Persatuan Dokter
Hewan: Wabah PMK karena Kelalaian Negara Abdul Manan : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 2
Juli
2022
KEMBALI merebaknya wabah
penyakit kuku dan mulut (PMK) membuat Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh khawatir. Dia mengaku mendapat banyak
keluhan dari peternak yang merugi akibat wabah PMK, yang sejatinya sudah
lenyap dari Indonesia pada 1990-an. Munawaroh pun menyatakan
organisasinya sudah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah agar
Indonesia kembali bebas dari wabah PMK. Berikut ini petikan wawancara
Munawaroh dengan wartawan Tempo, Abdul Manan dan Iwan Kurniawan, di kantornya
pada Senin, 20 Juni lalu. Kapan
PDHI memberikan laporan tentang PMK kepada pemerintah? Pada 8 Mei, PDHI berbicara
dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno melalui aplikasi Zoom. Dia berjanji
membawa pesan kami ke rapat kabinet esok harinya. Hari berikutnya, Presiden
mengatakan Indonesia sudah kena PMK dan meminta penerapan lockdown. Baru
sehari atau dua hari setelah itu ada deklarasi wabah di Jawa Timur dan
Aceh. Apa
saja rekomendasi PDHI kepada Menteri Sekretaris Negara? Karena (saat itu) PMK baru
ada di dua provinsi, perlu stamping out (pemotongan sapi yang terinfeksi) dan
vaksinasi. Stamping out dilakukan di daerah dengan populasi sapi rendah. Di
daerah dengan populasi tinggi bisa dilakukan vaksinasi. Selain itu, harus ada
pencegahan dengan sanitasi dan disinfeksi, pembentukan satuan tugas
pengendalian PMK, penghentian lalu lintas ternak, hingga penutupan wilayah.
Rekomendasi lain, penyediaan anggaran untuk membeli vaksin, ganti rugi ternak
yang dipotong, dan pengadaan obat-obatan. Lakukan komunikasi, informasi, dan
edukasi untuk mencegah kepanikan masyarakat. Apa
analisis Anda tentang wabah PMK yang ditemukan di Aceh dan Jawa Timur? Yang kami tahu, ada domba
(yang terkena PMK) dikirim ke Malang (Jawa Timur). Ada dua kemungkinan: dari
Malaysia atau Thailand. Di Aceh, mungkin karena masuknya lewat Malaysia. Ini
masih dalam penyelidikan. Yang jelas, serotipe virus kali ini adalah O, yang
biasanya ada di Asia. Beda dengan virus di Brasil dan India dengan serotipe
A. Yang kami lihat, memang ada peraturan (Peraturan Menteri Pertanian Nomor
14 Tahun 2016) yang mengizinkan impor daging dari negara yang belum bebas
PMK, tapi berbasis zona. Ada
hubungan peraturan itu dengan kemungkinan masuknya PMK? Ada aturan yang
membolehkan (impor daging dari negara belum bebas PMK). Tapi daging yang diimpor
ke Indonesia seharusnya sudah diperiksa oleh tenaga ahli. Mungkin penularan
ini bukan karena daging. Sebab, jika demikian, serotipe virus yang ditemukan
adalah tipe A. Sekarang yang ada di sini serotipe O, ini pasti dari Asia. Menurut
Anda, berapa lama Indonesia bisa kembali bebas dari wabah PMK? Kurang lebih 10-20 tahun.
Dulu karena sapi perah dari Belanda. Dengan vaksinasi, kita lalu bebas dari
PMK. Kenapa sekarang wabah ini datang lagi, ada penyebabnya, yaitu kelalaian
pemerintah dalam menjaga pintu masuk impor. Yang masuk itu kebanyakan domba dari
Thailand, Malaysia, melalui jalur-jalur ilegal. Domba itu membawa virus tapi
tidak menampakkan gejala. Anda
punya dugaan mengenai jalur masuknya ternak illegal? Banyak pintunya. Misalnya
ternak yang masuk ke Jawa Tengah bisa melalui Pulau Karimun Jawa. Banyak
pulau kecil yang tidak mungkin dijaga semua. Sekarang bagaimana menyelesaikan
ini? Salah satu caranya, segera lakukan vaksinasi untuk ternak yang masih
sehat. Bagaimana
dengan ternak yang sudah dinyatakan positif? Yang positif disembelih.
Tapi kalau potong paksa masih mikir-mikir. Pemerintah belum punya dana
kompensasi. Bagaimana
mengatasi keterbatasan dana kompensasi ini? Pemerintah harus
menggandeng swasta yang biasa mengimpor daging. Mereka seharusnya
diberdayakan, beli daging sapi yang dipotong paksa untuk dijadikan stok dan
segera stop impor daging. Bagaimana
menjawab kekhawatiran orang yang takut makan daging ternak yang terkena PMK? Tak perlu takut karena ini
bukan zoonosis (penyakit yang ditularkan hewan ke manusia atau sebaliknya).
Karena itu, pemerintah melalui Perum Bulog, beli saja sapi-sapi yang positif,
potong, dan dagingnya disimpan sebagai stok. Kalau tidak bisa, libatkan
swasta. Menurut
Anda, mengapa Juni lalu Menteri Pertanian hanya mendeklarasikan status wabah
untuk dua provinsi? Apakah kondisi saat itu tak cukup untuk penetapan status
wabah nasional? Menurut Pak Menteri,
karena tidak ada laporan dari bupati dan gubernur. Deklarasi hanya di Aceh
dan Jawa Timur yang sudah menyatakan secara terbuka. Deklarasi wabah nasional
itu akan berpengaruh pada ekspor hortikultura, daging, dan semua hasil
ternak. Kita bisa ditolak oleh negara yang mengatakan sudah bebas PMK. Tapi
apa bisa kita menutup-nutupi fakta soal wabah yang meluas ini? Percuma saja,
semua negara sudah tahu. Apakah
benar selama ini kita tidak serius mengawasi penyakit hewan? Sebelum PMK, ada penyakit
sapi di Riau pada awal tahun ini, yaitu lumpy skin disease atau cacar pada
sapi. Jalan satu-satunya vaksinasi. Saat itu pemerintah menyatakan butuh Rp
102 miliar untuk mengatasi wabah di Riau. Kenyataannya zero. Apalagi kini ada
wabah PMK, sapi di Riau tidak terurus lagi. Dua tahun lalu, ada African swine
fever (ASF) atau flu babi. Kita tahu, babi-babi dibuang ke sungai karena tak
mampu menggali tanah untuk menguburnya. ASF sampai sekarang tidak ada solusi
karena belum ada vaksinnya. Wabah
penyakit hewan makin mengancam. Apakah hal ini menunjukkan bahwa kita
memerlukan lembaga khusus seperti direktorat jenderal kesehatan hewan? Jika lembaga itu
dipisahkan (dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), akan
ada fokus anggaran. Direktur jenderal peternakan bisa menangani soal bibit,
pakan, dan pemasaran. Sedangkan direktur jenderal kesehatan hewan menangani
penyakit hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan karantina. Ini penting.
Apalagi, menurut WHO (Badan Kesehatan Dunia), 75 persen penyakit manusia akan
berasal dari hewan. Indonesia juga belum memiliki lembaga kesehatan hewan
yang memadai. Tidak semua kabupaten punya dokter hewan. Kepala dinas kesehatan
hewan di daerah seharusnya dijabat dokter hewan, tapi malah sarjana ilmu lain
yang tidak memahami kesehatan hewan. Menurut
Anda, bagaimana mengatasi dampak ekonomi akibat PMK? Siapkan alat deteksi awal,
segera lakukan vaksinasi. Libatkan perguruan tinggi yang punya banyak tenaga
ahli. Pemerintah juga harus menyiapkan road map untuk bebas dari wabah PMK.
Ini tidak boleh jadi beban rakyat. Apalagi wabah terjadi karena kelalaian
negara. Ini tanggung jawab pemerintah. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar