Paket
Kebijakan Antikorupsi Jokowi
Oce Madril ; Dosen
Fakultas Hukum UGM;
Direktur Advokasi Pusat Kajian
Antikorupsi UGM
|
TEMPO.CO, 03 Januari
2017
Tahun
2016 menunjukkan mulai adanya perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo
terhadap upaya pemberantasan korupsi. Tercatat ada dua gebrakan penting yang
dilakukan Presiden. Pertama, kebijakan antipungutan liar melalui pembentukan
tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Kedua, kebijakan pencegahan
korupsi dalam birokrasi yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 10
Tahun 2016. Dua kebijakan tersebut cukup mampu menambah kekuatan negara
melawan kejahatan korupsi.
Tim
Saber Pungli hingga saat ini telah melakukan 41 operasi tangkap tangan bukan
hanya dalam kasus kecil, tapi juga yang berskala besar. Sudah puluhan aparat
pemerintah yang diproses hukum. Jumlah pengaduan masyarakat yang diterima tim
ini sangat tinggi, mencapai 17.600. Yang paling banyak adalah perkara
pelayanan publik berupa pengurusan administrasi perizinan, pembuatan surat
dan sertifikat, serta pengurusan paspor. Memang, sejak awal fokus tim ini
adalah korupsi dalam pelayanan publik.
Tim
ini juga berhasil menangkap pelaku mafia hukum, yakni seorang perwira
menengah polisi yang diduga menerima suap terkait dengan pengusutan sebuah
perkara di kepolisian dan seorang jaksa di Jawa Timur yang diduga menerima
suap atas perkara yang ditanganinya. Dalam kasus ini, apresiasi patut
diberikan kepada KPK, yang membantu pengungkapan permainan mafia hukum
tersebut.
Catatan
kinerja positif tim Saber Pungli menunjukkan bahwa tim ini cukup berhasil
memperkuat efektivitas penegakan hukum, khususnya terhadap tipe korupsi
administratif yang biasanya terjadi di sektor pelayanan publik. Tipe korupsi
ini menimbulkan kerugian yang mungkin secara nominal kecil, tapi tersebar di
banyak unit pemerintahan, dari pemerintah pusat sampai unit terkecil di
kelurahan atau pemerintah desa. Jika pungli tidak dibasmi, pemerintah menjadi
tidak efektif dan dinilai korup, sementara masyarakat akan dirugikan.
Sementara
tim Saber Pungli lebih mengarah ke upaya penegakan hukum represif, Inpres
Pencegahan Korupsi lebih merupakan upaya preventif untuk
menutuppeluangterjadinya korupsi. Kebijakan tersebut merupakan instruksi yang
ditujukan ke menteri, Jaksa Agung, Kepala Polri, dan kepala lembaga
pemerintah non-kementerian serta kepala daerah untuk me - laksanakan aksi pem
berantasan dan pencegahan korupsi. Inpres ini lebih mengarah ke peningkatan
transparansi dan akun tabilitas serta pem bentukan sistem atau program
pencegahan korupsi di lembaga pemerintah.
Kebijakan
ini sebenarnya bukanlah hal baru. Inpres semacam ini dipopulerkan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004. Seakan-akan menjadi rutinitas birokrasi,
setiap tahun inpres dikeluarkan dengan substansi hampir serupa. Tantangannya
adalah sejauh mana inpres ini dilaksanakan oleh lembaga pemerintah pusat dan
daerah.
Pemerintah
perlu mengevaluasi program-program antikorupsi tersebut. Ada kesan kuat bahwa
program yang dirumuskan oleh lembaga pemerintah lebih berbau formalitas untuk
memenuhi kewajiban laporan administratif. Tak jarang juga ditemukan
kebingungan untuk merumuskan apa yang dimaksudkan dengan program
“antikorupsi”, terutama di tingkat pemerintah daerah.
Kurang
efektifnya inpres ini sebenarnya tergambar dari masih banyaknya pungutan liar
dalam birokrasi. Ini menunjukkan belum adanya upaya serius untuk menerapkan
prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga korupsi
birokrasi dalam bentuk yang sama selalu terulang.
Hadirnya
tim Saber Pungli dan keluarnya Inpres Pencegahan Korupsi semestinya menjadi
paket kebijakan antikorupsi yang saling melengkapi. Kedua kebijakan itu
memadukan pendekatan represif dan preventif untuk memberantas korupsi dalam
birokrasi. Tapi belum tampak adanya keterkaitan di antara keduanya.
Masingmasing kebijakan masih berjalan sendiri. Padahal tata kelola
pemerintahan yang buruk inilah pangkal masalah pungli. Dan, tanpa penegakan
hukum yang tegas, tidak akan muncul efek jera.
Inilah
pekerjaan rumah pemerintah pada 2017: membuat paket kebijakan antikorupsi
yang terintegrasi dan efektif sebagai bagian dari kebijakan pembaruan di
sektor hukum. Dalam jangka pendek, pemerintah harus membuat jembatan yang
menghubungkan penegakan hukum represif dengan perbaikan tata kelola
pemerintahan. Setidaknya, berbagai persoalan yang ditemukan oleh tim Saber
Pungli dapat menjadi pijakan awal untuk memetakan masalah dan menentukan
langkah pembenahan.
Untuk
itu, harus ada otoritas tunggal yang diberi kewenangan koordinasi. Saat ini
ada dua lembaga yang mempunyai peran utama: tim Saber Pungli, yang terdiri
atas berbagai lembaga; dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, yang
mengkoordinasi pelaksanaan Inpres Pen cegahan Korupsi. Otoritas yang mengkoor
dinasi paket kebijakan ini boleh jadi diberikan ke Kantor Staf Presiden.
Sebagai unit kerja Presiden, sudah semestinya ia memastikan setiap kebijakan
Presiden dilaksanakan secara tepat.
Kebijakan
antikorupsi merupakan salah satu poin penting dalam Nawacita Jokowi-Kalla.
Karena itu, kebijakan tersebut seharusnya dipimpin langsung oleh Presiden
agar dilaksanakan secara serius dan konsisten. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar