Rabu, 13 Juli 2022

 

Waspadai Migrasi Besar-besaran

Mamit Setiawan :  Direktur Executive Energy Watch

JAWA POS, 12 Juli 2022

 

 

                                                           

SALAH satu pertimbangan menaikkan harga BBM nonsubsidi adalah kondisi terakhir harga minyak dunia. Memang benar harga minyak beberapa waktu terakhir terus menunjukkan tren kenaikan. Harganya tembus di atas USD 110–120 per barel. BBM umum alias BBM nonsubsidi mengikuti aturan Kepmen ESDM No 62 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut memang diatur kapan harga perlu dievaluasi.

 

Evaluasi harga keekonomian BBM dipengaruhi banyak hal. Minyak mentah dunia, kurs rupiah, dan lain-lain. Kalau pajak, PPN, dan semacamnya itu biasanya tetap.

 

Harga minyak dunia ini memang mengambil porsi paling besar dalam penentuan harga BBM.

 

Selain faktor harga minyak mentah dunia yang sedang meningkat, nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar jadi alasan kuat harga BBM nonsubsidi harus naik. Kurs rupiah yang melemah akan meningkatkan biaya pokok produksi.

 

Namun, perlu diketahui bahwa kenaikan harga yang ditetapkan Pertamina untuk tiga BBM nonsubsidi kali ini nilainya relatif masih di bawah nilai keekonomian yang seharusnya. Bisa dibandingkan dengan SPBU swasta yang menjual BBM jenis sama dengan harga lebih tinggi. Sebab, harga mereka memang menyesuaikan harga minyak mentah dunia.

 

Menurut perspektif saya, Pertamina cenderung menahan kenaikan harga sedikit lebih rendah dari yang seharusnya karena dua alasan utama. Pertama, menjaga daya beli masyarakat, tak terkecuali masyarakat pengguna BBM RON tinggi. Kedua, yang terpenting adalah menghindari migrasi besar-besaran dari pengguna BBM RON tinggi ke jenis BBM yang lebih rendah. Disparitas harga yang terlalu tinggi bisa memicu migrasi tersebut.

 

Memang, potensi migrasi cenderung kecil, meski tetap harus diwaspadai. Persentase pengguna pertamax turbo, Pertamina dex, dan dexlite sedikit sekali. Dampak positif bagi aspek keuangan Pertamina juga dipastikan tidak akan terlalu signifikan. Pengguna pertamax turbo dan RON 95 lainnya hanya sekitar 5 persen dari total konsumsi BBM nasional.

 

Di saat yang sama, harga gas elpiji nonsubsidi juga naik. Tapi, jika ditanya apakah ini semua akan berdampak pada inflasi Juli 2022, jawabannya adalah tidak terlalu signifikan. Sama seperti pengguna BBM nonsubsidi, pengguna elpiji 12 kg juga sangat segmented. Hanya 6 persen dari total penggunaan elpiji secara nasional. Berdasar data Pertamina, porsi pengguna elpiji nonsubsidi itu hanya 7,4 persen dari total pengguna elpiji secara nasional. Jadi, 92 atau 93 persennya adalah pengguna elpiji 3 kg.

 

Pemerintah dan Pertamina perlu terus melakukan sosialisasi mengenai subsidi tepat sasaran. Setidaknya memberikan penjelasan bahwa subsidi hanya untuk masyarakat yang tidak mampu. Kedua, program pembatasan BBM subsidi seperti saat ini harus diteruskan dan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, reformasi subsidi dari berbasis barang ke berbasis orang harus disegerakan.

 

Sumber :   https://www.jawapos.com/opini/12/07/2022/waspadai-migrasi-besar-besaran/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar