Senin, 14 Mei 2012

Sistem Pelayanan Kesehatan (1)


Sistem Pelayanan Kesehatan (1)
Zaenal Abidin ;  Ketua Terpilih/Wakil Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia  
SUMBER :  SINDO, 14 Mei 2012



Akses ke pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan negara bertanggung jawab untuk memenuhinya. Di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, pelayanan kesehatannya tumbuh menjadi industri yang tak terkendali dan menjadi tidak manusiawi.
Mengalami hal yang oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai “the commercialization of healthcare in unregulated health systems”.Kondisi ini ditandai dengan maraknya komersialisasi pelayanan dan pendidikan, yang dipicu oleh pembiayaan kesehatan yang belum baik. Setelah deklarasi Alma Ata (1978), program kesehatan menjadi gerakan politik universal. Deklarasi ini telah menjadi tonggak sejarah peradaban manusia.Kesehatan diakui sebagai hak asasi manusia tanpa memandang status sosial ekonomi, ras, dan kewarganegaraan, agama,dan gender.

Sebagai hak asasi manusia, kesehatan menjadi sektor yang harus diperjuangkan,serta mengingatkan bahwa kesehatan berperan sebagai alat pembangunan sosial,dan bukan sekadar hasil dari kemajuan pembangunan ekonomi semata. Kesadaran ini melahirkan konsep primary health care (PHC) yang intinya: Pertama, menggalang potensi pemerintah- swasta-masyarakat lintas sektor, mengingat kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Kedua, menyeimbangkan layanan kuratif dan preventif serta menolak dominasi elite dokter yang cenderung mengutamakan pelayanan rumah sakit, peralatan canggih, dan mahal.

Ketiga, memanfaatkan teknologi secara tepat guna pada setiap tingkat pelayanan. Berbagai negara di belahan dunia, seperti di Uni Eropa, Amerika Latin, serta di beberapa negara Asia, berhasil menata kembali sistem kesehatannya dengan kembali menerapkan primary health care (PHC) sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan. Di Indonesia pelayanan kesehatan primer masih mengalami marginalisasi.Konsep PHC diinterpretasikan terbatas hanya pada bangunan fisik puskesmas, program puskesmas, pelayanan strata pertama di sarana pemerintah,serta pendekatan upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti program posyandu, bidan di desa,dan desa siaga.

Hal ini menyebabkan dikerdilkannya PHC sebagai konsep dan strategi pembangunan kesehatan menjadi sekedar program pemerintah untuk pelayanan masyarakat bawah. Di sisi lain pelayanan kesehatan swasta (seperti praktik dokter,klinik,rumah sakit,dan sebagainya) seolah di luar naungan konsep PHC. Pelayanan swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak dibanding milik pemerintah (negara) dibiarkan bebas mengikuti mekanisme pasar. Model layanan yang dilakukan sarat dengan kuratif, berdampak besar dalam membangun mind set masyarakat untuk berorientasi kuratif,dan mendorong tumbuhnya komersialisasi layanan kesehatan, bahkan termasuk di fasilitas kesehatan milik pemerintah.

Lebih dari itu,seringkali dipersepsikan bahwa layanan kesehatan swasta seperti praktik dokter, klinik,dan rumah sakit sebatas melakukan aktivitas kuratif dan rehabilitatif sehingga terbebas dari promotif dan preventif. Dianggapnya, pelayanan promotif dan preventif hanya berlaku di dinas kesehatan dan pusksesmas. Pendikotomian semacam ini berakibat tidak terselenggaranya pelayanan kesehatan secara paripurna di setiap entitas layanan. Sistem pendidikan yang belum link and match dengan sistem pelayanan menjadikan pendidikan sering dituding sebagai salah satu penyebab pengerdilan PHC.

Proses pendidikan profesi kesehatan terkadang menjadi “menara gading” karena dikelola tanpa berorientasi kepada sistem pelayanan (konsep PHC). Calon profesional kesehatan dididik di rumah sakit yang fungsinya didominasi aktivitas kuratif, menjadikannya ahli memperbaiki atau mengobati organ tertentu, tapi tidak mengobati penderitaan manusia secara utuh. Hasilnya, profesional kesehatan (dokter) yang mind set-nya kuratif. Konsep PHC pada dasarnya adalah pendekatan atau strategi untuk membangun sistem kesehatan nasional yang memayungi seluruh upaya kesehatan.

PHC merupakan sistem pelayanan kesehatan yang memiliki 22 karakteristik, yang terbagi dalam dua kelompok. Pertama, karakteristik dari sistem pelayanan.Kedua, karakteristik yang menjadi atribut yang melekat pada praktik dokter di strata pelayanan primer. Sistem pelayanan kesehatan yang memiliki sebagian besar dari 22 karakteristik ini dapat dikatakan sebagai sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pelayanan primer. Penguatan pelayanan kesehatan primer berkorelasi erat dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Kecacatan dan kematian secara dini dapat dicegah dan dideteksi. Peningkatan cakupan layanan primer dapat meningkatkan kepuasan pasien dan menurunkan biaya kesehatan karena angka rujukan menjadi lebih kecil. Studi di negara berkembang semacam Indonesia menunjukkan orientasi pada pelayanan spesialistis justru menimbulkan ketidakmerataan pelayanan kesehatan. Sementara negara berkembang yang sistem kesehatannya berorientasi pada pelayanan primer didapatkan pelayanan lebih merata, lebih muda diakses, dan lebih prorakyat miskin.

Menindaklanjuti Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),telah disahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS). Kedua undang-undang tersebut belum menjelaskan bagaimana pelaksanaan jaminan kesehatan sehingga harus diatur di dalam peraturan tersendiri. Karena itu, diperlukan regulasi mengenai pelaksanaan jaminan kesehatan terutama mengenai penyedia layanan kesehatan atau pemberi pelayanan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar