Jumat, 29 November 2019

Ancaman Menguapnya Program Jaringan Gas Kota

INDUSTRI GAS NASIONAL
Ancaman Menguapnya Program Jaringan Gas Kota

Oleh :  AGUS PAMBAGIO

KOMPAS, 29 November 2019


Pemerintah telah menetapkan pembangunan jaringan gas untuk penyaluran dan distribusi gas bumi pada rumah tangga dan usaha kecil sebagai salah satu dari proyek strategis nasional (PSN). Targetnya, setiap tahun sebanyak satu juta rumah tangga/usaha kecil bisa tersambung ke jaringan gas kota mulai 2020 sehingga mampu mencapai target 4,7 juta sambungan pada 2025.

Namun, program itu terancam menguap karena ketimpangan kemampuan negara, selain badan usaha milik negara, dan bahkan juga badan usaha swasta, yang enggan melirik untuk terlibat dalam program ini.

Program jaringan gas kota menjadi langkah strategis pemerintah, di mana peningkatan penggunaan gas bumi untuk keperluan dalam negeri sejalan dengan keinginan diversifikasi energi, pengurangan subsidi (elpiji), serta untuk penyediaan energi bersih dan murah. Sebagai ilustrasi, konsumsi elpiji nasional sekitar 5 juta metrik ton per tahun, jauh di atas produksi nasional yang hanya 1,4 juta metrik ton per tahun. Subsidi elpiji sebesar Rp 1,2 triliun per tahun bisa dihemat, jika program jaringan gas kota bisa memenuhi target.

Peraturan Presiden No 19 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011 dan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 menjadi dasar yang kuat untuk menjalankan program tersebut. Hanya untuk itu perlu pendanaan yang juga masif.

Sumber daya gas bumi yang memadai tak akan berarti jika infrastruktur tidak mencukupi. Pemerintah mengharapkan pendanaan pembangunan infrastruktur transmisi dan distribusi berasal dari APBN, APBD, dan juga investasi swasta. Investasi swasta diinisiasi oleh BUMN, dalam hal ini Pertamina ataupun Perusahaan Gas Negara (PGN), sebagai perusahaan sub-holding migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengusulkan pembiayaan infrastruktur gas melalui APBN sebesar Rp 3,2 triliun untuk tahun 2020.

Realitasnya, PGN sebagai perusahaan publik tidak terlihat agresif di dalam investasi infrastruktur jaringan gas kota. Badan usaha swasta lainnya pun idem ditto, tentu karena pertimbangan skala ekonomi yang tidak sesuai, tingkat pengembalian investasi yang kurang menarik, ataupun risiko yang di atas ambang. Sementara pemerintah tidak mengizinkan PGN menaikkan harga gas bumi hilir. Alhasil, Kementerian ESDM pernah menyatakan capaian sambungan hanya berkisar 90.000-100.000 per tahun. Data Direktorat Minyak dan Gas, sampai 2019 telah dibangun 500.000 sambungan dari target 1,2 juta sambungan. Diprediksi sampai akhir tahun capaian hanya 628.513 sambungan.

Peluang

Ketidakmenarikan investasi dan niaga jaringan gas kota antara lain karena proses bisnis di mana harga gas dari hulu ke hilir sudah “dipatok” oleh pemerintah. Bahkan struktur biaya (cost structure) pun telah ditentukan. Sejumlah peraturan perundang-undangan telah memastikan harga jual gas bumi hilir yang terdiri atas komponen harga gas bumi ditambah dengan biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi dan biaya niaga. Rincian kegiatan yang masuk pembebanan komponen pengelolaan infrastruktur dan bahwa persentase biaya niaga telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Benar bahwa Permen ESDM No 58 Tahun 2017 jo Permen ESDM No 14 Tahun 2019 tersebut sejalan dengan tujuan ”menjamin kepastian harga jual gas bumi hilir dengan mempertimbangkan daya beli konsumen gas bumi”. Tujuan untuk mendapatkan harga jual gas bumi yang terjangkau di seluruh wilayah akan dapat dicapai.

Harga gas bumi hilir yang dijual ke konsumen keluarga dan pengusaha kecil dapat dipastikan harganya. Hanya di sisi lain, tujuan ”kesinambungan penyediaan dan pendistribusian gas bumi dan tingkat keekonomian yang wajar bagi badan usaha pemegang izin usaha minyak dan gas bumi” sulit dapat tercapai karena pengaturan pada permen tersebut justru mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

Kesulitan itu muncul karena tingkat pengembalian investasi (IRR) yang dipatok 11-12 persen, mendekati bunga kredit perbankan yang digunakan untuk pengembangan infrastruktur jaringan gas. Periode investasi yang diperpanjang dari semula 15 tahun berdasar Permen ESDM No 58 Tahun 2017 menjadi 30 tahun sesuai Permen ESDM No 14 Tahun 2019 menjadikan pengembalian investasi (payback period) jadi lebih lama. Belum lagi harga jual gas bumi yang tak membedakan antara infrastruktur lama (historical cost) dan investasi baru (marginal cost/incremental cost).

Penetapan harga rata-rata tertimbang secara nasional menimbulkan perbedaan untung/rugi dari setiap wilayah jaringan gas dengan besaran yang cukup signifikan karena perbedaan biaya pengembangan (capex) dan biaya operasional (opex) dari setiap wilayah. Hal itu terkait dengan nilai investasi infrastruktur yang sangat tergantung medan dan kebutuhan serta biaya operasional yang juga sangat tergantung wilayah dan besaran investasi.

Tambahan lagi, penetapan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) sampai dengan tingkat kecamatan akan memicu kompetisi yang tidak sehat karena badan usaha dengan jaringan yang luas akan kalah dengan badan usaha kecil yang hanya memilih jaringan yang menguntungkan saja (cherry picking). Skala ekonomi untuk usaha niaga gas kota terlalu kecil untuk tingkat kecamatan sehingga tidak tercapai ongkos yang optimal. Ujungnya, badan usaha akan cenderung untuk mengembangkan infrastruktur pada wilayah yang menguntungkan saja sehingga realisasi jaringan gas kota secara nasional semakin jauh dari harapan.

Jalan keluar

Target sudah ditetapkan, tetapi regulasi yang dibuat justru menjauhkan pencapaian dari harapan. Bahkan, penugasan kepada BUMN pun secara obyektif bukanlah solusi sepanjang harga gas bumi yang ditetapkan belum dapat memenuhi kelayakan investasi pengembangan (capex) dan biaya niaga jaringan gas kota.

Benar bahwa penetapan harga perlu dilakukan pemerintah sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen pengguna jaringan gas kota. Hanya saja, formula perhitungan harga gas bumi sesuai dengan Permen ESDM No 58 Tahun 2017 jo Permen ESDM No 14 Tahun 2019 malahan membatasi investasi, terlalu kaku, dan tidak memberikan ruang dunia usaha untuk keberlanjutan investasinya. Karena itu, penghitungan yang lebih wajar dan peluang untuk melakukan efisiensi dan optimalisasi atas infrastruktur yang dimiliki badan usaha perlu dilakukan.

Perlu dilakukan evaluasi atas permen yang mengatur perhitungan harga gas bumi tersebut, baik dari sisi penetapan harga, formula yang menetapkan struktur biaya, ataupun elemen lain dalam penghitungan tersebut, seperti tingkat IRR yang sesuai dengan cost of capital seperti bunga pinjaman, agregasi dalam penghitungan harga gas bumi, ataupun penggunaan marginal cost/incremental cost untuk investasi baru di dalam penghitungan harga gas bumi.

Pemerintah juga perlu merevisi ketentuan yang ujungnya demi menciptakan kondisi yang memungkinkan badan usaha untuk meningkatkan efisiensi operasi dan optimalisasi investasi, antara lain dengan pengusahaan dan penetapan harga yang lebih sesuai dengan kondisi lapangan (pool) antara lain dengan indeksasi pool dari harga nasional. Juga perlu dipertimbangkan kemungkinan membatasi pemberian izin WJD/WNT pada tingkat kabupaten atau tingkat lebih tinggi serta memberikan hak terlebih dahulu pada badan usaha pemilik jaringan yang telah ada dan masih memiliki sisa kapasitas (grandfather right, right to match) atau kerja sama antara keduanya.

Tanpa itu semua, impian menyambungkan 4,7 juta rumah tangga atau usaha kecil dengan jaringan gas kota pastilah akan menguap begitu saja.


Agus Pambagio, Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen dari PH & H Public Policy Interest Group

2 komentar:

  1. Saya ibu EVA FIORENTINA APRILA  dari palembang mengucap syukur kepada allah,karna melalui bantuan dari aki abdul jamal yg sebesar 20m kini saya sudah bisa menjalankan usaha saya lagi.Puji syukur saya panjatkan kepada Allah yang telah mempertemukan saya dengan Aki Abdul Jamal dan melalui bantun pesugihan putih beliau yang sebar 5M inilah yang saya gunakan untuk membuka usaha selama ini,makanya saya sengaja memposting pesang sinkat ini biar semua orang tau kalau Aki Abdul Jamal bisa membantuh kita mengenai masalah ekonomi dengan bantuan pesugihan putihnya yang tampa tumbal karna saya juga tampa sengaja menemukan postingan orang diinternet jadi saya lansun menhubungi beliau dan dengan senang hati beliau mau membantuh saya,,jadi bagi teman teman yang mempunyai keluhan jangan anda ragu untuk menghubungi beliau di No Wa 085-254-384-488- rasa senang ini tidak bisa diunkapkan dengan kata kata makanya saya menulis pesan ini biar
    Semua orang tau,ini sebuah kisa nyata dari saya dan tidak ada rekayasa sedikit pun yang saya tulis ini,sekali lagi terimah kasih banyak ya Aki dan insya allah suatu hari nanti saya akan berkunjun ke kediaman Aki untuk silaturahmi.Wassalam dari saya ibu Sartika dan untuk lebih lenkapnya silahkan buka blok Aki disini PESUGIHAN UANG GAIB TANPA TUMBAL

    BalasHapus
  2. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Kaos Dakwah Terbaru

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu

    BalasHapus