Kamis, 24 Mei 2012

Reformasi Kacau Balau


Reformasi Kacau Balau
Masduri ; Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
IAIN Sunan Ampel Surabaya
SUMBER :  SINAR HARAPAN, 24 Mei 2012


Sudah 14 tahun bangsa Indonesia melakukan reformasi, tepatnya sejak 21 Mei 1998. Lengsernya Soeharto menandai era baru ini, sebuah era yang membuka sekat-sekat kebebasan, sehingga masyarakat dapat menyuarakan pendapat dan berekspresi secara bebas tanpa intervensi dari siapa pun.

Era itu biasa kita sebut Era Reformasi, era yang menjadikan aspiriasi masyarakat sebagai tumpuan setiap pembangunan bangsa dan negara. Era Reformasi diperakarsai oleh mahasiswa, sebagai penggerak perubahan dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Keberhasilan mahasiswa melengserkan Soeharto dari jabatannya sebagai presiden tentu sangat kita apresiasi sekali sebab sebelumnya sangat sulit sekali pemberontakan terhadap rezim yang berkuasa dilakukan. Paling-paling jika terjadi pemberontakan orangnya langsung hilang atau bahkan tidak segan-segan dilenyapkan nyawanya.

Rezim Soeharto sangat represif dan otoriter, kekuatan militer menjadi senjata ampuh dalam mempertahankan kekuasaan yang dipimpinnya. Maka ketika mahasiswa mampu menggalang kekuatan yang besar dan menumbangkan rezim Soeharto, tepuk tangan bersorak-sorai di mana-mana. Tanda kemajuan bagi bangsa Indonesia sudah terbuka. Tinggal bagaimana kita mengolah kebebasan ini melanjutkan perjuangan yang dilakukan para mahasiswa 1998.

Nyatanya, sampai saat ini reformasi yang kita lakukan tidak membuahkan hasil maksimal. Bahkan yang lebih sering terjadi kekacauan yang semakin parah. Korupsi semakin marak, kekerasan dari beragam mudusnya mudah terjadi, kemiskinan semakin parah, hukum diperjualbelikan, dan kebebasan pers semakin memperkeruh persoalan.

Harapan-harapan yang semula begitu besar semakin redup melihat kenyataannya kehadiran Era Reformasi membuat negara kacau balau. Kebebasan yang terjadi melampaui etika kepatutan yang tertuang dalam Pancasila dan UUD1945. Bahkan tidak jarang kebebasan yang ada banyak dikebiri oleh kepentingan elite politik, sehingga kehadiran Era Reformasi hanya memunculkan politikus-politikus busuk yang tak bertanggung jawab.

Mestinya kebebasan yang kita miliki semakin menanusiakan manusia, dengan terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Karena tidak lain, perjuangan yang dilakukan mahasiswa tahun 1998 hanya untuk terciptanya kesejahteraan bangsa Indonesia. Bukan untuk membebaskan para elite korup mengeruk kekayaan negara sebesar-besarnya, sehingga nasib rakyat kecil semakin terpuruk. Sangat disayangkan, jika perjuangan mahasiswa yang melelahkan, bahkan mengorbankan nyawa hanya menghasilkan kesia-siaan, bahkan lebih banyak dinikmati para koruptor. Perjuangan mahasiswa tahun 1998 merupakan pengorbanan besar yang tak ternilai. Hanya saja pengorbanan tersebut sering disalahgunakan oleh anak-anak bangsa, termasuk mahasiswa sendiri saat ini.

Mahasiswa sebagai penerus reformasi 1998 mestinya tidak apatis dengan realitas kebangsaan yang kita hadapi saat ini. Sekarang mahasiswa banyak terjebak pada gaya hedonisme dan materialisme, paling-paling jika melakukan gerakan banyak yang dibayang-bayangi elite politik. Sangat sulit menemukan gerakan-gerakan mahasiswa yang murni untuk kepetingan bangsa Indonesia.

Yang sangat kita risaukan, gerakan-gerakan mahasiswa banyak yang anarkistis, tidak jarang pula dengan sesama mahasiswa yang berbeda organisasi ekstra sering terlibat bentrok, lantaran egoisme yang besar tanpa didasari semangat nasionalisme dan persatuan seperti ditegaskan dalam Sumpah Pemuda.

Lebih tepatnya lagi, semangat pergerakan reformasi mahasiswa terputus di tahun 1998. Perjuangan mahasiswa setelahnya tidak jelas arah perjuangannya, pergerakan yang dilakukan sering memunculkan persoalan baru, seperti anarkisme, kemacetan, kerusakan fasilitas negara dan beragam bentuk dampak buruk lainnya yang mestinya tidak dilakukan oleh seorang mahasiswa yang menyandang gelar agent of change, agent of control, iron stock dan avant garde.

Kebanggaan julukan ini mestinya semakin memantapkan mahasiswa dalam menjalankan arah pergerakannya sehingga perjuangan yang dilakukan membuahkan hasil yang maksimal. Tidak seperti yang terjadi akhir-kahir ini, pergerakan yang dilakukan mahasiswa sulit berhasil atau tidak didengar oleh elite pemerintah.

Ini karena gerakan mahasiswa kurang terkoordinasi dengan baik, semangat kebersamaan juga tidak ada, atau lebih parahnya perjuangan yang dilakukan mahasiswa banyak digerakkan oleh elite politik.

Tanggung jawab reformasi secara berkesinambungan berada di tangan mahasiswa sebagai kontrol sosial terhadap perjalanan reformasi yang kita buka 21 Mei 1998 lalu. Tanggung jawab ini sejalan dengan peran mahasiswa sebgai agent of control dalam masyarakat.

Artinya, jika perjalanan reformasi yang kita hadapi saat ini sudah menyimpang dari misi utama penyejahteraan masyarakat, mahasiswa harus berada di garda depan menyuarakan kembali secara lantang perjuangan yang dilakukan mahasiswa tahun 1998. Perjuangan reformasi 1998 sampai hari ini harus selalu disuarakan, agar para elite pemerintah dan masyarakat secara umum sadar peran serta fungsi masing-masing, sehingga dapat bergerak secara simultan untuk merealisasikan tujuan reformasi, yakni terwujudanya Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.

Sekarang kita tinggal menjalankan amanat reformasi 1998, sebuah pekerjaan besar yang harus senantiasa kita perjuangkan bersama. Dengan demikian, reformasi tidak berdampak buruk seperti yang terjadi saat ini, di mana reformasi dengan kebebasan liberal meunculkan kekacauan bagi kehidupan berbangsa benegara.

Kebebasan harus tetap kita tempatkan dalam proporsi yang benar, demi kepentingan bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai ideal kehidupan berbangsa bernegara yang tertera dalam Pancasila dan UUD 1945 harus senantiasa menjadi spirit kita dalam menjalakan reformasi, agar kebebasan yang kita jalankan bermakna bagi kebaikan bersama bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar