Rabu, 13 Juli 2022

 

Korban Bechi: Disiksa, Diperkosa, Disekap, Dituduh PKI

Ahmad Thovan Sugandi :  Jurnalis Detikcom

DETIKCOM-X, 12 Juli 2022

 

                                                           

 

"Saya merasa masa kecil saya sudah direnggut oleh Subchi. Saya dipaksa berhubungan seksual, saya dianiaya, saya disekap, saya dilaporkan menyebarkan konten pornografi. Masa kecil saya penuh ketakutan.”

 

Kutipan tersebut adalah kesaksian salah satu korban Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi atau Bekhi. Reporter detikX berkomunikasi dengan korban tersebut melalui perantara pendampingnya pada Minggu, 10 Juli 2022.

 

“Bahkan hingga saat ini,” lanjut korban tersebut. “Orang tua saya dituduh sebagai preman pembunuh bayaran. Trauma saya rasanya tidak bisa hilang. Saya ingin Subchi dihukum seberat-beratnya.”

 

Bechi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur karena memperkosa lima santriwati di Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah. Dia adalah putra mahkota pemimpin pesantren, yaitu Kiai Muchtar Mu'thi. Bechi menjabat guru dan wakil rektor di pesantren itu, sekaligus Ketua Umum Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah.

 

Korban yang ditelusuri oleh kepolisian hanya sebagian. Menurut narasumber detikX yang tidak bisa disebutkan identitasnya, korban Bechi lainnya masih banyak.

 

    Saat mandi, kami diminta mengenakan jarit Sidomukti. Katanya agar mulia dan mendapat ilmu metafakta. Kata Bechi, itu ilmu sudah ada sejak 1400 tahun lalu."

 

"Itu yang saya tahu ada 15 orang. Mereka cerita ke saya juga. Sangat mungkin masih ada korban lain," ujar narasumber tersebut, Jumat, 8 Juli 2022.

 

Menurut narasumber itu, salah satu kasus perkosaan tersebut bahkan terjadi sejak 2012. Tidak hanya memperkosa, Bechi juga diyakini telah melakukan berbagai jenis penyiksaan.

 

Saat mendapatkan perlawanan, Bechi menyundutkan rokok yang masih menyala ke arah pelipis korban. Tidak jarang, punggung dan kaki korban yang saat itu masih berusia belasan tahun juga mengalami lebam akibat penyiksaan.

 

Menurut pengakuan pendamping korban, perlakuan Bechi itu berlangsung kurang lebih lima tahun (2012-2017). Setiap bulan, Bechi memaksa bertemu dan memperkosa korban. Perlakuan tersebut juga disertai ancaman. Korban diancam, jika berani melawan, akan dikeluarkan dari pondok, aibnya disebarkan, dan dihancurkan keluarganya.

 

Pada 2017, salah satu korban diculik dan disekap dua hari di daerah Plandaan. Selama itu korban tidak diberi makan serta terus diperkosa. Karena sempat melawan, korban dilempar oleh Bechi. Akibatnya, korban mengalami sejumlah luka yang lebih parah.

 

"Selanjutnya, korban dibawa oleh ajudan Bechi ke Polsek Ploso. Justru korban yang dilaporkan karena menyebarkan konten pornografi," ujar pendamping korban kepada reporter detikX akhir pekan lalu.

 

Saat korban ditahan, orang tuanya diminta datang dan meminta maaf sebagai syarat pembebasan putrinya. Setelah kejadian itu, korban dikeluarkan dari Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah.

 

Di sisi lain, menurut pengakuan salah satu mantan murid Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah dan juga pendamping korban, pada 2017, Bechi merekrut santriwati untuk mengelola klinik Sehat Tentrem. Sebuah klinik kesehatan spiritual yang dikelola Bechi.

 

Para santriwati yang akan diseleksi menjadi sukarelawan klinik dibawa ke daerah Puri, Kecamatan Plandaan, Jombang. Di sana berdiri kompleks yang dikelola oleh Bechi bernama Pesantren Jati Diri Bangsa. Akses jalan menuju kompleks tersebut panjang dan dikelilingi banyak pohon jati. Di dalam kompleks tersebut berdiri beberapa bangunan, gubuk, dan kolam. Hanya para santri dan orang dalam pesantren yang boleh masuk ke area tersebut dengan bebas. Adapun permukiman warga sekitar terletak cukup jauh.

 

Para santriwati mulai merasa heran saat diminta melakukan sejumlah laku yang tidak lazim. Laku aneh tersebut antara lain minum wine, ditinggal sendirian semalaman di dalam hutan, dan mandi kemben.

 

"Saat mandi, kami diminta mengenakan jarit Sidomukti. Katanya agar mulia dan mendapat ilmu metafakta. Kata Bechi, itu ilmu sudah ada sejak 1400 tahun lalu," ungkapnya.

 

Berkedok wawancara personal, Bechi membawa para santriwati ke salah satu gubuk bernama Cokro. Di sana Bechi memperkosa para santriwati tersebut.

 

Mengetahui ketidakwajaran tersebut, para santriwati ini memutuskan mengundurkan diri dari klinik tersebut. Setelah itu, para korban memutuskan melapor ke petinggi pondok pesantren. Namun laporan itu tidak digubris oleh pengurus Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah.

 

Tidak lama setelah itu, Bechi mulai menyebut para korban dan mantan pegiat klinik yang keluar sebagai sosok yang akan menghancurkan pesantren. "Kami juga mendapat ancaman pembunuhan, dibuntuti, dan foto kami disebar pengikut Bechi. Padahal kami waktu itu masih berumur belasan tahun," ujarnya.

 

Karena berbagai kondisi tersebut, beberapa korban dan rekannya dikeluarkan dari fasilitas pendidikan Shiddiqiyyah. Ada belasan santriwati yang dikeluarkan oleh pesantren.

Serangan Balik ke Korban yang Mencari Keadilan

 

Salah satu pendamping korban, Nun Sayuti, sempat bertandang ke pondok pesantren di Ploso untuk bertemu dengan Bechi. Hal itu ia lakukan untuk meminta penjelasan atas pemerkosaan yang Bechi lakukan. Di sana Bechi justru mengakui perbuatan tersebut. Dia berdalih punya hak melakukan itu.

 

"Dia bilang dirinya sudah diangkat jadi mursyid, dan berhak serta bisa menikahkan dirinya sendiri. Jadi dia tidak merasa bersalah," ujar Nun Sayuti kepada reporter detikX kemarin.

 

Tidak surut, setelah itu, salah satu korban ditemani rekannya sebagai pendamping melaporkan pemerkosaan tersebut ke Polres Jombang pada Mei 2018. Setelah itu, korban mendapat ancaman dan rumahnya didatangi sejumlah orang. Bahkan beberapa pihak dari Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah mendatangi orang tua korban dan menawarkan sejumlah uang agar laporan tersebut dicabut.

 

Akhirnya laporan tersebut terpaksa dicabut karena banyaknya ancaman terhadap korban. Pada Juli 2018, salah satu korban, ditemani rekan sekaligus pendampingnya, melapor kembali ke Polres Jombang. Sayang, laporan tersebut ditolak dengan alasan tidak cukup bukti.

 

Tidak berhenti di sana, pada 2019, mereka kembali melapor ke kepolisian dan melakukan visum ulang. Hasilnya, pada 12 November 2019, Bechi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jombang.

 

Momen penetapan tersangka tersebut membuat dukungan mengalir kepada para korban. Termasuk dari Women Crisis Center (WCC) Jombang, Lembaga Bantuan Hukum, dan elemen masyarakat lainnya. Dari WCC, korban dan rekannya mendapat pendampingan psikologis. Sesuatu yang belum didapatkan korban sebelumnya, bahkan dari kepolisian.

 

Pada 2021, salah satu pendamping korban dikeroyok oleh enam orang pria dewasa saat sedang mengaji. Para pria tersebut adalah pengikut Bechi. Mereka berusaha merampas smartphone dan membentur-benturkan kepala rekan korban ke tembok. Atas tindakan itu, salah satu dari enam orang tersebut hanya dihukum 6 bulan penjara.

 

"Saya diteror lewat media sosial juga. Alamat rumah saya disebar oleh pengikut Bechi. Rumah saya disamperin mereka, total 25 motor dan 3 mobil," ujar salah satu pendamping korban.

 

Menurut para pendamping, korban sangat terpukul saat menyaksikan kepolisian tampak kesulitan menangkap Bechi. Kadang, karena kesal tersangka tak kunjung ditangkap, korban dan para pendamping tidak segan menghubungi langsung para penyidik Polda Jatim melalui chat ke nomor pribadi. Mereka terus-menerus menagih ketegasan dan keberanian polisi untuk menangkap Bechi.

 

"Waktu lihat video Kapolres berdialog dengan Kiai Tar, beberapa korban pada lemes. Mereka bilang ke saya, langsung nangis semua, kok orang jahat ini sulit sekali ditangkap," ucap pendamping korban pada detikX.

 

Walaupun putranya ditetapkan tersangka dan buron, menurut penuturan pendamping korban, Kiai Tar (panggilan akrab Muchtar Mu'thi) justru menuduh para korban sebagai PKI Jombang, HTI, dan tukang fitnah. Setelah detikX telusuri, tuduhan tersebut disampaikan Kiai Tar di hadapan pengikutnya dalam acara mauidloh chasanah pada Kamis, 20 Januari 2022 di Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah. Melalui akun Instagram pribadinya, Bechi juga sempat menyebarkan informasi serupa.

Berikan Ruang Aman ke Korban

 

Walaupun kini Bechi ditangkap, menurut para pendamping, korban masih rentan dan memerlukan pendampingan psikologis. Direktur WCC Jombang Ana mengatakan korban masih mengalami trauma.

 

“Sampai sekarang kondisi korban, pada awal upaya penangkapan itu, waswas sudah pasti, kemudian dia juga merasa risau. Tapi setelah diinformasikan pelaku sudah ditahan, tentu saja dalam benak korban dia akan memikirkan bagaimana dia bisa siap secara psikologis berhadapan dengan Terdakwa di persidangan," ujar Ana kepada reporter detikX.

 

Menurut pegiat Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual Roy Murtadho atau Gus Roy, tuduhan adanya PKI Jombang dan gerombolan penghancur pondok pesantren yang diutarakan Kiai Tar adalah mengada-ada.

 

Makin banyaknya pernyataan konspiratif yang tidak berbasis fakta dari pengikut Bechi menunjukkan adanya kasus yang ingin ditutupi. Adapun para santri dan simpatisan Bechi, menurut Gus Roy, justru dijadikan tameng oleh elite pesantren untuk melawan polisi.

 

"Kita abaikan. Itu klise, itu kamuflase. Justru untuk menutupi masalah sesungguhnya. Playing victim," ujarnya kepada reporter detikX, Jumat, 8 Juli 2022.

 

Gus Roy menuturkan saat ini makin banyak kiai yang berbicara dan terlibat untuk mendorong agar pelaku dihukum, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama.

 

"Wakil Ketua PWNU Jatim Gus Salam bicara bahwa pelaku harus dihukum. Masak iya Gus Salam dan Gus Kikin (pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng) dianggap PKI Jombang, kan mengada-ada," ujar pria asal Kwaron, Diwek, Jombang, yang saat ini aktif sebagai pengajar Pesantren Misykat Al-Anwar, Bogor, itu.

 

Di sisi lain, Gus Roy juga mendukung pencabutan izin Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Ploso. Menurutnya, ke depan, pesantren harus memiliki aturan bersama yang spesifik terkait penanganan serta pencegahan kekerasan seksual. Jika terjadi, pesantren harus tegas dan berpihak kepada korban. Ia menegaskan pesantren harus menjadi ruang aman bagi perempuan dan harus ada pendidikan yang antipatriarki.

 

"Adanya aturan itu adalah kontrol paling minimal. Pesantren harus berkomitmen adanya program yang mengajarkan keterbukaan tafsir agama, mengajarkan kesetaraan, mengurangi narasi-narasi kultus," jelasnya.

 

Ketua Umum Organisasi Shiddiqiyyah Joko Herwanto menganggap semua tuduhan terhadap Bechi tidak benar. Baginya, semua itu hanya tuduhan atau fitnah. Bahkan dia geram Bechi disebut sebagai gus cabul, kiai cabul, dan sebagainya. Padahal, klaim Joko, seharusnya ada asas praduga tak bersalah sampai ada putusan pengadilan.

 

"Mbah Kiai (Muchtar Mu'thi) meyakini bahwa ini adalah fitnah yang menimpa beliau, keluarganya, khususnya kepada Mas Bechi," kata Joko kepada reporter detikX akhir pekan lalu.

 

Meski begitu, Joko berjanji akan mematuhi proses dan putusan hukum. "Kami tunggu saja, apa pun keputusan hukumnya kami hormati. Moga-moga yang terbaik bagi semuanya," pungkasnya. ●

 

Sumber :   https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20220712/Korban-Bechi:-Disiksa,-Diperkosa,-Disekap,-Dituduh-PKI/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar