Kamis, 03 Mei 2012

Kanker dan PR Ibu Menkes


Kanker dan PR Ibu Menkes
Ario Djatmiko; Dokter, Ketua Litbang Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jatim
SUMBER : JAWA POS, 03 Mei 2012


KEMATIAN adalah siklus rutin. Bila saatnya dia datang, tak ada lagi yang bisa menghindar. Ini rahasia Allah yang tak akan terpecahkan sampai akhir zaman. Dan, pesan-Nya jelas, persiapkanlah hidupmu dan matimu sebaik-baiknya. Walaupun rutin, kematian tidak pernah merupakan hal yang biasa. Terlebih bila menyangkut orang yang amat kita butuhkan.

Berita duka menyelimuti negeri ini. Kemarin, pukul 11.41 WIB, Ibu Endang Sedyaningsih, menteri kesehatan RI yang mundur tiga hari lalu, harus menghadap Sang Khalik di usia yang relatif muda, 57 tahun. Di saat beliau amat dibutuhkan rakyat, Tuhan berencana lain. Penyakit yang teramat ganas langsung menyerang sang panglima kesehatan negeri ini.

Penyakit ini tidak pandang bulu. Steve Jobs, 5 Oktober 2011, si genius ini tak berdaya ketika penyakit kanker merenggut nyawanya di usia 56 tahun. Kreativitas Jobs masih ditunggu, kembali Tuhan berkata lain. Pada 30 Maret 2007 negeri ini menangis, Chrisye sang legenda harus meningalkan kita semua. Belum hilang duka kita, Franky Sahilatua, penyanyi yang selalu membawakan suara rakyat, juga harus pergi karena penyakit yang sama, kanker.

Benar, premature death adalah hal yang paling menyedihkan dan paling "merugikan negara". Namun, tampaknya kisah sedih akibat kanker akan terus berlanjut.

Sentuhan Berbeda

Apakah kanker selalu berakhir dengan kematian? Rima Melati, Kylie Minoque, Eni Hardjanto, dan banyak tokoh lain, bercerita tentang hal lain. Sebuah harapan. Bila Anda klik google Reach to Recovery Surabaya, Anda akan tahu kanker bukan termasuk penyakit yang mematikan lagi. Namun, yang tampak, kisah sedih kian sering kita dengar. Jelas, ada sesuatu yang bisa dilakukan, harus dilakukan tetapi belum dilakukan.

De Vita mengatakan, cancer is the most curable chronic diseases. Kanker adalah penyakit kronis yang paling bisa disembuhkan. Syaratnya, kanker harus dirawat dengan cepat dan dengan cara yang benar dan tepat. Ada concern waktu dan kualitas pelayanan di sini.

Kanker adalah penyakit yang amat kompleks. Berbeda dengan penyakit lain, kanker mutlak memerlukan penanganan khusus. Mengapa? Kesempatan terbesar untuk sembuh terletak pada ketepatan penanganan pertama. Kesalahan pada penanganan pertama berakibat fatal, hilangnya kesempatan sembuh dan itu irreversible (tak bisa diubah).

Penanganan yang benar membutuhkan keahlian khusus dan kerja tim dokter ahli yang terintegrasi. Hal terpenting, penanganan kanker memerlukan sentuhan yang berbeda. Beban psikologis penderita kanker teramat berat, baik untuk penderita maupun keluarga. Hanya dokter-perawat yang benar-benar terpanggil jiwanyalah yang akan memberikan yang terbaik. Pertanyaannya, benarkah di negeri ini telah tersedia RS yang tepat untuk merawat penderita kanker secara maksimal sesuai standar?

Menghitung Beban

WHO memberikan lampu merah, kanker kini menjadi masalah kesehatan utama di dunia dan akan terus meningkat. Semula 1/1000 penduduk, pada 2010 akan meningkat tajam menjadi 4,3/1000. Pemahaman bahwa kanker adalah penyakit untuk orang kaya, keliru. WHO menyatakan, 70 persen penyakit kanker justru hadir di negara berkembang. Di Indonesia, setelah 2010, kata Sonar Panigoro, akan hadir 1.032.000 kasus kanker baru per tahun.

Ledakan penyakit kanker akan hadir di bumi ini. Itu pasti. Pertanyaannya, siapkah negeri ini menghadapi ancaman kanker? Pada acara temu pakar, pada peringatan hari kanker sedunia di Jakarta, 22 Februari, sebagai salah satu pembicara saya menyampaikan ilustrasi kasar. Seandainya satu Rumah Sakit Regional Cancer Centre (RSRCC) mampu menampung 1.000 kasus kanker baru per tahun (baca: tergolong besar), dibutuhkan setidaknya 1.032 RSRCC.

Biaya membangun sebuah RSRCC? Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre dibangun dengan biaya USD 138,8 juta (Bisnis Indonesia, 7 Juli 2011). Semisal, RSRCC dibangun seharga separonya saja, pemerintah harus menyediakan sekurangnya USD 70 miliar atau Rp 700 triliun untuk 1.000 RSRCC.

Hal lain, berapa biaya penanganan penyakit kanker per pasien? Misalnya, biaya penanganan penyakit kanker Rp 50 juta atau USD 5.000 per pasien (baca: pasti lebih), negara akan kehilangan Rp 50 triliun per tahun.

Berapa pula kerugian akibat hilangnya produktivitas? Hitungan di atas belum tentu betul, juga belum tentu salah. Seharusnya ada yang menghitung dengan benar, tugas ahli ekonomi kesehatan dan merupakan tanggung jawab pemerintah. Yang jelas, angka itu belum pernah hadir di hadapan kita.

Di Tengah Ilalang Iklan

Sudah kodratnya, sudah hukum pasar dan juga hak setiap orang mencari yang terbaik untuk dirinya. Apalagi, urusan keselamatan jiwanya. Ibu Menkes mencari yang terbaik untuk dirinya tidak di negeri ini. Begitu juga Chrisye, Franky Sahilatua, dan puluhan ribu pasien lain. Tidak ada yang salah, itu adalah hak.

Namun, pertanyaannya, apakah itu pertanda bahwa negeri ini tidak siap menghadapi kanker? Bagaimana masyarakat negeri ini akan percaya terhadap layanan negeri sendiri kalau sang panglima harus pergi ke tempat lain. Setiap tahun 1.032.000 kanker baru pasti hadir di negeri ini. Kemanakah mereka mencari perlindungan?

Ungkapan cerdas Prof Asmino, bapak kanker Jawa Timur, penderita kanker merasa seakan dirinya jatuh ke dalam jurang kematian. Dan, dia akan menyaut (meraih dan memegang erat) apa pun yang tampak jelas di mata untuk menyelamatkan diri. Dan, itu biasanya ilalang. Itulah sebabnya, banyak pasien kanker tak tertolong, karena ilalang tidak akan pernah mampu menahan jatuhnya ke jurang. Ironisnya, batu kukuh-kuat yang dijadikan pegangan menahan jatuhnya ke jurang justru tak tampak karena tertutup ilalang.

Pasar kesehatan negeri ini kian mencemaskan. Banjir iklan sungguh di luar batas kepatutan. Hal seperti ini tidak akan Anda lihat di negara mana pun di dunia. Masyarakat tidak tahu lagi mana ilalang dan mana batu yang kukuh. Berapa banyak masyarakat yang sudah tersesat? Dan, siapakah yang harus bertanggung jawab?

Semua harus jelas. Masyarakat harus dilindungi dan saatnya pemerintah berhenti mendiamkan semua. Penanggulangan kanker adalah masalah besar, panjang, dan kompleks. Pada pertemuan YKI di Sentul dua tahun lalu, melalui Triono Sundoro PhD, asisten Ibu Menteri menyatakan tekad untuk memerangi kanker; itu PR kita.

Selamat jalan menteriku yang baik. Kami akan mengerjakan PR Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar