Sabtu, 18 Februari 2012

(Keterangan) di Bawah Sumpah


(Keterangan) di Bawah Sumpah
James Luhulima, WARTAWAN KOMPAS 
Sumber : KOMPAS, 18 Februari 2012


Kita dibuat terheran-heran oleh Angelina PP Sondakh dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/2). Angie, panggilan akrab Angelina Sondakh, yang hadir sebagai saksi dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin dalam kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang, dengan sangat tenang membantah semua tuduhan yang ditujukan kepada dirinya, termasuk pernah melakukan komunikasi melalui Blackberry Messenger dengan saksi lain, Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazaruddin.

Di antara banyak bantahan yang dilontarkan Angie, ada satu bantahan yang menarik, yakni tentang kepemilikan telepon seluler Blackberry (BB). Angie mengaku baru memiliki BB pada akhir tahun 2010. Keterangan itu dikemukakan untuk membantah bahwa ia melakukan komunikasi melalui Blackberry Messenger (BBM) dengan Mindo Rosalina Manulang.

Angie tetap bersikeras pada keterangannya bahwa ia baru memakai BB pada akhir tahun 2010, ketika ia dicecar oleh Ketua Majelis Hakim Darmawati Ningsih. ”Saya baru pake BB akhir tahun 2010,” ujarnya. Angie boleh saja bersikukuh bahwa ia baru memiliki BB pada akhir tahun 2010, tetapi ada beberapa foto media massa yang menunjukkan dirinya memiliki BB pada tahun 2009.

Angie (mungkin) lupa bahwa semua keterangannya di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu diberikan di bawah sumpah. Dengan kata lain, keterangan itu tidak hanya disaksikan oleh khalayak, tetapi juga oleh Tuhan. Dan, jika terbukti berbohong, ada ancaman hukuman, setinggi-tingginya tujuh tahun, yang menunggu. Ancaman itu ada dan tertera dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Tanpa bermaksud mendahului keputusan pengadilan, tampak jelas dalam sidang, Rabu lalu itu, Angie telah melakukan kebohongan, paling tidak dalam soal kepemilikan BB. Dan, kita semua mengetahui, satu kebohongan itu akan dilanjutkan dengan kebohongan-kebohongan lain.

Kita tentu bertanya-tanya, mengapa Angie berbohong untuk hal-hal yang sudah sedemikian gamblang dan terbuka. Beberapa analis politik mengatakan, selain berupaya mengamankan diri sendiri, Angie pun berbohong untuk melindungi teman-teman lain di Partai Demokrat yang telah disebut-sebut oleh Nazaruddin, seperti Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, dan kawan-kawannya.

Ketenangan yang diperlihatkan oleh Angie selama persidangan pun memancing decak kagum tersendiri. Ia tetap tenang walau diserang bertubi-tubi dengan bukti-bukti yang seolah-olah tidak mungkin dibantah olehnya.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, ”Kalau semua penjahat mengakui kesalahannya, penuhlah semua penjara.” Tidak ada yang salah dengan perkataan Abraham Samad, tetapi jelas bahwa persoalannya tidaklah sesederhana itu.

Ada kepentingan yang lebih besar yang dipertaruhkan. Citra Partai Demokrat terancam jika ternyata apa yang dituduhkan oleh Nazaruddin itu benar adanya. Sebab, kasus yang melibatkan kader-kader Partai Demokrat itu, jika terbukti benar, merupakan gambaran yang utuh tentang bagaimana Partai Demokrat memperoleh dana. Bahkan, jika tidak hati-hati, Partai Demokrat dapat kehilangan legitimasinya.

Adalah lebih logis jika kita menganggap bahwa sikap teguh Angie dalam membela diri di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta lebih dalam melindungi kepentingan yang lebih besar. Dalam kaitan inilah, diperkirakan akan menjadi jauh lebih menarik jika Anas Urbaningrum yang duduk di kursi yang Rabu lalu diduduki Angie.

Pemimpin yang Jujur

Yang lebih memprihatinkan, Angie adalah juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebagai anggota Dewan yang terhormat, Angie pun saat dilantik juga telah bersumpah demi nama Tuhan untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apa pun di luar penghasilannya sebagai anggota DPR.

Yang terjadi justru sebaliknya. Namun, Angie tidak sendiri. Masih banyak kasus serupa yang menunggu. Wa Ode Nurhayati, anggota DPR lain, yang juga tersangka kasus suap Rp 6,9 miliar dalam proyek infrastruktur daerah, salah satunya. Ada beberapa nama yang disebut-sebut terkait dengan tersangka Fadh A Rafiq, seperti Haris Andi Surahman, Melchias Mekeng, dan Nudirman Munir. Bukan berarti nama-nama yang disebutkan itu pasti bersalah, melainkan disayangkan bahwa nama-nama itu sampai disebut-sebut terkait.

Kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR memperlihatkan bahwa pengucapan sumpah itu tidak menjadikan seseorang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya. Ada banyak bukti yang memperlihatkan bahwa sumpah itu tidak membawa dampak apa-apa kepada perilaku orang-orang yang mengucapkannya.

Melihat banyaknya kasus yang melibatkan pemimpin atau calon pemimpin di negara ini, menjadi semakin penting memilih pemimpin di masa depan. Rabu lalu, harian ini menggulirkan wacana kepemimpinan nasional 2014 dengan mewawancarai beberapa tokoh. Kriteria yang muncul adalah pemimpin masa depan itu harus berkarakter negarawan, visionaris, pluralis, dan pancasilais. Ada tambahan, pemimpin di masa depan itu juga berani ambil risiko, berani tidak populer, dan tidak serba gamang.

Empat yang pertama itu adalah kriteria pokok, sedangkan tiga kriteria tambahan itu rasanya hanyalah reaksi dari apa yang dirasakan tidak dimiliki oleh pemimpin nasional saat ini.

Melihat kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini, ada dua kriteria yang harus ditambahkan pada kriteria yang harus dimiliki pemimpin nasional 2014, yakni kejujuran dan budaya malu. Pada masa sekarang ini, pemimpin yang jujur sangat langka. Demikian juga dengan pemimpin yang memiliki budaya malu (malu karena telah melakukan kesalahan), rasanya hampir tidak ada lagi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar