesehatan ibu dan anak, akses ke air minum layak dan sanitasi sasar, HIV/AIDS
dan penyakit menular lainnya. Untuk kategori khusus terdiri-dari kategori
alokasi anggaran yang berpihak pada MDGs, kesinambungan program MDGs, dampak
MDGs pada komunitas dan inovasi terbaik MDGs untuk kelompok pemuda.
Ajang semacam MDGs Award
bisa menjadi stimulus yang cukup efektif untuk mendorong daerah, pihak swasta
dan masyarakat agar lebih giat mengembangkan program-program atau
inisiatif-inisiatif lokalnya dalam rangka meningkatkan partisipasi yang lebih
luas untuk pencapaian target MDGs. Ada tantangan besar yang harus dihadapi
paska berakhirnya IMA, salah satunya keberlanjutan program untuk tetap bisa
menebar virus positif dan mengakselerasi pencapaian target MDGs yang tinggal
tiga tahun lagi.
Virus Positif
Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2007 lalu, MDGs Awards mendapat sambutan hangat dan
respon positif dari banyak kalangan dengan jumlah peserta yang terus mengalami
kenaikan signifikan dari waktu ke waktu. Sebuah pertanda bagus. Karena, selain
bisa menjadi indikasi meningkatnya peran serta masyarakat luas untuk turut
menyukseskan MDGs, acara tersebut juga bisa menjadi akselerator munculnya
program unggulan dan inisiatif lokal baru yang sifatnya positif.
Bagi program yang terpilih sebagai best practices, bisa menjadi role
model bagi daerah lain sekaligus berkesempatan mempromosikan program dan
daerahnya untuk menjalin kemitraan (partnership)
yang luas dalam lingkup nasional maupun internasional.
Bagi MDGs sendiri yang akan segera berakhir pada 2015 nanti, acara
ini bisa berkontribusi positif dalam mengakselerasi pencapaian program-program
MDGs di Indonesia, yang dalam beberapa bidang masih jauh dari harapan. Hingga
2011 atau sebelas tahun sejak MDGs dicanangkan, pencapaian Indonesia atas
sejumlah target masih sangat lambat bahkan cenderung mundur pada sejumlah
target tertentu.
Sebagai contoh, kasus kematian ibu dalam proses melahirkan masih
tertinggi di Asia. Demikian pula dengan pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang
belum menunjukkan hasil berarti. Yang terjadi justru jumlah penderita HIV/AIDS
terus meningkat dari tahun ke tahun. Masalah kemiskinan dan kelaparan juga belum
teratasi. Kelaparan bahkan masih sering terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Sementara itu, diperkirakan hanya 47,73% rumah tangga yang memiliki akses
terhadap air layak minum dan hanya 51,19% yang memiliki akses sanitasi layak
berdasarkan kategori MDGs.
Tantangan ke Depan
Meski menunjukkan perkembangan yang positif, inisiatif-inisiatif
lokal di Indonesia relatif masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah daerah yang hampir mencapai 500 kabupaten dan kota. Sebagian besar pun
masih kesulitan jika menyangkut investasi infrastruktur yang sangat besar.
Selain masalah anggaran, persoalan krusial lain yang dihadapi daerah untuk
mengembangkan inisiatif lokal dalam rangka mengakselerasi pembangunan adalah
masih besarnya kebergantungan terhadap sosok pemimpin. Persoalan lain yang tak
kalah signifikan adalah keberlanjutan program manakala inisiatif atau program
unggulan telah dicetuskan dan mulai berjalan.
Setidaknya dua hal yang harus terpenuhi untuk mendukung
keberlanjutan sebuah program, yakni dukungan anggaran dan regulasi. Dua hal ini
sangat bergantung pada political will pemerintah. Banyak inisiatif lokal dan
program unggulan hanya menjadi sebatas ide karena tidak didukung oleh anggaran
yang memadai. Ada pula yang harus berhenti di tengah jalan juga karena masalah
anggaran. Sangat disayangkan karena bisa jadi sebabnya bukan karena ketiadaan
anggaran namun karena tidak adanya itikad baik dari pemerintah daerah untuk
menyukseskan program.
Selain anggaran, faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah
regulasi terutama yang terkait dengan sektor swasta sebagai aktor penting lain
selain pemerintah. Sektor swasta memiliki dana yang sangat besar, dana program corporate social responsibility (CSR)
perusahaan, misalnya. Namun tanpa regulasi pemerintah, mereka akan lebih banyak
diam atau menyalurkan dananya pada hal-hal lain yang belum tentu sesuai dengan
kebutuhan riil masyarakat. Kehadiran regulasi dapat menjembatani semua aktor
(pemerintah-swasta-masyarakat) dalam sebuah hubungan kemitraan strategis yang saling
menguntungkan sehingga proses pembangunan bisa berjalan lebih optimal dan
berkelanjutan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar