Kamis, 24 Mei 2012

Hasil Analisis PPATK dan Pajak


Hasil Analisis PPATK dan Pajak
Muhammad Yusuf ; Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
Kandidat Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
SUMBER :  KORAN TEMPO, 23 Mei 2012


Dari hari ke hari, dari waktu ke waktu, saya terus merasa galau. Kenapa kita terus berpikir atau mencari hal-hal yang kurang signifikan? Belum lama ini, koran menulis bahwa pegawai negeri sipil yang berpenghasilan Rp 2 juta tidak akan dikenai pajak. Sebelumnya, kita mendengar pula kehebohan akan dipungutnya pajak bagi warung makan sekelas warung Tegal untuk mendongkrak pendapatan Pemerintah Provinsi DKI. Sekalipun sempat ditunda, wacana ini terus digulirkan untuk dapat direalisasi.

Saya tidak pada posisi menilai apakah hal yang seperti ini perlu dilakukan atau tidak, tapi lebih pada mengajak kita semua melihat hal yang lebih besar guna menggalang pendapatan negara melalui pemungutan pajak yang dilakukan secara efektif dan efisien. Tengok saja Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diterima oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sampai Maret 2012, yakni ada 90.392 kasus yang dilaporkan oleh 359 penyedia jasa keuangan (PJK). Sementara itu, yang disampaikan kepada penyidik sebanyak 1.951 hasil analisis. Adapun Laporan Transaksi Keuangan Tunai, transaksi yang dilakukan senilai Rp 500 juta dalam sehari sebanyak 10.724.364 laporan yang dilakukan oleh 398 PJK, sedangkan Laporan Pembawaan Uang Tunai, baik ke dalam maupun ke luar negeri, sebesar Rp 100 juta per hari sebanyak 7.296 laporan yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui 11 lokasi pelaporan.

Katakanlah, sampai saat ini, penyidik baru berhasil menindaklanjuti 10 persen dari hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK secara pidana. Tapi, dari sisi lain, pihak-pihak terlapor tersebut dapat dijerat dengan pendekatan lain, dengan mengejar kewajiban pajak yang harus dibayarkannya kepada negara. Saya merasa yakin dana besar yang dimiliki oleh para terlapor itu tidak dan/atau belum dibayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang ada.

Bila saja semua aparat penegak hukum, baik penyidik, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Bea dan Cukai, maupun instansi terkait lainnya dapat berkoordinasi, bekerja dengan baik dan optimal, serta bahu-membahu, niscaya kita bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, kita dapat berusaha bertahan hidup dengan tidak terbebani pajak dari penghasilan mereka yang relatif kecil.

Pada kondisi lain, kita melihat beberapa perusahaan besar di bidang perkebunan ditengarai telah melakukan manipulasi restitusi pajak atau tidak membayar pajak sebagaimana mestinya dengan nilai Rp 7,2 triliun. Begitu juga perusahaan-perusahaan yang berada di bawah naungan Asian Agri Group yang diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara melakukan pengecilan nilai pajak. Kerugian negara atas penggelapan pajak ini diperkirakan senilai Rp 1,2 triliun lebih. Namun, sayangnya, penanganan perkara itu untuk sementara "distop", karena majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat pengajuan berkas perkara tersebut oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan bersifat prematur.

Guna menggenjot pendapatan negara, salah satunya atau bahkan porsi yang terbesar adalah dengan memungut pajak kepada masyarakat, baik pegawai negeri, karyawan, perusahaan, maupun obyek pajak lainnya. Akan muncul masalah bila dalam proses pemungutan itu dirasakan ada ketidakadilan. Pegawai yang rutin dipotong pajak penghasilannya dan pengusaha yang membayar pajak akan merasa dizalimi bila perusahaan-perusahaan besar tersebut seenaknya mengemplang pajak senilai triliunan rupiah tanpa ada penegakan hukum yang jelas. Selain itu, ketidakadilan yang ada akan merusak iklim persaingan usaha yang sehat dan produktivitas bekerja. Bila hal ini tidak dirawat dan ditata secara baik, pada akhirnya akan dapat mematikan daya saing Indonesia di kancah internasional. Selain itu, akan timbul dampak yang buruk, tidak hanya pada perekonomian Indonesia secara makro, tapi juga budaya dalam berbangsa dan bernegara.

Pencucian Uang

Pencucian uang merupakan kejahatan terorganisasi (organized crime) yang sering kali dilakukan dengan teknik-teknik dan modus operandi yang terus berkembang, dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup canggih. Acap kali pola yang dimainkan begitu kompleks, sehingga diperlukan pengetahuan khusus dalam menelusuri aliran dana yang dilakukan dan menilai kewajaran dari transaksi yang dilakukan para pelaku.

Selain melalui lembaga keuangan serta penyedia barang dan jasa, pencucian uang kerap dilakukan dengan transaksi perdagangan internasional (trade base money laundering). Untuk memudahkan, kita ambil gambaran terkait dengan kasus perusahaan, misalnya PT X menggunakan pola mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya yang dibayarkan dengan cara mengalirkan laba yang diperolehnya ke negara lain, seperti Mauritius, Hong Kong, Makau, dan British Virgin Island. Surat pemberitahuan tahunan kelompok usaha PT X kepada Direktorat Jenderal Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi.

Penggelapan pajak ini dapat dilihat dari indikasi adanya transaksi mencurigakan yang dilakukan lewat penyedia jasa keuangan dengan mengalirkan uang yang diduga berasal dari hasil kejahatan di bidang perpajakan ke perusahaan afiliasi di luar negeri yang ternyata fiktif. Penyimpangan perpajakan ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 huruf v Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana di bidang perpajakan. Uang hasil kejahatan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sistem keuangan sebagai upaya mengaburkan atau menyembunyikan uang hasil kejahatan sehingga seolah-olah menjadi uang yang sah.

Dalam contoh kasus lain dapat dilihat bahwa pegawai (A) bekerja sama dengan kantor akuntan publik melakukan markup biaya jasa konsultan pada BUMN X. Selisih antara biaya jasa konsultan yang dibayarkan oleh BUMN X dan biaya jasa konsultan yang wajar (hasil markup biaya jasa konsultan) diserahkan kepada A sebesar Rp 3 miliar untuk dibagikan kepada oknum pihak-pihak terkait. Dalam mengalihkan dana dari rekening BUMN tersebut ke rekening pribadi, pelaku menggunakan empat rekening yang dibuka di dua bank berbeda.

Sebagian uang hasil korupsi tersebut ditransfer ke dealer mobil untuk membeli dua unit mobil mewah. Untuk mempersulit penelusuran dana yang masuk ke rekening berasal dari hasil korupsi pada BUMN X, pelaku melakukan transaksi pemindahan dana dari rekening satu ke rekening lain, serta sebagian besar transaksi penarikan dana dilakukan secara tunai. Dalam kasus ini, dapat dilakukan dua pendekatan, pertama, pihak penyidik dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku. Di sisi lain, Ditjen Pajak dapat mengejar pajak dari harta yang dimiliki oleh pelaku dan pihak-pihak lain yang terkait.

Dalam kata lain, bila penyidik Kepolisian RI atau Kejaksaan Agung mengalami kesulitan dalam mencari alat bukti atas laporan hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK untuk diajukan ke pengadilan, tidak berarti ia bebas melenggang. Penyidik perpajakan dapat melakukan penyidikan secara bersamaan atau menindaklanjuti kasus yang sama dengan melihat dari sisi pelanggaran perpajakan yang dilakukan oleh terlapor.

Bukankah dalam rezim hukum perpajakan "semua penghasilan yang mengakibatkan bertambahnya kekayaan harus dipungut pajaknya", atau pertambahan kekayaan baik itu berasal dari uang haram atau uang sah, semuanya harus dibayar pajaknya? Ide tersebut dapat dilaksanakan jika terjadi kesamaan persepsi dan kehendak antara aparat penegak hukum dan Ditjen Pajak dalam menyikapi hasil analisis PPATK. "Taxes, after all, are dues that we pay for the privileges of membership in an society," kata Franklin D. Roosevelt. Jangan sampai perusahaan telah mendapatkan kemudahan perpajakan, kemudian mengemplang pajak, tapi pemiliknya tetap menjadi anggota terhormat di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar