REFORMA
AGRARIA
“Omnibus Law” Sumber Daya Alam
Oleh : MARIA SW SUMARDJONO
KOMPAS, 28 November 2019
Pemerintah
berencana menaikkan peringkat investasi Indonesia, dari ke-73 di dunia saat
ini, menjadi ke-50 pada 2021. Guna memangkas hambatan berusaha, omnibus law
investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM, tengah disiapkan.
Apakah omnibus law investasi dapat berjalan sendiri?
Di
Indonesia, konflik agraria yakni konflik struktural sebagai akibat dari suatu
kebijakan atau keputusan pejabat yang melibatkan instansi pemerintah atau
korporasi dengan sekelompok masyarakat, yang berdampak luas serta bersifat
lintas sektor — telah berlangsung sejak masa Orde Baru, melewati
pasca-Reformasi hingga saat ini. Kompleksitas permasalahannya membuat konflik
agraria belum dapat diselesaikan secara tuntas. Terus berlangsungnya konflik
itu tentu dijadikan pertimbangan oleh investor yang mencari kemudahan berusaha.
Pada 2018,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menangani 300 kasus konflik dan
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 410 kasus. Kantor Staf Presiden mencatat
laporan 666 konflik, paling banyak muncul pada masa Orde Baru diikuti konflik
pada era desentralisasi. Data itu tentu merupakan puncak gunung es, mengingat
konflik lama tak terselesaikan, sedangkan setiap tahun jumlah kasus baru yang
diadukan relatif besar. Jenis konflik beragam meliputi berbagai sektor:
perkebunan, properti, pertanian, pertambangan, kehutanan, infrastruktur,
pesisir/kelautan, dan lain-lain.
Karena
sifatnya yang kompleks, konflik agraria tidak tepat untuk diselesaikan melalui
lembaga peradilan. Penyelesaian secara musyawarah juga jarang berhasil.
Rekomendasi yang dikeluarkan jarang dilaksanakan karena merupakan kewajiban
moral yang tak ada sanksinya.
Tumpang tindih UU sektoral
Pengaruh
politik-ekonomi Orde Baru dapat dicermati dalam berbagai UU sektoral
(Kehutanan, Pertambangan, dan lain-lain) yang berawal pada akhir tahun 1960-an.
Pembangunan yang ditopang investasi di bidang sumber daya alam (SDA) membuka
peluang eksploitasi SDA besar-besaran yang difasilitasi oleh UU sektoral yang
tumpang tindih, bahkan bertentangan satu sama lain.
UU No 5
Tahun 1960 (UU Pokok Agraria) yang 15 pasalnya dimaksudkan sebagai lex
generalis bagi pengaturan UU sektoral (lex specialis) tak pernah dijadikan
landasan hukum pembentukannya. Eksploitasi besar-besaran itu berdampak pada
degradasi SDA dalam kualitas maupun kuantitasnya.
Tanah
sebagai kebutuhan dasar manusia diperebutkan antara pemodal dan masyarakat, termasuk
masyarakat hukum adat (MHA). Persaingan yang tak seimbang itu melahirkan
ketimpangan dalam struktur pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah. Ketidakadilan dalam akses perolehan dan pemanfaatan tanah dan SDA itu
berujung pada konflik agraria yang tak pernah diselesaikan secara tuntas dan
terus berlangsung hingga kini.
Perintah MPR
kepada Presiden dan DPR untuk melaksanakan Reforma Agraria (RA) melalui TAP MPR
RI No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
(PA-PSDA) itu ditegaskan kembali melalui Keputusan MPR RI No V Tahun 2003 yang
pada intinya menugaskan ke Presiden dan DPR untuk membentuk UU tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA yang akan berfungsi sebagai lex
generalis, dan membentuk lembaga independen untuk selesaikan konflik agraria.
Tujuannya,
agar keadilan agraria dapat dirasakan oleh kelompok petani, MHA, dan rakyat
pada umumnya sehingga konflik dan kekerasan yang mengiringinya dapat dicegah
dan ditanggulangi.
Sekitar
tahun 2003 telah disusun Naskah Akademik (NA) dan RUU tentang Sumber Daya
Agraria dan RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam yang berfungsi sebagai lex
generalis, yang karena satu dan lain hal tidak berlanjut.
Mandat TAP
MPR No IX Tahun 2001 untuk mengkaji ulang UU sektoral yang tidak sinkron satu
sama lain itu juga belum dijalankan oleh Presiden dan DPR. Dalam melaksanakan
salah satu rencana aksi terkait analisis tumpang tindih perizinan di bidang SDA
yang diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibentuk Tim Kajian
yang bekerja sejak 2015, dan pada 2017 menyelesaikan “Kajian Harmonisasi UU di
Bidang Sumber Daya Alam-Lingkungan Hidup”.
Sebanyak 26
UU sektoral dikaji harmonisasinya berdasarkan tolok ukur yang disarikan dari
prinsip-prinsip PA, yang terdiri dari tujuh kriteria yang selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai indikator. Setiap UU dianalisis mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, sampai pengawasan. Di samping tujuh kriteria ini, UU
tersebut dikaji dari segi semangat melaksanakan HAM dan anti-korupsi.
Potensi
tumpang tindih dicermati dari segi kewenangan, hak dan kewajiban, perlindungan
dan kelestarian lingkungan hidup, serta pengawasan dan penegakan hukum. Temuan
kajian itu menyatakan bahwa pada semua UU, prinsip-prinsip PA-PSDA belum
sepenuhnya diterapkan. UU sektoral sebagai lex specialis, tidak saling merujuk
meski lingkup pengaturannya sama, bahkan bertentangan satu sama lain. Walaupun
kajian itu belum sempurna, setidaknya dari hasil kajian itu masing-masing
sektor dapat memanfaatkannya sebagai NA untuk membenahi UU-nya agar selaras
dengan prinsip-prinsip PA-PSDA sehingga inkonsintensi antar-UU sektoral dapat
diminimalkan.
Saling mendukung
Sudah
saatnya mempertimbangkan penyusunan Omnibus Law SDA. NA dan RUU yang disusun
pada 2003 dapat digunakan sebagai pijakan awal penyusunan omnibus law terkait
penguasaan dan pengelolaan SDA. Implementasi omnibus law investasi itu tidak
akan maksimal jika perolehan tanah rentan terhambat konflik agraria.
Namun,
pembentukan Omnibus Law SDA saja tidak cukup. Restrukturisasi ketimpangan
penguasaan dan pemilikan tanah melalui redistribusi tanah dalam rangka RA perlu
terus diupayakan dan UU tentang Hak MHA perlu segera diterbitkan seraya
membentuk lembaga independen untuk penyelesaiaan konflik agraria yang kompleks
dan masif itu. Perlu upaya simultan untuk melaksanakan agenda RA itu sehingga
keadilan agraria dapat tercapai dan perolehan tanah yang berkepastian hukum
untuk keperluan investasi terjamin.
(Maria SW Sumardjono ; Guru
Besar Fakultas Hukum UGM dan Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Saya ibu EVA FIORENTINA APRILA dari palembang mengucap syukur kepada allah,karna melalui bantuan dari aki abdul jamal yg sebesar 20m kini saya sudah bisa menjalankan usaha saya lagi.Puji syukur saya panjatkan kepada Allah yang telah mempertemukan saya dengan Aki Abdul Jamal dan melalui bantun pesugihan putih beliau yang sebar 5M inilah yang saya gunakan untuk membuka usaha selama ini,makanya saya sengaja memposting pesang sinkat ini biar semua orang tau kalau Aki Abdul Jamal bisa membantuh kita mengenai masalah ekonomi dengan bantuan pesugihan putihnya yang tampa tumbal karna saya juga tampa sengaja menemukan postingan orang diinternet jadi saya lansun menhubungi beliau dan dengan senang hati beliau mau membantuh saya,,jadi bagi teman teman yang mempunyai keluhan jangan anda ragu untuk menghubungi beliau di No Wa 085-254-384-488- rasa senang ini tidak bisa diunkapkan dengan kata kata makanya saya menulis pesan ini biar
BalasHapusSemua orang tau,ini sebuah kisa nyata dari saya dan tidak ada rekayasa sedikit pun yang saya tulis ini,sekali lagi terimah kasih banyak ya Aki dan insya allah suatu hari nanti saya akan berkunjun ke kediaman Aki untuk silaturahmi.Wassalam dari saya ibu Sartika dan untuk lebih lenkapnya silahkan buka blok Aki disini PESUGIHAN UANG GAIB TANPA TUMBAL